PPL-Pelajaran 04

Nama Kelas : Pembimbing Perjanjian Lama
Nama Pelajaran : Latar Belakang Budaya Perjanjian Lama
Kode Pelajaran : PPL-P04

Pelajaran 04 -- Latar Belakang Budaya Perjanjian Lama

Daftar Isi

  1. Struktur Masyarakat Perjanjian Lama
    1. Keluarga
    2. Lembaga Perkawinan
      1. Suami
      2. Istri
      3. Anak-anak
  2. Strata dalam Masyarakat Perjanjian Lama
    1. Kelompok Masyarakat
    2. Penduduk Asli Setempat
    3. Penduduk Asing
    4. Pekerja Upahan
    5. Pedagang
    6. Budak
  3. Sistem Pendidikan Perjanjian Lama
    1. Dalam Keluarga
    2. Masa Pembuangan
    3. Masa Perjanjian Baru
  4. Sistem Ibadah Perjanjian Lama
    1. Penyembahan Bangsa Kafir
    2. Penyembahan Bangsa Israel

Doa

Pelajaran 04: Latar Belakang Budaya Perjanjian Lama

PL dituliskan pada zaman yang jauh berbeda dari zaman sekarang. Karenanya, sangat penting mempelajari budaya dan dunia PL. Mari kita pelajari struktur masyarakat PL, strata masyarakat dalam PL, sistem pendidikan PL, dan sistem ibadah PL.

  1. Struktur Masyarakat Perjanjian Lama
  2. Rencana penebusan Allah diawali melalui satu keluarga karena keluarga adalah unit utama dalam struktur masyarakat PL. Diawali dengan pilihan Allah atas keluarga Abraham. Allah mengokohkan hubungan istimewa ini dengan suatu Perjanjian. Anggota yang termasuk dalam Perjanjian ini disebut "keturunan Abraham" (secara jasmani) - selanjutnya adalah "keturunan Ishak" dan "keturunan Yakub" (Im. 26:42, 45). Kata "keturunan" muncul 1200x dalam PL. Konsep "keturunan" secara fisik sangat penting dalam bangsa Israel, sebab di situlah ikatan keanggotaan dalam Perjanjian didasarkan. Oleh sebab itu, tidak heran jika banyak sekali ditemui catatan silsilah dalam Alkitab.

    1. Keluarga
    2. Dasar kelembagaan keluarga diletakkan Allah dalam Kejadian 2, sebagai kesatuan ikatan permanen antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Istilah Ibrani yang dipakai untuk keluarga adalah mispahah dan bayit, arti harfiahnya 'rumah' (household"/'rumah tangga'), artinya mereka yang tinggal dalam satu atap rumah. Namun, dalam PL sering kali keluarga tidak hanya terdiri dari suami, istri, dan anak-anak karena (tergantung dari konteksnya) sering juga diartikan sebagai perluasan keluarga, yaitu suami, istri, anak-anak (sampai 2 - 3 generasi), budak-budaknya, dan termasuk keluarga dekat lain yang tinggal bersama, bahkan kadang seluruh suku disebut "satu keluarga" (1Taw. 13:14).

    3. Lembaga Perkawinan
    4. Kejadian 1-3 secara tidak langsung berbicara tentang lembaga perkawinan yang mengatur seksualitas. Para nabi menganalogikan lembaga perkawinan sebagai hubungan antara Allah dengan umat-Nya, bangsa Israel (Am. 3:2; Hos. 1;2; Yer. 2:1-3; 3:6-13; Yeh. 16; 23; Yes.54:4-8; 62:4-5). Lembaga perkawinan memiliki 3 anggota keluarga utama, yaitu suami, istri, dan anak.

      1. Suami
      2. Suami mempunyai kedudukan tertinggi atas semua anggota keluarganya beserta budak-budaknya. Namun, pada sisi yang lain, suami juga bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarganya, termasuk hinaan, bahkan hukuman. Suami juga bertanggung jawab untuk mencarikan pasangan bagi anak-anaknya. Ia harus paham hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pernikahan menurut hukum bangsa Israel (Im. 18; Ul. 7; 20).

        Silsilah keluarga PL diurutkan dengan mengikuti keturunan suami. Itu sebabnya, dalam hukum Israel disebutkan berbagai peraturan untuk melindungi kelangsungan keluarga (Im. 25:47-49; Yer. 32:68; Rut 2,3,4). Suami juga berfungsi sebagai imam bagi keluarganya. Ia diharapkan memimpin seluruh keluarganya dalam mengikuti perayaan-perayaan keagamaan Yahudi. Seluruh tanggung jawab pendidikan anak-anak, khususnya yang laki-laki, ada di tangannya.

      3. Istri
      4. Tugas utama istri adalah menghasilkan keturunan, tetapi ini bukan satu-satunya tugasnya. Tentang tugas-tugas seorang istri yang berbudi dan ideal, tertulis dalam Amsal 31. PL juga mencatat istri-istri yang menjalankan tugas-tugas yang tidak lazim dilakukan dalam budaya Israel, misalnya memimpin perang (Debora), menjadi nabiah (Miryam), bertindak untuk suami (Abigail), dll..

        Dalam perkawinan Yahudi, istri dengan kerelaan menundukkan diri di bawah suaminya dan mengambil kedudukan sebagai "penolong" (Kej. 2:18). Setelah melahirkan, mereka akan menyusui anak-anaknya sampai usia dua atau tiga tahun. Pendidikan anak sampai usia lima tahun adalah tanggung jawab ibu, kemudian anak laki-laki akan dididik oleh ayahnya, sedangkan anak perempuan akan diajar oleh ibunya. Kesuksesan istri menjalankan keluarga sering kali menjadi ukuran bagaimana suami Yahudi akan dihormati di antara para pemimpin Israel.

      5. Anak-Anak
      6. Anak-anak adalah berkat dari Tuhan, buah yang diharapkan dari perkawinan. Bagi keluarga PL, perkawinan yang tidak dikaruniai anak merupakan kedukaan dan aib, seperti peristiwa yang menimpa Sara dan Hana. Sebaliknya, banyak pujian ditujukan bagi wanita yang melahirkan banyak anak (Mzm. 128). Anak laki-laki dalam keluarga Yahudi adalah tumpuan harapan bagi pemeliharaan masa tua orang tuanya. Anak sulung dalam keluarga Yahudi, baik laki-laki maupun perempuan, mendapat tempat yang istimewa. Apabila orang tuanya mati, anak sulung akan mendapat bagian warisan dua kali lipat. Jika ayahnya tidak memiliki anak laki-laki, anak perempuan akan mewarisi seluruh harta ayahnya jika ia menikah dengan kaum keluarganya sendiri.

        Dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, anak perempuan Yahudi mendapatkan perlakuan yang jauh lebih baik. Mereka diizinkan menikah sesudah usia 12 tahun. Sesudah menikah, ibu mertuanya akan mengambil alih pendidikan selanjutnya. Apabila suaminya mati, dia akan dinikahkan dengan saudara laki-laki dari suaminya untuk menyelamatkan garis keturunan keluarga. Namun, jika suaminya tidak memiliki saudara laki-laki untuk menikahinya, sering kali dia akan kembali ke rumah ayahnya lagi (contoh kasus Rut dalam keluarga Naomi).

        Keluarga Yahudi sangat menjunjung tinggi pendidikan anak-anak. Ulangan 6:4-9 adalah contoh perintah langsung dari Tuhan tentang pentingnya pendidikan anak.

  3. Strata dalam Masyarakat Perjanjian Lama
  4. Setelah zaman kerajaan, perbedaan strata mulai terbentuk meskipun tidak menonjol. Perbedaan antara mereka yang kaya dan miskin menjadi sangat nyata. Berikut strata dalam masyarakat PL secara umum:

    1. Kelompok Masyarakat
    2. Mereka adalah para tua-tua agama dan kepala-kepala rumah tangga. Setelah zaman kerajaan, muncul kelompok yang disebut sebagai para pemuka, yaitu pembantu-pembantu raja dan juga para pahlawan.

    3. Penduduk Asli Setempat
    4. Pemilik tanah dan tinggal sebagai penduduk asli di Palestina.

    5. Penduduk Asing
    6. Pendatang dan orang bebas (bukan budak), tetapi tidak memiliki hak penuh sebagai warga negara Palestina.

    7. Pekerja Upahan
    8. Tidak memiliki tanah, hidup sebagai tenaga upahan.

    9. Pedagang
    10. Orang-orang asing yang datang untuk berdagang.

    11. Budak
    12. Orang Israel yang miskin, juga pendatang asing yang hidup sebagai tawanan perang. Perbudakan adalah cara hidup yang umum pada masa PL.

  5. Sistem Pendidikan Perjanjian Lama
  6. Keluarga memegang peran penting dalam pendidikan pada masa PL, khususnya oleh mereka yang telah berumur. Sumber bijaksana dan pengetahuan, dipercaya oleh bangsa Israel, didapatkan dari pertambahan umur seseorang. Namun, sejak zaman pembuangan dan masa PB, pendidikan tidak lagi berpusat pada keluarga saja.

    1. Dalam Keluarga
    2. Anak-anak Israel pada usia balita dididik oleh ibu mereka. Ketika anak laki-laki cukup besar, ayah akan memperkenalkan mereka pada pekerjaannya sehari-hari, dan sejak itu anak akan terus mendengar didikan ayahnya sambil bekerja. Sementara itu, ibu bertanggung jawab terhadap pendidikan anak perempuannya, untuk menjadikannya istri dan ibu yang baik. Setiap makan malam, orang tua akan menggunakan waktu berkumpul dengan keluarganya dan mengajarkan nilai-nilai luhur ajaran nenek moyang mereka. Jika seorang anak Yahudi mendapat didikan dari orang lain selain ayahnya sendiri, ia juga akan memanggilnya "ayah".

    3. Masa Pembuangan
    4. Karena orang-orang Yahudi di pembuangan dan jauh dari Bait Suci, mereka mulai berkumpul di rumah-rumah, membahas Kitab Suci secara teratur, dan melakukan peribadatan. Inilah yang menjadi asal mula sinagoge. Hal yang sama terjadi ketika Bait Suci dihancurkan pada 70 M, umat Yahudi tersebar ke tempat-tempat lain. Sinagoge berperan penting untuk mempertahankan identitas Yahudi di perantauan melalui pembacaan Kitab Suci, doa-doa, dan perayaan hari besar Yahudi.

    5. Masa Perjanjian Baru
    6. Perkembangan sinagoge juga amat dipengaruhi oleh perkembangan kaum Farisi pada abad ke-2 sM. Pada waktu itu, orang-orang yang dapat membaca serta menafsirkan Taurat hanyalah kaum Farisi sehingga mereka berperan besar dalam perkumpulan-perkumpulan lokal di kalangan masyarakat Yahudi. Pada zaman PB, sinagoge telah ada di mana-mana, baik di Palestina maupun di luar Palestina. Pada waktu Paulus dan rekan-rekannya pertama kali mengunjungi suatu kota, mereka terlebih dahulu akan mengunjungi sinagoge setempat. Dalam Kis.19:9 juga dituliskan ada sebuah sekolah, yaitu Tiranus, tempat Paulus mengajar. Sekolah Tiranus semacam sekolah teologi pertama masa itu.

  7. Sistem Ibadah Perjanjian Lama
  8. Israel dikelilingi oleh bangsa-bangsa tetangga yang tidak mengenal Allah (kafir). Itu sebabnya, Allah berkali-kali harus mengingatkan bangsa Israel untuk tidak mengikuti kebiasaan peribadahan bangsa-bangsa kafir. Namun, telah berulang kali terjadi bangsa Israel tidak taat dan selalu jatuh pada dosa penyembahan berhala/ilah lain.

    1. Penyembahan Bangsa Kafir
    2. Berikut ini adalah beberapa karakteristik penyembahan agama kafir: Mereka memiliki banyak ilah (dewa), karena kebanyakan agama kafir adalah politeisme. Mereka juga menyembah patung-patung, atau gambaran-gambaran yang menyerupai binatang, manusia, atau benda-benda lain sebagai simbol ilah mereka. Bagi mereka, keselamatan adalah usaha manusia untuk melepaskan diri dari kecenderungan berbuat dosa. Mereka percaya memberi persembahan kepada ilah-ilah dapat memberikan kekuatan gaib yang akan menghindarkan mereka dari kecelakaan atau bahaya.

    3. Penyembahan Bangsa Israel
    4. Pada masa Musa, penyembahan kepada Allah tidak lagi dilakukan di tanah terbuka, tetapi di kemah pertemuan Bait Suci (Kel. 27:1-3), dan Musa bertindak sebagai imam, menjadi perantara antara Allah dan umat Israel. Pada masa imam-imam, bangsa Israel telah memiliki kelompok imam yang dipilih dari keturunan keluarga Harun, suku Lewi, yang bertugas mengatur tata ibadah kepada Allah. Kitab Imamat mencatat berbagai macam peraturan tata ibadah bagi bangsa Israel.

      Daud adalah penulis dari sebagian besar kitab Mazmur, sementara Salomo dianggap sebagai pendiri "gerakan hikmat" pada masa Israel kuno. Kedua raja ini dan para penerusnya di Yerusalem telah membawa pengaruh yang besar dalam kehidupan agamawi dan kebudayaan rakyat mereka. Beberapa ahli berpendapat bahwa mazmur lebih fundamental di dalam ibadah Israel, dan ditemukan juga catatan detail tentang aktivitas agamawi di Bait Allah Yerusalem pada periode sebelum pembuangan ke Babel. Sebagian besar mazmur bisa dimengerti bukan hanya sebagai lagu pujian, tetapi juga sebagai liturgi yang lebih komprehensif.

      Ketika akhirnya bangsa Israel menjadi tawanan bangsa-bangsa lain, barulah bangsa Israel menyadari betapa pentingnya kembali beribadah kepada Tuhan dan memelihara Taurat-Nya. Karena itu, melalui Ezra, Bapak Yudaisme, Allah membangkitkan kembali kesukaan beribadah dan memelihara Firman Tuhan. Namun, karena mereka tidak dapat lagi beribadah di Yerusalem (terutama saat Bait Allah telah hancur), maka didirikanlah tempat ibadah sinagoge di tanah pembuangan (Babel). Di sinilah, akhirnya agama Yudaisme lahir dan berkembang sampai masa PB.

      Pada masa pasca-Pembuangan, institusi Bait Suci dikembangkan kembali dan menjadi pusat keagamaan orang-orang Yahudi. Akan tetapi, peran sinagoge-sinagoge tetap dipertahankan sebagai tempat persekutuan orang-orang Yahudi di perantauan. Karena itulah, orang-orang Yahudi di luar Palestina biasa mengumpulkan persembahan tahunan untuk mendukung peribadahan di Bait Suci, terlebih bagi mereka yang tidak lagi datang ke Bait Suci untuk mengikuti ritual tahunan.

Akhir Pelajaran (PPL-P04)

Doa

"Tuhan Yesus, kami mengucap syukur dengan memahami budaya PL ini, kami juga mengerti bahwa Engkau yang berdaulat di atas segalanya. Budaya pun di bawah kendali-Mu. Biarlah kami tetap memuliakan Nama-Mu. Amin."

Taxonomy upgrade extras: