Nama Kursus : Training Guru Sekolah Minggu (GSM)
Nama Pelajaran : Pengenalan Sekolah Minggu
Kode Pelajaran : GSM-R01a
Referensi GSM-R01a diambil dari:
Judul Buku : Menciptakan Sekolah Minggu yang Menyenangkan
Judul Artikel: Cara Pandang yang Berubah
Pengarang : Helena Erika dan Sudi Ariyanto
Penerbit : Gloria Graffa
Halaman : 16 - 24
CARA PANDANG YANG BERUBAH
Suatu hari Tuhan memberi penglihatan kepada Petrus. Dalam penglihatan
itu Tuhan memperlihatkan binatang-binatang haram dan meminta Petrus
memakannya. Namun, Petrus menolak. Tuhan memberikan penglihatan in
sampai tiga kali. Pada kali yang ketiga Petrus tetap menolak, sampai
akhirnya Tuhan berkata bahwa apa yang dinyatakan halal oleh Tuhan
tidak boleh dinyatakan haram oleh manusia. Beberapa saat setelah itu
barulah Petrus menyadari bahwa bangsa non-Yahudi juga dapat menjadi
bilangan orang percaya kepada Tuhan. Kisah selengkapnya dapat dibaca
pada Kisah Para Rasul pasal 10.
Saat Yesus melakukan pelayanan di bumi, Dia pernah didatangi oleh
seorang anak muda yang kaya. Dalam Matius 19:16-26, orang kaya ini
merasa dirinya sempurna karena dapat melakukan hukum Taurat (ayat 20).
Ia datang kepada Yesus dan menanyakan cara untuk mendapat hidup kekal.
Pertanyaannya pada ayat 16 merupakan pergumulan pribadinya setelah
mencapai berbagai keberhasilan atau prestasi.
Bila dilihat dari konteks zaman ini, pergumulan itu bisa dipandang
sebagai pergumulan yang dihadapi oleh para eksekutif muda. Sebuah
kegelisahan mendera sang eksekutif muda setelah ia berhasil mencapai
posisi yang baik, memiliki mobil, dan rumah yang indah, ke mana-mana
menyandang telepon seluler versi terbaru, dan berkali-kali bepergian
ke luar negeri. Walaupun tentunya pertanyaan akan keselamatan tidak
selalu baru timbul setelah seseorang mendapatkan keberhasilan.
Pada ayat 16, anak muda ini bertanya perbuatan baik apakah yang harus
ia lakukan agar dapat masuk ke surga. Pada bagian akhir cerita kita
ketahui bahwa anak muda ini pergi dengan sedih dan tidak mengikut
Yesus.
Menurut saya, Petrus dan anak muda yang kaya di atas bertindak
berdasarkan konsep tertentu. Kita bisa melihat dalam masyarakat atau
diri kita sendiri bahwa segala tindakan dan ucapan kita berdasar pada
konsep di dalam batok kepala kita atau cara pandang kita terhadap
sesuatu. Pada contoh pertama Petrus bertindak atas konsep bahwa hanya
orang Yahudi yang dipilih Allah, dan bangsa lain adalah orang kafir.
Karena itu, orang Yahudi tidak mau bergaul dengan orang kafir.
Pada kasus kedua, anak muda yang kaya itu memegang konsep bahwa
kehidupan kekal dapat diperoleh melalui perbuatan baik. Konsep
memperoleh keselamatan melalui perbuatan baik ini mewakili cara
berpikir saat itu tentang keselamatan, yang ternyata masih ada dalam
benak banyak orang saat ini.
Allah memberikan penglihatan kepada Petrus agar Petrus mengubah konsep
atau cara pandang yang dipegangnya hingga saat itu. Dengan perubahan
yang dialami Petrus, Injil dapat disampaikan kepada orang-orang non-
Yahudi. Pada contoh kedua, Yesus ingin mempertentangkan konsep yang
dianut orang itu dengan konsep keselamatan sebagai anugerah melalui
iman kepada Tuhan Yesus.
Dari contoh di atas, kita bisa melihat bahwa suatu saat Tuhan menuntut
kita untuk mengubah konsep atau cara pandang kita terhadap sesuatu.
Dan Tuhan ingin mengerjakan sesuatu yang lebih besar lagi melalui
perubahan itu.
Konsep lama apakah yang sekarang ini masih melekat dalam kepala Anda
berkaitan dengan pelayanan anak? Kami mengalami perubahan saat
membantu dan melayani bersama tim MEBIG Jepang. Teman-teman lulusan
sekolah teologi yang kini bersama-sama melayani di MEBIG Indonesia
juga mengalami perubahan yang sama. Beberapa perubahan cara pandang
itu kami uraikan di bawah ini.
Pelayanan anak sama pentingnya dengan pelayanan lain, bukan
sekadar agar mereka tidak mengganggu pelayanan orang dewasa.
Anak-anak bukanlah manusia mini. Mereka adalah manusia yang utuh,
karena itu membutuhkan Juruselamat seperti halnya orang dewasa.
Anak-anak bisa melayani Tuhan oleh kuasa Roh Kudus.
Pelayan anak yang melayani kebaktian Sekolah Minggu memiliki
kedudukan yang sama dengan anak-anak di hadapan Allah.
Pelayan anak harus mencari cara kebaktian yang sesuai dengan
dunia anak-anak dan bukannya memaksakan cara orang dewasa
berbakti.
Yang disampaikan dalam pelayanan anak adalah kebenaran firman
Tuhan, bukannya sekadar cerita, apalagi moralisme.
Yang paling penting dalam pelayanan anak bukanlah metode,
melainkan penyerahan diri total dari setiap pelayan anak.
Perubahan konsep dan cara pandang ini akan mengubah cara pelayanan
kita. Bila kita benar-benar mau menyerahkan diri untuk melayani anak-
anak, dan benar-benar mengasihi mereka, maka kita tidak akan melayani
dengan sembarangan. Kita tidak akan mengajar tanpa persiapan yang
matang. Kita tidak akan menyampaikan cerita Alkitab seperti halnya
dongeng pengantar tidur. Kita tidak akan menjadikan pelayanan anak
sekadar seperti sebuah panti pengasuhan (baby sitting) anak-anak yang
orang-tuanya sedang ikut kebaktian.
Kalau kita benar-benar mengasihi mereka, kita pasti rindu mereka
mengenal Kristus sedini mungkin. Karena itu kita menyampaikan firman
Tuhan yang hidup kepada mereka. Ya, firman Tuhan yang dapat mengubah
hati, dan bukan sekadar cerita kosong. Kita rindu hati mereka dijamah
oleh Tuhan, bukan kepalanya saja yang diisi. Agar dapat mencapai hal
seperti itu, kita harus membuat kebaktian anak semenarik mungkin
sehingga mereka selalu ingin datang.
Segala cara dan upaya akan kita lakukan untuk merebut mereka dari
pengaruh dunia ini, dan kita harus mempersiapkan diri seperti hendak
maju ke medan peperangan. Kita berpacu dengan waktu, karena zaman ini
menyediakan banyak 'godaan' untuk menarik anak-anak Tuhan. Kita akan
memerhatikan anak-anak yang merupakan domba titipan Sang Gembala
Agung. Karena itu, kita akan menelepon atau mengunjungi anak-anak yang
sudah lama tidak datang, atau yang sedang sakit, atau yang sedang
mempersiapkan diri menghadapi ujian. Kehadiran yang singkat sekalipun
akan meninggalkan kesan mendalam bagi anak-anak itu.
Dalam pelayanan, kami membantu gereja-gereja yang hendak membangun
pelayanan anak yang lebih baik. Di sana, yang sering kami temukan
bukanlah orang yang tidak bisa apa-apa dalam pelayanan anak. Justru
kebanyakan dari mereka memiliki kemampuan bercerita yang baik, dapat
membuat dan menggunakan alat peraga dengan baik, dsb. Hanya kerap kali
mereka belum mengalami perubahan konsep dan cara pandang tentang anak
dan pelayanan anak, serta kurang menyerahkan diri dengan segenap hati
dan tenaga untuk melayani anak. Banyak di antaranya yang mengajar
sebagai sambilan dari pelayanan lain, atau karena tidak ada kegiatan
lain. Akibatnya, banyak yang menganggap bahwa Sekolah Minggu bukanlah
kebaktian yang harus dilakukan dan dipersiapkan sebaik mungkin. Kalau
Sekolah Minggu bukan kebaktian, lalu apakah acara itu: sekolah untuk
meningkatkan intelektualitas, taman bermain, atau yang lain? Tak heran
kalau kita melihat anak-anak ribut saat firman Tuhan disampaikan.
Untuk menguatkan bahwa yang terpenting adalah penyerahan diri dan cara
pandang kita seperti yang telah kami tulis di atas, ada baiknya kita
mendengarkan pendapat seorang pelayan anak yang tangguh dan yang telah
dengan sungguh-sungguh bekerja untuk menjangkau anak-anak. Ia adalah
Pendeta Bill Wilson.
Pendeta Bill Wilson menyatakan, "... teknik-teknik di kelas dan
strategi-strategi pengajaran hanya membuang-buang waktu jika Anda
tidak memedulikan anak-anak yang berusaha Anda jangkau itu dengan
segenap hati. Pelayanan ini harus dimulai dari dalam. Tanpa ada api
yang membakar hingga ke tulang belulang Anda, maka semua tak ada
artinya, betapa pun banyaknya majalah triwulan guru yang Anda baca
atau berapa tahun Anda telah menjadi guru."
Lebih jauh ia menambahkan, "Setiap Minggu, saat saya menyampaikan apa
yang telah kami persiapkan dengan kerja keras, saya menganggap saat
itu bagaikan surga atau neraka-karena sesungguhnya memang demikian
.... Bila Anda memandang kelas Anda sebagai sesuatu yang kurang
penting dibanding masalah hidup dan mati, maka Anda tidak pantas
menjadi guru. Bila Anda terlambat sepuluh menit masuk ke dalam kelas
setiap minggu, Anda harus berhenti menjadi guru. Anda tidak akan
terus-menerus datang terlambat di tempat kerja, tetapi saya berani
menduga bahwa sebagian di antara Anda melakukannya pada hari Minggu."
Pertanyaannya sekarang: apakah Anda mau melayani? Kalau jawabannya ya,
apakah Anda mau melayani anak-anak di gereja? Kalau jawabannya ya,
maukah Anda melakukan pelayanan itu dengan sungguh-sungguh? Anda harus
mengubah konsep atau cara pandang lama Anda yang sudah tidak sesuai.
Coba lihat ke dalam diri Anda, adakah konsep dan cara pandang Anda
yang kurang tepat terhadap anak-anak dan pelayanan anak? Yang
terpenting bukanlah metode atau cara Anda melayani, melainkan adakah
hati Anda sungguh-sungguh terbakar untuk pelayanan ini? Adakah Anda
rela menyerahkan diri untuk pelayanan ini? Kita tidak perlu malu
mengakui bila kita salah. Tuhan menghendaki agar kita mengubah cara
pandang dan cara berperilaku, sehingga dengan demikian kita akan
dipakai Tuhan untuk pelayanan yang lebih baik lagi. Maukah Anda
berubah?
|