PRK-Referensi 01a

Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01b

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Bagaimana Orang Kristen Dapat Beroleh Anugerah Baru untuk
Memperbaharui Kehidupan Rohani Mereka
Kode Pelajaran : PRK-R01a

Referensi PRK-R01a diambil dari:

Judul artikel : Bagaimana Orang Kristen Dapat Beroleh Anugerah Baru untuk
Memperbaharui Kehidupan Rohani Mereka
Judul buku : Kemuliaan Kristus
Penulis : John Owen
Penerbit : Surabaya: Momentum, 1998
Halaman : 96-97

REFERENSI PELAJARAN 01 - DASAR PEMBENTUKAN ROHANI KRISTEN DAN DISIPLIN ROHANI

Natur kehidupan rohani kita seharusnya bertumbuh dan semakin bertumbuh, sebelum akhirnya mencapai kesudahannya. Ada sejenis iman sementara yang segera akan menjadi layu dan lenyap. Ini digambarkan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri: "Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja" (Matius 13:20,21). Sebaliknya, iman sejati digambarkan seperti berikut: "Jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari" (Ams 4:18). Sinar mentari di pagi hari dapat terlihat sangat mirip dengan sinar mentari di sore hari. Perbedaannya adalah bila sinar yang satu semakin lama semakin terang hingga mencapai terang sempurna, maka sinar yang satunya lagi secara perlahan tapi pasti terus menggelap hingga mencapai kegelapan sempurna pada tengah malam.

Demikianlah perbedaan antara orang percaya sejati dengan orang yang tidak rohani. Di mana ada anugerah yang menyelamatkan, di sana juga terdapat pertumbuhan yang berkesinambungan sampai pada kesudahannya. Kadangkala, jiwa kita sepertinya justru semakin mundur dan bukannya semakin maju. Bila ini terjadi, maka anugerah Allah tidak akan memberinya kelegaan, sampai kemudian jiwa tersebut pulih dan bertumbuh kembali. Mereka yang bukan orang percaya sejati tertipu oleh jiwa mereka sendiri dan tidak berusaha menyembuhkan diri mereka sendiri dari kebinasaan kekal yang telah menanti mereka. Adakalanya, ketika seseorang sudah bertobat, ia juga mengalami suatu masa kegelapan ataupun suatu masalah besar yang bersumber dari godaan setan. Namun anugerah yang telah diterimanya, yang bagaikan sinar mentari pagi itu, akan bersinar semakin dan semakin terang, melenyapkan semua awan dan kegelapan.

Kehidupan rohani pun seperti air hidup, mata air yang terus memancar sampai kepada hidup yang kekal (lihat Yohanes 4:10,14). Sebuah kolam, betapa pun besarnya, dapat menjadi kering kerontang di musim kemarau. Demikian pula, kehidupan sejumlah orang yang menyebut diri mereka Kristen, akan menjadi kering ketika mereka mengalami masalah atau pencobaan. Kehidupan rohani dari orang percaya sejati tidak akan pernah gagal, melainkan akan terus bertumbuh.

Janji-janji Allah merupakan sarana yang olehnya kita pertama kali percaya. Janji-janji yang berharga ini jugalah yang memeliharakan agar natur Ilahi tetap hidup di dalam kita (lihat 2 Petrus 1:4). Mari kita melihat salah satu janji itu: "Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu, dan berkat-Ku ke atas anak cucumu" (Yesaya 44:3,4). Ini bukan sekedar janji bagi orang Yahudi saja, namun juga bagi gereja Yesus Kristus. Di dalam diri kita, kita ini bagaikan tanah yang kering serta haus, yang sama sekali tidak menghasilkan buah, namun Allah berkenan mencurahkan Roh serta berkat- berkat anugerah-Nya. Dengan janji inilah, kita dapat bertumbuh bagaikan pohon yang ditanam di tepi aliran air.

Mengenai anugerah yang diberikan pada saat seseorang dilahirbarukan itu, memang adalah diberikan secara cuma-cuma dan tanpa syarat. Namun, ada sejumlah syarat yang menyertai janji-janji yang melaluinya orang percaya dapat bertumbuh di dalam anugerah. Ketaatan mutlak kepada Injil dituntut dari kita, bila kita berkeinginan menghasilkan buah rohani (lihat 2 Petrus 1:4-10). Hal utama yang membedakan antara kemuliaan dan keindahan gereja yang dinyatakan dalam janji-janji Injil, dengan kehidupan gereja yang dinyatakan dalam kesaksian hidup orang-orang yang mengaku Kristen adalah bahwa mereka ini tidak memenuhi syarat-syarat tersebut.

Allah telah menyediakan makanan bagi kehidupan rohani kita agar dapat bertumbuh dan menjadi bertambah kuat. Makanan ini adalah Firman Allah (lihat 1 Petrus 2:2,3). Jika kita tidak memakan makanan kita sehari-hari, kita menjadi lemah dan tidak berdaya. Jadi, kita harus menghargai dan memakan firman yang telah dianugerahkan oleh Allah kita yang baik itu, demi menjaga kehidupan rohani kita agar tetap sehat dan bertumbuh, bahkan di usia lanjut kelak.

PRK-Referensi 04c

Pelajaran 04 | Pertanyaan 04 | Referensi 04a | Referensi 04b

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Doa dan Puasa Untuk Gereja Sebagai Bentuk Pelayanan (Ezra 8:21-23)
Kode Pelajaran : PRK-R04c

Referensi PRK-R04c diambil dari:

Judul asli artikel : Doa dan Puasa Untuk Gereja Sebagai Bentuk Pelayanan (Ezra 8:21-23)
Nama situs : www.gkri-exodus.org
Penulis : Yakub Tri Handoko, Th.M.
Alamat URL : http://www.gkri-exodus.org

DOA DAN PUASA UNTUK GEREJA SEBAGAI BENTUK PELAYANAN

(Ezra 8:21-23)

Pendahuluan.

Sebelum membahas teks di atas secara lebih detil, kita perlu mengetahui latar belakang dari teks itu. Kitab Ezra pasal 1-6 menceritakan kisah kepulangan sebagian bangsa Yehuda dari Babel di bawah kepemimpinan Zerubabel. Tugas utama yang dikerjakan oleh Zerubabel adalah membangun bait Allah. Setelah mengalami tantangan dari musuh-musuh mereka, bait Allah akhirnya dapat dibangun kembali dan bangsa Yehuda bisa beribadah di sana (6:15-22).

Ezra memimpin bangsa Israel kembali ketanah perjanjian.

Walaupun bait Allah sudah ada, namun ada satu hal yang masih kurang, yaitu pengajaran Taurat. Pembuangan ke Babel telah mengajar bangsa Yehuda suatu pelajaran rohani yang penting: ketidaktaatan terhadap Taurat akan membawa hukuman (band. Ul 11:26-28; 30:1). Setelah dipulangkan Tuhan ke tanah perjanjian, mereka harus berubah dan mencoba menaati Taurat. Mereka membutuhkan pengajaran Taurat yang lebih intensif, karena selama pembuangan di Babel kesempatan untuk belajar Taurat sangat terbatas. Untuk keperluan inilah Ezra memimpin kepulangan bangsa Yehuda berikutnya. Ezra memang memiliki misi lain yaitu membawa berbagai persembahan (7:15-24; 8:25) – tetapi tujuan utamanya adalah mengajarkan Taurat (7:14, 25-26). Ezra adalah seorang yang sangat ahli dalam Taurat Musa (7:6). Bukan hanya itu, dia memiliki tekad untuk menyelidiki, melakukan dan mengajarkan Taurat (7:10).

Ketika Ezra pulang bersama rombongan, sampailah mereka di sungai Ahawa (8:15). Posisi sungai ini tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi jarak antara sungai ini dan Babilonia sekitar 9 hari. Perkiraan ini didapat dari perhitungan keberangkatan Ezra dari Babilonia pada tanggal 1 bulan ke-1 (7:9) dan keberangkatan dari Sungai Ahawa pada tanggal 12 bulan ke-1 (8:31). Dengan memperhitungkan 3 hari mereka tinggal di dekat sungai ini (8:15), kita dapat menarik kesimpulan bahwa jarak Babilonia dan sungai Ahawa adalah sekitar 9 hari.

Ketika tinggal beberapa hari di sungai Ahawa, Ezra baru menyadari bahwa dalam rombongannya tidak ada orang-orang Lewi (8:15), padahal mereka sangat diperlukan untuk menyelenggarakan ibadah di bait Allah (8:17b). Akhirnya dia meminta didatangkan orang-orang Lewi dari daerah Kasifya. Hasilnya, orang-orang Lewi yang mau pulang hanyalah 38 orang (8:18-19). Yang paling banyak justru adalah para budak bait Allah yang bukan dari keturunan Lewi (8:20). Keengganan orang-orang Lewi untuk pulang kemungkinan besar disebabkan dua faktor: (1) Mereka sudah memiliki mata pencaharian tetap dan mapan di pembuangan. (2) Posisi mereka di bait Allah lebih rendah daripada orang-orang Lewi lain dari keturunan Harun yang berprofesi sebagai imam.

Perintah untuk mengadakan puasa (ayat 21).

Setelah orang-orang Lewi dan para budak bait Allah datang, Ezra lalu memerintahkan semua bangsa Yehuda untuk berpuasa supaya perjalanan mereka dapat berlangsung dengan aman. Mereka membutuhkan perlindungan khusus dari Allah. Mengapa mereka perlu berpuasa dan menguatirkan perjalanan mereka? Mereka perlu melakukan ini karena mereka akan menempuh perjalanan yang panjang selama 4 bulan (7:9). Selain itu, perjalanan ini bukanlah perjalanan yang aman dan menyenangkan. Mereka menguatirkan serangan dari pihak musuh dan penyamun (band. 8:31). Mereka tidak hanya kuatir dengan diri mereka, tetapi juga anak-anak kecil dan harta benda yang mereka bawa (8:21). Musuh-musuh yang sebelumnya merintangi pembangunan bait Allah pada jaman Zerubabel pasti telah mendengar berita kepulangan mereka dan bersiap mengganggu mereka di tengah jalan. Para penyamun juga pasti mengincar harta benda mereka yang sangat banyak. Kalau dihitung dengan perhitungan modern, harta benda yang mereka bawa (8:26-27) adalah sebagai berikut: perak 24,5 ton, perlengkapan perak dan emas masing-masing 3,75 ton serta piala emas 19 pounds. Dengan semua kondisi ini, mereka pantas untuk meminta pertolongan dari Tuhan, apalagi sebagian besar dari rombongan ini lahir di Babel dan tidak memiliki pengalaman berperang.

Tujuan puasa (ayat 21b).

Puasa bukanlah tujuan. Puasa hanyalah instrumen. Dalam ayat ini Ezra menjelaskan tujuan dari puasa. Pertama, puasa bertujuan untuk merendahkan diri di hadapan Allah. Kata Ibrani "anah" yang diterjemahkan "merendahkan diri" bisa berarti "menyiksa diri" (KJV) atau "merendahkan diri" (mayoritas versi). Manapun yang kita ambil, maknanya tetap sama. Bagi orang Israel, menyiksa diri dalam puasa memiliki makna yang sama dengan merendahkan diri. Kalau agama kafir kuno waktu itu memanipulasi penyiksaan diri sebagai cara untuk memaksa dewa memenuhi permintaan manusia (1Raj. 18:28), bangsa Israel memahami penyiksaan diri ini sebagai peringatan bahwa Tuhan secara khusus memperhatikan mereka yang tertindas, tersiksa dan tidak ada harapan. Dengan berpuasa orang Israel mengingatkan diri mereka bahwa mereka sangat lemah dan tidak memiliki pengharapan apapun dari pihak lain selain dari Tuhan.

Hal yang sama berlaku untuk kita. Selama puasa kita disadarkan betapa kita sangat lemah dan tidak mampu melanjutkan hidup tanpa makanan. Kalau tanpa makanan saja kita tidak mampu bertahan, bagaimana kita dapat melanjutkan hidup tanpa Tuhan? Berpuasa merupakan momen yang tepat untuk menyadari ketidakberdayaan kita di hadapan Tuhan dan menyadari bahwa hidup kita sangat bergantung pada topangan tangan Tuhan.

Kedua, puasa bertujuan untuk memohon kepada Allah. Kata kerja Ibrani dibalik terjemahan "memohon" berbentuk stem Piel, sehingga seharusnya mendapat penekanan. Beberapa versi dengan tepat menerjemahkan kata ini dengan "mencari" (ASV/NASB/NKJV). Terjemahan ini lebih mengekspresikan makna penekanan. Hal ini juga sesuai dengan penggunaan kata kerja "mencari" di ayat 22 dan 23.

Ketika kita berpuasa kita tidak hanya memohon sesuatu secara biasa- biasa saja. Kita sungguh-sungguh mencari wajah Tuhan. Hal ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu sungguh-sungguh pada waktu tidak puasa. Kita tetap harus bersungguh-sungguh dalam setiap doa, tetapi puasa memiliki tingkat kesungguhan yang lebih tinggi. Kita bukan sekedar memohon, tetapi mencari Tuhan. Ada usaha yang lebih besar yang harus kita lakukan ketika berpuasa.

Alasan puasa (ayat 22).

Di ayat ini Ezra menjelaskan mengapa dia memilih berpuasa dan tidak mau meminta perlindungan dari raja (band. kata sambung "karena" di awal ayat 22). Dia telah meyakinkan diri di hadapan raja bahwa Tuhan akan melindungi orang yang mendekat kepada-Nya. Konsep seperti ini diajarkan beberapa kali dalam Alkitab. Dalam 1 Tawarikh 28:9 Tuhan berjanji bahwa Ia menyediakan diri untuk ditemui oleh mereka yang mencari Dia. Konsep yang sama muncul di 2 Tawarikh 15:2.

Sikap Ezra di sini sedikit berbeda dengan Nehemia yang memimpin rombongan bangsa Yehuda selanjutnya. Nehemia mau menerima perlindungan yang disedikan oleh raja (Neh. 2:9). Para sarjana berdebat tentang perbedaan ini. Beberapa menganggap Ezra bersalah karena sombong secara rohani. Beberapa yang lain melihat Nehemia sebagai orang yang lemah imannya. Sebagian yang lain memilih jalan tengah dengan cara tidak mau membandingkan kualitas iman Ezra dan Nehemia.

Kita tidak tahu persis mengapa Ezra menolak dikawal oleh tentara raja. Apakah raja tidak memberikan tawaran kepada Ezra sama seperti dia memberi tawaran kepada Nehemia karena Nehemia adalah pemimpin politik (Neh. 10:1)? Mungkin! Tetapi kita tidak dapat memastikan. Kemungkinan besar Ezra juga mendapat tawaran pengawalan. Kita sebaiknya memang menyadari bahwa pergumulan iman setiap orang berbeda-beda. Ezra adalah ahli kitab, sedangkan Nehemia adalah tokoh politik. Kita tidak boleh menuntut mereka menunjukkan bukti iman yang sama. Kesediaan Nehemia untuk dilindungi tentara tidak menunjukkan bahwa dia kurang beriman. Hal ini mungkin sekedar prosedur normal pada waktu itu yang harus ditaati oleh Nehemia dalam kapasitasnya sebagai tokoh politik.

Yang paling penting, kita perlu memperhatikan pernyataan iman Ezra. Iman inilah yang menjadi dasar atau alasan bagi tindakan puasa yang dia lakukan. Ezra dengan tegas telah menyatakan kepada raja bahwa dia mempercayai tangan Tuhan untuk melindungi perjalanannya. Ungkapan "tangan Tuhan" di sini merupakan sesuatu yang menarik dan penting. Ungkapan ini muncul berkali-kali di kitab Ezra pasal 7-8. Tangan Tuhan membuat raja memberikan kepada Ezra apapun yang dia inginkan (7:6). Tangan Tuhan melindungi perjalanan dari Babilonia sampai ke Yerusalem (7:9; 8:31). Kepulangan ke Yerusalem pun diatur oleh tangan Tuhan (7:28b). Kepulangan sebagian kecil dari orang-orang Lewi tidak luput dari campur tangan Tuhan (8:18).

Kebergantungan kepada tangan Tuhan merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Bangsa Yehuda sedang menghadapi kemungkinan bahaya dari tangan-tangan lain yang teracung melawan mereka (6:12). Tangan-tangan ini berupaya menghalangi kepulangan mereka ke Yerusalem dan pembangunan bait Allah di sana.

Iman Ezra merupakan hal yang patut dihargai. Ia sebenarnya dapat meminta perlindungan kepada raja atau pemimpin di daerah-daerah yang dia lalui, tetapi dia memutuskan untuk bergantung pada Tuhan. Ia juga tidak bersandar pada tindakan puasa itu sendiri, tetapi kepada tangan Tuhan. Yang paling penting dalam puasa bukanlah seberapa hebat usaha kita, namun seberapa kuat tangan ilahi yang menopang kita.

PRK-Referensi 06b

Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06a

Nama Kursus : Pembentukan Rohani Kristen
Nama Pelajaran : Spiritual Dehydration (Kekeringan Rohani)
Kode Pelajaran : PRK-R06b

Referensi PRK-R06b diambil dari:

Judul Artikel : The Disillusioned Christian
Penulis Artikel : Ken Abraham
Penerbit : Here's Life Publishers, 1991
Halaman : 31 - 43
  • Artikel ini pernah dipublikasikan e-Konsel edisi 13 (1-4-2002)
  • Alamat URL: http://www.sabda.org/publikasi/e-konsel/013/


Spiritual Dehydration (Kekeringan Rohani)

Pengikut-pengikut Yesus yang paling aktif kadang-kadang menemukan diri mereka merasa terkuras habis dan kering kerontang secara rohani. Pendeta-pendeta dan pekerja-pekerja gereja lainnya juga sering merasa demikian pada hari Minggu. Terutama jika seminggu sebelumnya mereka dipenuhi kesibukan dan kegiatan rohani yang luar biasa banyaknya, apalagi pada perayaan hari-hari besar Kristen. Setelah melalui satu minggu yang sibuk, saya sering berkata kepada istri saya, Angela, "Saya merasa seakan-akan seseorang telah menyeret kaki saya dan menguras habis energi saya!"

Pekerja-pekerja gereja bukanlah satu-satunya yang mengalami pengaruh-pengaruh berkepanjangan dari "kekeringan rohani". Siapapun yang bekerja menghadapi publik secara terus-menerus pasti mengetahui perasaan ini. Pelayan dalam bidang jasa, guru, pekerja kesehatan dan para pekerja sosial adalah orang-orang yang rentan dan mudah mengalami "kekeringan rohani".

Tak dapat dihindari, orang-orang yang tinggal atau bekerja dalam lingkungan yang amat menekan akan menemukan sumber energi mereka menjadi kering. Orangtua yang mengasuh anak-anak dan remaja juga sering mengalami persediaan spiritual/rohani mereka menjadi terkurang habis (kosong).

Ironisnya, orang Kristen yang paling aktif adalah kandidat/calon paling utama yang mengalami "kekeringan rohani". Mengapa? Karena sangatlah mudah untuk menjadi begitu sibuk saat melakukan "pekerjaan Tuhan" sampai anda memiliki sedikit atau tidak ada waktu sisa untuk menikmati kehadiran Tuhan.

ANDA TIDAK BISA MEMBERIKAN APA YANG TIDAK ANDA MILIKI

"Kekeringan rohani" tidak hanya disebabkan karena kita terus-menerus memberi, tetapi juga karena kegagalan untuk mengisi kembali sumber- sumber daya rohani yang kita miliki.

Seringkali, merupakan keuntungan bagi saya untuk dapat berbicara dengan para pendeta dan pelayan Kristen. Yang saya perhatikan, persoalan serius yang mereka hadapi adalah "kekeringan rohani". Saya katakan kepada mereka, "Anda tidak bisa memberikan sesuatu yang belum anda terima." Anda berpikir bahwa persekutuan anda dengan Yesus sebanding dengan pelayanan yang anda lakukan untuk Dia. Namun justru kebalikannya. Pelayanan anda ada disebabkan karena adanya persekutuan dengan Dia. Tanpa memiliki persekutuan dengan Yesus, semua pelayanan anda hanya menjadi sebuah pertunjukan dan kepura- puraan.

Ilustrasi:

Hampir sepanjang hidup saya tinggal di Pennsylvania bagian barat dekat Pittsburgh, sebuah kota yang diidentikkan oleh sebagian besar orang dengan baja, batubara dan cerobong-cerobong asap yang memuntahkan kotoran ke udara. Beberapa waktu yang lalu, gambaran itu memang tepat untuk kota ini, tetapi sekarang tidak lagi. Saat ini Pittsburgh adalah salah satu pemandangan yang terindah di Amerika. Datang melalui terowongan Fort Pitt, salah satu dari terowongan- terowongan yang menjadi jalur lalu lintas menuju ke daerah pusat kota, saya menyaksikan saat kota ini berkembang dan memiliki pemandangan luas yang indah tepat di depan mata. Berapa kalipun saya melihatnya, hal itu masih merupakan pemandangan yang mengagumkan.

Suatu hari saat mendekati terowongan-terowongan tersebut pada jam sibuk, saya terjebak kemacetan lalu lintas yang luar biasa. Mobil- mobil dan truk berbaris bermil-mil, menunggu agar dapat melewati terowongan tersebut. Saat kendaraan-kendaraan merayap turun dari sebuah bukit menuju terowongan-terowongan tersebut, lebih banyak lagi kendaraan lain yang menyusul rangkaian itu, memperparah kebuntuan jaringan jalan bebas hambatan yang sudah kelebihan beban tersebut. Emosi memuncak dan radiator memanas makin menambah rumit keadaan. Perjalanan yang seharusnya hanya membutuhkan waktu 20 menit dari bandar udara menuju kota ternyata memakan waktu saya selama hampir dua jam.

Penyiar berita pada malam itu mengungkapkan penyebab terjadinya kemacetan tersebut. Ada sebuah mobil kehabisan bensin di tengah terowongan, pengemudi dan keluarganya duduk diam di dalam mobil itu karena ketakutan (ditambah lagi dengan mendengar umpatan-umpatan kasar dari para pengemudi lain saat mereka melintas). Karena takut untuk keluar dari mobil dan mencari bantuan, mereka tetap terhalang dan terhenti di tengah jalur cepat.

Tidak hanya si pengemudi telah membahayakan dirinya, tetapi dia juga telah membahayakan seluruh keluarganya dan hampir menyebabkan terjadinya bencana bagi ratusan orang lainnya. Bersyukur karena tidak terjadi malapetaka, namun pengemudi tersebut tentu saja telah membuntukan jaringan jalan bebas hambatan dan menyusahkan begitu banyak orang.

AKIBAT KEKERINGAN ROHANI

Hal yang sama terjadi saat anda mengalami "kekeringan rohani". Kemungkinan anda adalah orang yang kehabisan bensin, namun dampak- dampak dari "kekeringan rohani" yang anda alami mempengaruhi orang- orang di sekitar anda. "Kekeringan rohani" yang dialami seorang pendeta menandakan kematian jemaatnya; tangki rohani seorang ayah yang kosong akan mengorbankan anggota-anggota keluarganya; seorang atasan yang persediaan spiritualnya kering akan memberikan kesan spiritual yang buruk pada para pekerjanya. Lusinan, kadang-kadang ratusan, bahkan mungkin ribuan orang lain terpengaruh secara negatif manakala seorang Kristen membiarkan dirinya kehabisan bahan bakar secara rohani.

BEBERAPA INDIKASI KEKERINGAN ROHANI

  1. "Kekeringan rohani" akan jelas terlihat jika kita melakukan banyak aksi pelayanan tapi memiliki motivasi yang kurang benar.
  2. Jika kita sering menggunakan jargon-jargon Kristen tetapi dalam kehidupan nyata kita tidak memiliki kuasa rohani, maka kita sebenarnya sedang mengalami "kekeringan rohani".
  3. Orang yang "kekeringan rohani" ditandai dengan banyaknya menekankan doktrin-doktrin tapi hidup tanpa kasih di dalamnya.
  4. Tanda lain dari "kekeringan rohani" adalah ketika kita menjadi pelayan Kristen yang bekerja paling keras tapi sekaligus juga menjadi pengkritik yang paling keras terhadap orang lain dan diri sendiri.
  5. Jika seorang pelayan Tuhan tiba-tiba berhenti melayani pekerjaan Tuhan yang biasanya paling ia sukai, karena sebab-sebab yang tidak jelas atau tidak penting, mungkin anda sedang mengalami "kekeringan rohani".

SUMBER UNTUK MENYEMBUHKAN KEKERINGAN ROHANI

Jika anda mengalami tanda-tanda di atas, kembalilah kepada Tuhan yang menjadi sumber kekuatan kita, seperti yang dikatakan Yesaya,

"tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru:" (Yesaya 40:31)

Percayalah kepada kekuatan Allah dan jangan pada kekuatan diri sendiri. Allah berkuasa untuk menciptakan sumber kekuatan rohani untuk mengisi bejana anda yang kosong. Ia adalah "Yehova Jireh", Allah yang menyediakan. Ia bukan Allah yang hanya menonton tapi Ia terlibat dalam detik demi detik hidup kita hingga saat ini. Ia tidak pernah terlalu sibuk dan terlalu capai untuk mendengarkan dan berkomunikasi dengan kita.

Ketika kita mengalami "kekeringan rohani", jangan biarkan kesombongan kita menyebabkan kita semakin jauh dari Tuhan. Panggillah nama-Nya, ijinkan Dia untuk membangkitkan semangat anda lagi dan memulihkan kekuatan anda. Dengarlah suara-Nya, peganglah janji-Nya, karena Ia adalah setia.

PRK-Referensi 06a

Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06b

Nama Kursus : Pembentukan Kerohanian Kristen
Nama Pelajaran : Dasar Pembentukan Rohani Kristen dan Disiplin Rohani
Kode Pelajaran : PRK-R06a

Referensi PRK-R06a diambil dari:

Judul artikel : Bagaimana Orang Kristen Dapat Beroleh Anugerah Baru untuk Memperbaharui Kehidupan Rohani Mereka
Judul buku : Kemuliaan Kristus
Penulis : John Owen
Penerbit : Surabaya: Momentum, 1998
Halaman : 98-105

REFERENSI PELAJARAN 06a - Dasar Pembentukan Rohani Kristen dan Disiplin Rohani


Orang percaya dapat mengalami pencobaan serta kejenuhan di dalam kehidupan rohani mereka.

Namun, orang percaya sejati akan segera menyadari bilamana mereka menderita suatu penyakit rohani, selain juga selalu merindukan agar dapat dipulihkan sedini mungkin. Merupakan suatu pengalaman menyedihkan yang dialami oleh semua orang percaya di semua gereja di seluruh dunia, bila kelemahan umum dalam kehidupan rohani mereka telah menyebabkan hilangnya kasih, pekerjaan baik, maupun iman mereka yang mula-mula. Ini benar-benar terjadi dalam kehidupan jemaat gereja-gereja di Asia, bagi siapa Yohanes telah menuliskan Kitab Wahyu pasal 2 dan 3.

Ada pula pencobaan yang datang secara mendadak, tetapi yang membawa akibat yang berkepanjangan. Daud mengungkapkannya dalam Mazmur 38. Ia merasa terpisah dari Allah, dan dengan bodohnya ia tetap melanjutkan berkubang dalam lumpur dosa dan bukannya berusaha memohonkan belas kasihan-Nya. Ia mengetahui kesedihan Allah dan merindukan untuk dibawa keluar dari penderitaan tersebut. Kita mungkin belum pernah mengalami seperti yang dialami Daud, namun apapun tingkatan dosa kita, hati akan mengenal kepedihannya sendiri (Amsal 14:10). Ada banyak hal yang dapat menyebabkan terkikisnya kehidupan dan kekuatan rohani kita. Kita telah begitu terbiasa dengan kegiatan ibadah gereja ataupun acara penyembahan pribadi, sehingga mulai tidak dapat meresapi maknanya. Kita dapat pula menjadi terlalu sibuk dengan berbagai kesenangan dan masalah kehidupan, dan tidak berusaha mematikan dosa-dosa yang secara alamiah memang begitu menarik bagi kita.

Sebagian orang yang menyebut diri mereka Kristen, tidak lagi menikmati suatu kehidupan dan kepenuhan yang bersumber dari kepercayaan mereka pada janji-janji Allah. Mereka perlu disadarkan akan keadaan mereka yang sakit dan perlu segera mendapat pertolongan. Banyak orang percaya yang telah mengijinkan hadirnya kemalasan, kelalaian, ataupun berbagai pencobaan lainnya dalam kehidupan mereka. Daud mengenal semua itu dan mengungkapkan perasaan sukacitanya setelah beroleh kesembuhan dalam Mazmur 103:1-5. Allah telah memberikan peringatan keras tentang bahaya dari suatu keadaan merana secara rohani, namun sekaligus memberikan janji-janji besar untuk memampukan kita sembuh kembali. Jika Saudara tidak pernah memiliki pengalaman semacam ini, maka itu mungkin karena jiwa Saudara belum pernah berada dalam kondisi yang kuat dan sehat. Seseorang yang sakit dan lemah seumur hidupnya tidak akan dapat memahami bagaimana rasanya menjadi orang yang kuat dan sehat itu. Ada sementara orang yang melakukan segala jenis kejahatan. Jika Saudara mengingatkan mereka akan kejahatan mereka dan akan betapa pentingnya mereka disembuhkan, maka Saudara akan dihina oleh mereka sebagaimana Lot yang dihina oleh bakal menantunya: "Tetapi ia dipandang oleh kedua bakal mantunya itu sebagai orang yang berolok-olok saja" (Kejadian 19:14). Orang-orang semacam itu seharusnya bertanya pada diri mereka sendiri, apakah mereka benar-benar telah mengetahui makna dari anugerah Allah? Atau mungkinkah, Saudara sendiri pun telah ikut terbius di dalam suatu perasaan aman yang membabi-buta? Keadaan Saudara bagaikan jemaat gereja di Laodikia yang berkata "tidak kekurangan apa-apa", dan tidak tahu bahwa mereka sebenarnya "melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang" (Wahyu 3:17). Seperti Efraim, rambut Saudara sudah beruban dan Saudara dalam keadaan sekarat namun Saudara "tidak berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, dan tidak mencari Dia kendati semuanya ini." (Hosea 7:9,10). Saudara sama seperti mereka yang oleh Kristus disebut sebagai "orang sehat", yang tidak memerlukan tabib. Padahal, Kristus "datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa" (Markus 2:17).

Apakah dapat dikatakan bahwa sebagian besar kita telah merasa jenuh dengan Allah, sebagaimana umat-Nya dalam Perjanjian Lama. "Engkau tidak bersusah-susah karena Aku, hai Israel" (Yesaya 43:22). Kerapkali kita gagal untuk secara teratur menyelenggarakan kegiatan doa keluarga, dan tidak memiliki kerinduan yang sejati untuk menghadiri acara-acara penyembahan. Namun, bahkan di tempat di mana kegiatan semacam itu dapat terselenggara secara teratur pun, masih terdapat bahaya kejenuhan yang sering kali membuat kita menghampiri Allah hanya dengan bibir kita, sementara hati kita menjauh daripada-Nya (lihat Matius 15:8). Ada banyak alasan yang membuat kita perlu berdoa dan berjaga-jaga. Ada ribuan masalah dalam kehidupan kita sehari-hari -- yang secara alamiah dapat membawa kita ke dalam suatu kejenuhan -- yang dapat menghalangi kita dalam menyatakan semua anugerah yang telah diberikan Allah bagi kita. Dan khususnya, setiap dosa dalam kehidupan kita yang tidak segera kita bereskan, akan menjadikan penyembahan sebagai suatu beban yang sangat membosankan.

Hal-hal yang paling membawa kemuliaan bagi Allah adalah kerendahan hati-Nya, dukacita-Nya terhadap dosa, sukacita, dan kerelaan-Nya di dalam jalan Allah, kasih-Nya, serta penyangkalan diri-Nya. Apakah kita dapat menghasilkan buah dalam hal-hal sedemikian, bahkan di usia lanjut kelak? (lihat 2 Petrus 1:8). Kita dapat menguji diri kita sendiri dengan merenungkan hal-hal sebagai berikut:

  1. Apakah kita memunyai selera rohani yang baik terhadap Firman Allah dan memiliki pengalaman tentang anugerah Allah? Ada sebagian orang yang mendengarkan khotbah semata-mata demi mendapatkan pembenaran atas pikiran mereka sendiri. Sebagian lainnya bahkan bertujuan untuk menghakimi sang pengkhotbah. Hanya sebagian kecil dari mereka yang benar-benar mempersiapkan diri untuk menerima Firman Allah di dalam hati mereka. Ketika usia kita semakin tua, secara alamiah kita akan kehilangan sebagian besar selera makan kita. Kita mengatakan bahwa rasa makanan-makanan tersebut tidak senikmat seperti ketika kita masih muda dulu. Namun sesungguhnya, diri kitalah yang sedang mengalami perubahan, bukan makanan-makanan tersebut. Demikian pula halnya dengan Firman Allah yang oleh Pemazmur dikatakan lebih manis daripada madu, bahkan madu yang berasal dari tetesan sarang lebah (Mazmur 19:11). Jika kita sedang lapar, kita akan menemukan kemanisan bahkan di dalam teguran yang paling pahit sekali pun.
  2. Apakah kita menjadikan agama sebagai pusat perhatian dalam kehidupan kita? Bagi sebagian besar kita, segala sesuatu boleh didahulukan dibandingkan satu hal mendasar -- kesejahteraan rohani kita. Jika kita terus-menerus disibukkan oleh hal-hal duniawi dan hanya sesekali saja memikirkan realiti-realiti rohani, maka itu merupakan tanda yang jelas betapa kita telah menelantarkan kehidupan rohani kita. Bila itu terjadi, kita akan kehilangan kasih terhadap sesama saudara seiman kita, dan kita pun tidak akan memiliki kerelaan untuk menjawab panggilan Allah yang mengajak kita bertobat dan mengubah cara hidup kita.

Ada sejumlah cara untuk memelihara kekuatan serta kepenuhan rohani kita, bahkan di usia senja nanti:

  1. Tak seorang pun akan kehabisan pengharapan, bahkan meski ia telah jatuh ke tingkat yang sangat rendah sekalipun. Namun, kita hendaknya menggunakan sarana penyembuhan yang tepat. Pohon yang telah tua dan tak lagi dapat berbuah, dapat dihidupkan kembali dengan menggali tanah di sekelilingnya, sebelum kemudian melanjutkannya dengan pemberian pupuk; dan bukannya dicabut dari tempatnya untuk selanjutnya ditanam di tempat lain. Sebagian orang yang mengaku percaya, namun kemudian berpaling kepada kepercayaan lain demi memperoleh pertolongan telah menjadi layu dan akhirnya mati. Seandainya mereka menggunakan sarana yang tepat, mungkin sekarang mereka telah beroleh kesembuhan.
  2. Perbuatan dosa harus dimatikan dan semua pengajaran Kristus harus ditaati secara hati-hati. Tentu saja, kita hendaknya berhati-hati agar tidak sampai jatuh ke dalam kesalahan yang sama dengan orang Farisi. Pengakuan dosa, ziarah, puasa, ataupun doa tidak serta-merta menjadikan kita berkenan kepada Allah. Harus ada suatu usaha ekstra keras untuk mematikan dosa. Membaca Alkitab secara teratur, mendengarkan pemberitaan firman Tuhan, dan berdoa serta berjaga-jaga terhadap dosa, mutlak diperlukan. Dengan begitu, pikiran kita akan tetap bersifat rohani dan sorgawi, baik dalam hal cara berpikir maupun minatnya. Akan tetapi, semua hal ini tidak dapat dilakukan dengan kekuatan kita sendiri. Kita tidak "sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah pekerjaan kami sendiri; tidak, kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah" (2 Kor 3:5). Iman membutuhkan pertolongan Kristus di dalam usaha apapun yang dilakukannya. Tanpa iman, segala sesuatu yang kita lakukan akan menjadi tidak berguna dan tidak berkenan kepada Allah.
  3. Pemulihan orang percaya yang telah kehilangan kesehatan dan kekuatan rohaninya merupakan karya dari suatu anugerah yang berdaulat, karya Allah Yang Mahakuasa, yang kasih dan anugerahNya tak dapat dibendung oleh siapapun. Allah telah menyediakan janji-janji yang besar dan mulia yang dapat kita gunakan seturut dengan rencanaNya. Marilah kita melhat beberapa janji tersebut dalam Hosea 14:

Ayat 2: Israel, umat kepunyaan Allah, kaum pilihanNya, telah tergelincir karena kesalahannya. Hosea telah menubuatkan suatu hukuman yang mengerikan atas kekejian bangsa ini. Namun demikian, tidak ada yang dapat menghalangi Allah yang Mahakuasa itu untuk melaksanakan -- berdasarkan anugerahNya -- rencana-Nya bagi umat-Nya. Allah akan tetap menjadi "Tuhan Allahmu", dan meskipun mereka telah jatuh, mereka dengan penuh kemurahan selalu dipanggil untuk kembali.

Ayat 3: Melalui nabiNya ini, Allah telah menunjukkan kepada Israel, bagaimana mereka seharusnya memohon kepadaNya: "Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik." Tidak ada dosa yang dihapuskan begitu saja. Ketika pengampunan dosa telah diperoleh dan Israel kembali menikmati kasih Allah, maka akan timbul kerinduan untuk mengetahui bagaimana Allah telah mengampuni mereka tanpa syarat dan bahwa mereka tidak lagi berada di bawah murkaNya.

Ayat 4: Allah mengharapkan suatu pengakuan dosa yang tulus ikhlas atas dua jenis dosa yang telah menghancurkan Israel, yakni kebergantungan mereka kepada sesama manusia, serta penyembahan berhala. "Asyur tidak dapat menyelamatkan kami,... kami tidak akan berkata lagi: Ya, Allah kami! Kepada buatan tangan kami. Karena Engkau menyayangi anak yatim."

Ayat 5: Meskipun Allah akan menyembuhkan kebebalan kita dan mengasihi kita tanpa syarat, namun kita dituntut untuk bertobat, dan Ia memberi kita anugerah untuk melakukannya. Allah menyebut diriNya sendiri sebagai "Tuhan yang menyembuhkan engkau" (Keluaran 15:26). Satu-satunya alasanNya untuk menyembuhkan kita adalah kasihNya yang tak ternilai dan tak bersyarat itu. PenyembuhanNya tersebut mencakup pengampunan dosa-dosa kita di masa lampau maupun pemberian anugerah yang memampukan kita untuk berbuah di dalam ketaatan. "Aku akan seperti embun bagi Israel" (ayat 5).

Benar-benar merupakan suatu anugerah bila kebebalan kita dapat disembuhkan, dan bila kita dapat merasakan betapa keindahan serta kemuliaan kasih Allah, belas kasihan dan anugerahNya bekerja lagi di dalam hidup kita. Jangan pernah berhenti berharap untuk menerima mata air anugerah yang demikian menyegarkan itu. Berusahalah mendapatkannya melalui iman Saudara di dalam janji-janji Allah, karena janji-janji tersebut telah ditawarkan melalui Yesus Kristus, Sang Pengantara yang mulia itu.

Semua anugerah yang kita terima hanya bersumber dari Yesus Kristus sendiri. "Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa". "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku" (Yohanes 15:5; Galatia 2:20). Satu-satunya cara untuk kita dapat memperoleh anugerah dan kekuatan rohani dariNya adalah melalui iman. Melalui iman, Ia hidup di dalam hati kita; melalui iman, Ia bertindak di dalam kita; dan melalui iman juga, kita hidup di dalam Anak Allah. Itulah satu-satunya cara untuk kita dapat dipulihkan dan disembuhkan dari kebebalan kita, agar kita dapat berbuah lebat, bahkan juga di hari tua. Kita harus memiliki suatu pandangan yang mantap terhadap kemuliaan Kristus, baik di dalam karakter khususNya, maupun di dalam karya dan anugerahNya, yang dinyatakan kepada kita melalui Alkitab. Di Mazmur 34:6 Daud berkata: "Tujukanlah pandanganmu kepadaNya, maka mukamu akan berseri-seri, dan tidak akan malu tersipu-sipu." Iman mereka terlihat di dalam usaha mereka mencari Dia, yakni mencari Kristus, atau juga mencari kemuliaan Allah di dalam Dia. Sikap percaya mereka timbul dari suatu perenungan tentang apa dan siapa Dia sebenarnya. Mereka telah disegarkan oleh terang rohani yang menyelamatkan, yang telah mereka terima dariNya. Demikian pula halnya dengan kita, saat kita memandang dengan iman (yang sama itu) kepada Yesus Kristus (yang sama pula itu). "Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi" (Yesaya 45:22). Keselamatan kita secara keseluruhan, termasuk segala hal di dalam kehidupan rohani kita, bergantung kepada arah pandangan kita ini. Beginilah cara kita menerima anugerah dan kemuliaan, "Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu Tuhan, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku." (Mikha 7:7).

Suatu pandangan yang berkesinambungan terhadap kemuliaan Kristus akan menghasilkan berkat yang mengubahkan kita semakin dan semakin menyerupai Kristus. Bila cara dan sarana lain telah gagal untuk menjadik an kita serupa dengan Kristus, maka marilah kita mencoba cara ini. Sebagian besar kelemahan rohani serta kegagalan kita untuk berbuah disebabkan karena kita membiarkan hal-hal duniawi memenuhi pikiran kita. Bila kita membiarkan pikiran kita dipenuhi oleh Kristus serta kemuliaan-Nya, dan hati kita dibakar oleh kasih yang besar akan Dia, maka tak mungkin ada satu ruang pun dalam pikiran kita yang akan diisi oleh hal-hal yang lain (lihat Kol 3:1-5). Hanya dengan mengarahkan pandangan kita secara terus-menerus kepada Kristus serta kemuliaan-Nya, kita akan dapat senantiasa dibangkitkan dan dikuatkan untuk terus-menerus berjaga-jaga dan berjuang dalam melawan kelicikan dosa yang menyesatkan. Pengalaman dalam melakukan hal-hal yang mempermuliakan Kristus itu berkuasa membangkitkan keinginan dalam diri kita untuk hanya melakukan hal-hal yang berkenan kepada-Nya.

PRK-Referensi 05b

Pelajaran 05 | Pertanyaan 05 | Referensi 05a

Nama Kursus : Pembentukan Rohani Kristen
Nama Pelajaran : Pengujian atas Pola Pikir Rohani
Kode Pelajaran : PRK-R05b

Referensi PRK-R05b diambil dari:

Judul artikel : Pengujian atas Pola Pikir Rohani
Judul buku : Berpola Pikir Rohani
Penulis : John Owen
Penerbit : Surabaya, Momentum, 2001
Halaman : 29-33

Pengujian atas Pola Pikir Rohani

Kita telah melihat bahwa keberadaan suatu pemikiran rohani, keberadaannya tidak selalu identik dengan keberadaan suatu pola pikir rohani. Hal yang perlu dipertanyakan adalah, apakah pikiran kita berlimpah-limpah dengan pemikiran semacam itu atau tidak (2 Petrus 1:8). Pemikiran rohani yang bersifat temporer tidaklah membuktikan apa-apa. Keberadaan damai sejahtera yang Paulus sebutkan sebagai hasil dari suatu pola pikir rohani, lebih bergantung pada seberapa besar tingkat kepenuhan pikiran kita oleh pemikiran-pemikiran rohani.

Mengenai orang-orang tak beriman, Allah menyatakan, "segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata" (Kejadian 6:5). Dosa-dosa yang keberadaannya kita temui secara nyata di dunia ini, belumlah cukup untuk mengungkapkan betapa jahatnya dunia ini. Ukuran kejahatan dunia yang sesungguhnya, terletak pada kenyataan terus berkembangnya pemikiran jahat di dalam pikiran orang-orang tak beriman.

Tidak ada bukti yang lebih kuat bagi keberadaan suatu pola pikir rohani selain dari pada adanya suatu perubahan menyeluruh pada proses pemikiran kita.

Belumlah cukup bila kita hanya meninggalkan kebiasaan melakukan suatu jenis dosa tertentu; seseorang yang disembuhkan dari satu jenis penyakit, masih memiliki kemungkinan mengalami kematian yang disebabkan oleh penyakit lainnya. Di sini diperlukan adanya pemulihan kesehatan secara menyeluruh. Paulus menasihati orang percaya di Efesus demikian, "hendaklah kamu penuh dengan roh" (Efesus 5:18). Bila kita berpola pikir rohani, pikiran kita akan berlimpah-limpah dengan pemikiran akan hal-hal rohani: kelimpahan inilah yang paling penting.

Jadi kita harus bertanya, bagaimana kita dapat mengetahui kalau pikiran kita telah berlimpah-limpah dengan pemikiran akan hal-hal rohani? Saya akan menjawab, bacalah Mazmur 119 dan renungkanlah itu. Lihatlah bagaimana Daud mengungkapkan kelimpahan kesukaannya akan Taurat Allah. Dapatkah Saudara seperti dia? Jangan mencoba membela diri dengan berkata, "Tapi Daud memang khusus, kita tidak mungkin dapat menyamai dia". Satu-satunya hal yang saya ketahui adalah: jika kita ingin mengalami kepenuhan seperti yang Daud nikmati, kita harus menjadi seperti dia! Alkitab ditulis bukan hanya untuk mengungkapkan keadaan orang-orang benar di kelak kemudian hari, tetapi sekaligus juga menyatakan keadaan mereka selama hidup di dunia ini.

Bolehkah saya menyarankan beberapa kaidah dalam kita melakukan pengujian terhadap diri sendiri? Misalnya, berapa persentase dari seluruh pemikiran kita yang kita curahkan bagi hal-hal rohani? Jika kita berkata bahwa perhatian utama kita tercurah pada hal-hal rohani, yang bersifat sorgawi dan kekal, maka bukankah seharusnya pemikiran kita pun memancarkan prioritas tersebut, terutama melalui kesalehan kita?

Coba renungkan, apa yang menjadi prioritas hidup orang tak beriman? Rutinitas hidup mereka sehari-hari telah menyita seluruh pemikiran mereka. Ada suatu anggapan umum yang menyatakan bahwa semakin banyak orang mencurahkan pemikiran mereka pada masalah sehari-hari, seperti pada masalah anak-anak dan kesejahteraan masa depan mereka bersama, maka akan semakin baik. Tetapi yang jelas, itu tidak membuktikan adanya suatu pola pikir rohani dalam diri mereka.

Mungkin kita akan bertanya, haruskah kita memikirkan hal-hal rohani sebanyak dan sesering masalah hidup sehari-hari? Untuk hal ini saya akan menjawab: jika kita ingin sungguh-sungguh berpola pikir rohani, maka kita harus dan harus, semakin dan semakin sering. Bagaimana pendapat Saudara tentang seorang yang sedang berada dalam perjalanan menuju ke tempat di mana ia akan menerima suatu warisan, namun saat ini seluruh pembicaraannya masih berkisar pada hal-hal sia-sia yang akan segera ditinggalkannya? Sang Juruselamat melarang kita untuk merasa kuatir akan masalah-masalah kehidupan, seolah-olah Bapa Sorgawi tidak dapat memelihara kita. Demikian pula, tidak sepatutnyalah masalah kehidupan menyita seluruh pemikiran kita sama seperti masalah rohani (Mat 6:31-33).

Seperti biasa, banyak di antara pemikiran orang tak beriman yang sia- sia dan tidak bermanfaat, karena memang bersumber dari keinginan daging, keegoisan, dan kesombongan mereka. Bila Saudara menganggap nasihat saya agar Saudara memikirkan hal-hal rohani sesering mungkin terlalu keras, maka cobalah untuk merenungkan berapa banyak Saudara telah memikirkan hal-hal rohani dibandingkan dengan hal-hal yang sia- sia. Sudahkah kita dengan penuh kesadaran memberikan waktu lebih banyak bagi hal-hal rohani? Jika tidak, dapatkah kita menganggap diri kita telah memiliki pola pikir rohani?

Sebagai kaidah selanjutnya, biarkan saya bertanya, apakah pemikiran rohani mengalir begitu saja sementara kita sedang berdiam diri dan bebas dari rutinitas sehari-hari? Orang yang paling sibuk sekalipun memiliki kesempatan untuk berdiam diri, terlepas dari ia menyukainya atau tidak. Saat bangun ataupun menjelang tidur; saat sedang melakukan perjalanan; atau juga saat keadaan memaksanya untuk menyendiri. Jika kita berpola pikir rohani, maka pemikiran rohani akan segera mengisi saat-saat seperti itu (U1angan 6:7; Mazmur 16:7-8). Jika tidak, bukankah itu merupakan bukti bahwa hal-hal rohani memang tidak menarik bagi pikiran kita?

Memang baik dan benar bila kita sebagai orang percaya dapat meluangkan waktu secara teratur untuk melakukan perenungan rohani secara pribadi, tetapi bila kita menyangka tidak lagi memerlukan pemikiran rohani pada saat-saat lainnya, dapatkah kita kemudian memiliki pola pikir rohani? Itulah sebabnya saya menyarankan agar kita menguji diri kita sendiri dengan cara melihat apa saja yang terjadi ketika kita sedang memiliki waktu luang.

Kaidah lain dalam kita melakukan pengujian pada diri sendiri adalah dengan merenungkan apakah kita akan meratapi hilangnya waktu teduh kita bersama Tuhan. Ataukah kita telah merasa puas bila dapat berdalih bahwa kehilangan tersebut tak dapat dihindarkan, untuk selanjutnya tidak memikirkannya lagi. Inilah langkah pertama bagi pengalaman- pengalaman kehilangan berikutnya, sebelum akhirnya kita sama sekali kehilangan minat terhadap hal-hal rohani.

Mereka yang benar-benar berpola pikir rohani akan meratapi hilangnya waktu teduh mereka bersama Tuhan. "Betapa bodohnya kalau harus kehilangan kesempatan tersebut. Betapa sedikitnya waktu yang telah kuluangkan bagi Kristus hari ini!" Kita sering kali tidak menyadari betapa banyak sukacita dan kepastian sorgawi yang terkandung di balik setiap pemikiran rohani, kalau saja kita memberikan segenap waktu kita baginya! Kita telah menetapkan salah satu ciri keberadaan suatu pola pikir rohani, yaitu: bila pemikiran rohani mengalir dalam pikiran kita secara alamiah; berlimpah-limpah, dan di segala waktu, maka kita memiliki alasan untuk mempercayai bahwa semua itu bersumber dari suatu pemikiran rohani yang sehat.

PRK-Referensi 05a

Pelajaran 05 | Pertanyaan 05 | Referensi 05b

Nama Kursus : Pembentukan Rohani Kristen
Nama Pelajaran : Bertumbuh Menuju Kedewasaan Rohani
Kode Pelajaran : PRK-R05a

Referensi PRK-R05a diambil dari:

Judul artikel : Bertumbuh Menuju Kedewasaan Rohani
Judul buku : Manusia Baru
Judul buku asli : The New Man
Penulis : J.I. Packer
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA)
Halaman : 33-35

Bertumbuh Menuju Kedewasaan Rohani.

(Ibrani 5:11 -- 6:3)

Allah telah menciptakan kita sebagai manusia-manusia yang rasional dan memperlakukan kita secara rasional; jadi, setiap tahap dari pertumbuhan rohani kita, sejak kita bertobat, merupakan suatu respons terhadap kebenaran-kebenaran yang telah kita pahami. Bilamana pengetahuan kita tidak bertambah, tidak mungkin hubungan kita dengan Allah bisa bertambah dalam. Pasal 5:11-14 menyatakan bahwa setelah bertahun-tahun menjadi orang percaya, orang-orang Kristen keturunan Yahudi ini tidak membagikan kebenaran yang telah mereka ketahui ataupun berpegang erat pada kebenaran-kebenaran itu sendiri (apalagi menginginkan lebih banyak kebenaran, sebagaimana sepatutnya); malahan kerohanian mereka mundur, sehingga mereka seolah-olah kembali menjadi bayi-bayi rohani, tidak lagi mengerti dengan jelas hal-hal yang pokok di dalam kekristenan, dan perlu mempelajari Injil dari awal lagi. Visi yang kabur biasanya disebabkan oleh ketidaktegasan dalam menghadapi tantangan-tantangan rohani, dan dalam kasus seperti ini, tantangan untuk bersikap sabar di dalam aniaya biasanya tidak dihadapi (6:12; 10:3,2-36; 12:12 dst.). Dalam keadaan seperti anak kecil ini sulit bagi mereka untuk menerima "makanan keras" (pengajaran mengenai keimanan Kristus yang sempurna yang termasuk di dalamnya keabadian dan keeksklusifan-Nya) yang penulis sampaikan kepada mereka di dalam pasal 7-10.

Yang tidak mereka miliki adalah kedewasaan (lihat kata bendanya di dalam 6:1; kata sifatnya di dalam 5:14) -- yakni, "kesempurnaan" yang dimiliki orang-orang yang memusatkan seluruh perhatiannya pada hal-hal yang rohani sehingga mencapai perkembangan rohani yang maksimal, dapat melihat dan mengerti kebenaran-kebenaran dan pernyataan-pernyataan Allah dengan jelas, dan kaya dengan segala berkat rohani. Ketidakdewasaan mereka tampak dalam ketidakmampuan mereka untuk melihat dan mengerti bahwa pelayanan Kristus membatalkan dan tidak mengikutsertakan agama yang pernah mereka anut di dalam Perjanjian Lama, sehingga apabila mereka kembali memeluk Yudaisme (sebagaimana yang mereka rencanakan) mereka tidak akan memperoleh keuntungan- keuntungan (karena mereka tidak akan menemukan kasih karunia di dalam Yudaisme) dan malahan akan kehilangan segalanya (karena mereka akan mendatangkan penghakiman yang disebabkan oleh penolakan mereka terhadap Kristus, ayat 4-8). Kebutuhan rohani ini tampak dari ketidakmampuan mereka untuk membedakan hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk -- suatu kemampuan yang hanya bisa dikembangkan apabila seorang percaya senantiasa berusaha menguduskan dirinya (14; Ef. 5:15- 17; Flp. 1:9 dst.) Karena orang-orang Ibrani ini mengalami kemunduran rohani, mereka mulai percaya/berpegang pada berbagai khayalan dan kehilangan kontak dengan kenyataan-kenyataan rohani. Untuk menuntun mereka kepada kedewasaan yang tidak mereka miliki namun mereka perlukan, si penulis memutuskan untuk meninggalkan asas-asas pokok dari Injil (yang, menurut pemikirannya, telah ia utamakan dan bahas di dalam pasal-pasal pertama dari suratnya) dan selanjutnya membicarakan doktrin-doktrin yang lebih dalam yang walaupun sulit, akan dapat menolong mereka kalau mereka menangkap makna yang terkandung di dalamnya (6:1-3).

Mengenai asas-asas pokok dari Injil (6:1 dst.), perhatikanlah bahwa:

  1. Yang dimaksud dengan "perbuatan-perbuatan yang sia-sia" adalah perbuatan-perbuatan yang membawa kepada kematian, oleh karena perbuatan-perbuatan tersebut jahat (9:14);

  2. "Kepercayaan kepada Allah" merupakan tema di dalam pasal 3, 4, 11, 12, terutama 11:1, 6;
  3. Istilah "pelbagai pembaptisan" kemungkinan besar mengacu kepada prinsip bahwa penyucian merupakan suatu kondisi yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang ingin menghampiri Allah, sebagaimana yang diajarkan dalam upacara-upacara penyucian di dalam Perjanjian Lama (9:9-14, khususnya ayat 10) dan diteguhkan oleh simbolisme dari baptisan Kristen (10:22); "penumpangan tangan" mungkin merupakan suatu tanda persekutuan Kristen, dan biasanya didampingi dengan doa agar orang tersebut memperoleh kekayaan rohani yang berlimpah-limpah (Kis. 8:15-17).

Teguhkan Panggilanmu (II Petrus 1:1-11)

Panggilan Allah (3, 10) merupakan tema pokok di sini. Perhatikanlah bahwa:

  1. Sebagaimana halnya Paulus (Roma 8:28, 30; Galatia 1:15; Efesus 4:1), Petrus tidak memandang panggilan Allah hanya sebagai undangan untuk hidup oleh iman, melainkan juga sebagai suatu pekerjaan dari kuasa Ilahi (3) yang membangkitkan iman yang diperlukan di dalam diri orang- orang pilihan Allah dan dengan demikian menanamkan pengenalan tentang Yesus Kristus sebagai Juruselamat di dalam diri mereka (2, 3, 8, 2:20, 3:18). Bila ditinjau secara saksama, Kristus sendirilah yang memanggil, bukan "kepada" (sebagaimana yang kita baca di dalam terjemahan versi King James dan versi Revised Standart) melainkan "oleh" -- oleh pengaruh yang kuat dari "kemuliaan" dan "keajaiban"- Nya. Kata benda-kata benda ini melambangkan kesempurnaan-Nya sebagai manusia Ilahi yang diperlihatkan-Nya di dalam Injil (Yohanes 1:14; Markus. 7:37).
  2. Respons terhadap panggilan Allah, dan pengenalan akan Kristus yang dikaruniakan bersama dengan panggilan tersebut merupakan pemikiran kunci yang Petrus gunakan untuk memahami kehidupan Kristen. Kita tidak boleh bersikap pasif dan mengabaikan pengetahuan ini (8); seorang manusia yang tidak produktif adalah seorang manusia yang telah kehilangan kontak dengan realita -- yakni realita bahwa ia telah disucikan dari dosa oleh pengampunan Ilahi, dan dimeteraikan melalui baptisan supaya ia tetap bersih dan taat kepada perintah-perintah Allah (9; 2:20-22). Panggilan itu adalah untuk meluputkan diri dari kehancuran karena hawa nafsu yang tidak dikendalikan, yang jelas merupakan keadaan dan nasib dunia sekarang ini (4); jadi, Kristen harus melatih penguasaan diri (6). Sekali lagi, panggilan itu adalah untuk mengambil bagian dalam kodrat Ilahi (4); sehingga Kristen harus mengikuti teladan Allah dengan cara melakukan kebajikan, menjadikan Allah pusat kehidupannya (memiliki hati yang saleh), dan mengasihi (5- 7).

PRK-Referensi 04b

Pelajaran 04 | Pertanyaan 04 | Referensi 04a | Referensi 04c

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Apa itu waktu teduh
Kode Pelajaran : PRK-R04b

Referensi PRK-R04b diambil dari:

Judul artikel : Waktu Teduh
Judul buku : Memulai Hidup Baru
Penerbit : Tidak dicantumkan
Penerbit : Jakarta, Persekutuan Kristen Antar Universitas, 1978
Halaman : 10-12

Apa itu Waktu Teduh?

Setiap tukang kebun yang berpengalaman mengetahui bahwa untuk menghasilkan bunga-bunga yang indah diperlukan ketekunan dan kerja keras. Tidak cukup dengan menabur bibit saja. Tanah harus disiapkan, benih harus disirami, rumput-rumput harus dibuang. Pekerjaan pemeliharaan itu perlu dilakukan tiap hari supaya jangan tanaman muda itu mati. Tetapi akhirnya, segala ketekunan dan kerja keras itu membawa hasil dalam bentuk bunga-bunga yang indah dipandang dan harum baunya.

Demikian juga persekutuan kita dengan Tuhan memerlukan pemeliharaan. Tiap hari kita perlu datang pada Tuhan kalau ingin hubungan ini berkembang. Dan akhirnya, buah Roh seperti yang tertulis di Galatia 5:22 akan terlihat juga dalam hidup kita, bagi kemuliaan Tuhan. APA ITU WAKTU TEDUH?

Waktu teduh adalah waktu khusus yang disediakan tiap hari bagi Tuhan. Sebaiknya waktu itu disediakan pada pagi hari sebelum sarapan. Dalam waktu itu kita bertemu dengan Tuhan, berbicara dengan-Nya dalam doa dan mendengar apa yang Ia katakan melalui Firman-Nya.

Waktu teduh adalah respons kita terhadap kerinduan Allah Bapa untuk bersekutu dengan anak-Nya. Waktu teduh adalah persekutuan yang indah dengan Tuhan pada permulaan tiap hari, dan merupakan penyerahan diri secara baru untuk hari itu.

Mengapa perlu waktu teduh?

Ada tiga alasan mengapa kita perlu mengadakan waktu teduh. Pertama, contoh Yesus. Ia menunjukkan betapa Ia menikmati persekutuan dengan Bapanya. Meskipun hari sebelumnya Ia sibuk sekali, tetapi keesokan harinya Ia bangun pagi-pagi dan menyediakan waktu bagi Bapanya. Markus 1:21-37. Kalau Yesus, manusia yang sempurna, memerlukan waktu teduh dengan Tuhan, apa lagi kita.

Kedua, Tuhan merindukan persekutuan dengan kita. Ini suatu hal yang luar biasa, bahwa Pencipta langit dan bumi benar-benar menginginkan persekutuan dengan ciptaan-Nya. Tuhan lebih menghargai persekutuan kita dengan-Nya, dari pada apa yang kita lakukan bagi-Nya. Tuhan lebih menginginkan persekutuan pribadi yang teratur dengan orang itu.

Akhirnya, tanpa waktu teduh yang teratur, kita tidak dapat tumbuh dalam iman. Orang-orang saleh yang dipakai Tuhan dari abad ke abad, semuanya memunyai waktu teduh yang teratur. Misalnya Daud (Mazmur 5:4), Daniel (Daniel 6:11), Martin Luther, John Wesley dan sebagainya.

Saran-saran praktis

  1. Sediakanlah waktu yang teratur tiap pagi. Sebagai permulaan, mulailah dengan 15 menit. Tetapi sesudah kebiasaan itu tertanam, sediakanlah waktu yang cukup lama.
  2. Carilah tempat yang tidak terganggu. Hindarkanlah suara-suara pembicaraan seperti warta berita radio, ribut tetangga, dan sebagainya.
  3. Tenangkan hati dan harapkan kehadiran Tuhan. Tujuan waktu teduh adalah untuk memenuhi kebutuhan kita akan Tuhan, mengisi tangki rohani kita sebelum perjalanan hari itu.
  4. Bacalah Alkitab dengan mengikuti buku penuntun tertentu seperti Santapan Harian, Pelita, Saat Teduh, Wasiat dan sebagainya. Atau renungkanlah satu bagian terkenal dari Alkitab selama satu minggu, misalnya : Mazmur 1, 8, 23, 119, Matius 5-7, Yohanes 15, 17, 1 Korintus 13, Ibrani 11 dan sebagainya.
  5. Doakanlah apa yang telah kita renungkan, serahkan diri kita hari itu kepada Tuhan.
  6. Tulislah dalam buku khusus apa yang Tuhan ajarkan tiap hari.

Bahan Alkitab: Markus 1:21-39.

Bagian ini memberikan gambaran tentang apa yang Yesus lakukan dalam suatu hari pada permulaan pelayanan-Nya. Cerita dimulai dengan kejadian pada pagi suatu hari Sabat dan berakhir pada keesokan harinya.

  1. Ayat 21-34. Sebutkanlah hal-hal yang Yesus lakukan pagi, siang, dan sore hari itu. Apakah ada tanda-tanda bahwa ia beristirahat selama hari itu? Kira-kira jam berapa Ia berhenti bekerja hari itu? (Perhatikan ayat 32, 33).
  2. Ayat 35-39. Meskipun kemarinnya merupakan hari yang sibuk dan melelahkan, kira-kira jam berapa Yesus bangun? Apa yang Yesus lakukan? Di mana? Mengapa Ia memilih tempat itu?
  3. Ayat 36. Apakah ada orang lain yang juga bangun pagi untuk berdoa? Apakah ini pertama kalinya Yesus bangun pagi untuk bersekutu dengan Bapanya ? (Perhatikan "menyusul" ayat 36, "menemukan" ayat 37).

Penerapan pribadi

  1. Apa yang dapat saya pelajari dari contoh Yesus di atas?
  2. Apa halangan terbesar bagi saya untuk melakukan waktu teduh secara teratur? Bagaimana saya dapat mengatasinya?

Untuk diskusi

  1. Ceritakanlah bagaimana masing-masing melakukan waktu teduhnya. Sebutlah kapan, berapa lama, apa yang dilakukan, memakai bahan apa dan sebagainya.
  2. Apa manfaat waktu teduh bagi saudara masing-masing? Kalau tidak ada manfaat, apa sebabnya? Bagaimana dapat diatasi?
  3. Bagaimana saudara sebagai kelompok dapat saling membantu untuk mengadakan waktu teduh secara teratur? Pilihlah cara terbaik dan cobalah selama dua minggu yang akan datang.

PRK-Referensi 04a

Pelajaran 04 | Pertanyaan 04 | Referensi 04b | Referensi 04c

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Apakah Saudara Ingin Bertumbuh
Kode Pelajaran : PRK-R04a

Referensi PRK-R04a diambil dari:

Judul artikel : Apakah Saudara Ingin Bertumbuh?
Judul buku : Kehidupan Baru Saudara
Judul buku asli : Your New Life
Penulis : L. Jeter Walker
Penerbit : Malang: Gandum Mas, 1980
Halaman : 57-68

Apakah Saudara Ingin Bertumbuh?

Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari:

  1. Setiap Hari Beri Makan Jiwa Saudara
  2. Bernaung Dalam Tuhan
  3. Hindari Penyakit: Jagalah Kebersihan
  4. Hindari Penyakit: Jangan Meracuni Jiwa Saudara
  5. Latihan Rohani

Yang perlu saudara perbuat sekarang ialah bertumbuh secara rohani. Bagaimana saudara akan melakukan hal ini? Tepat sebagaimana seorang anak bertumbuh secara jasmani:

  • Makan makanan yang baik.
  • Beristirahat.
  • Menghindari penyakit.
  • Bersenam.

Tuhan telah memberikan kehidupan yang baru kepada saudara. Sekarang saudara harus melakukan bagianmu untuk memperkembangkannya. Beri makan jiwa saudara, percaya janji-janji-Nya, berusaha sedapat-dapatnya untuk menghindari pengaruh-pengaruh yang merugikan, dan lakukan latihan rohani yang saudara dapati dalam Firman Allah. Bila saudara lakukan keempat hal ini, saudara akan bertumbuh secara rohani dan setiap hari akan menikmati "hidup yang berkelimpahan" yang Allah berikan kepada anak-anak-Nya.

  1. Setiap Hari Beri Makan Jiwa Saudara
  2. Bercakap-cakap dengan Allah berarti memberi makan jiwa saudara. Allah berbicara kepada saudara melalui Firman-Nya dan saudara berbicara kepada-Nya dalam doa.

    Yesus menjawab, "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Matius 4:4.

    Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan. 1 Petrus 2:2.

    Firman Allah, yakni Alkitab, adalah susu rohani yang harus kerapkali saudara minum.

    Apakah sukar bagi saudara untuk mengerti Alkitab? Sebelum saudara mulai membacanya setiap hari, mohonlah Tuhan menjadikannya terang bagi saudara. Tanyakan kepada orang-orang Kristen lainnya atau pendeta saudara, segala sesuatu yang mungkin tak dapat saudara mengerti tentang Firman Allah.

    Manfaatkanlah setiap kesempatan untuk menerima ajaran Alkitab di Sekolah Minggu, dalam kebaktian lainnya di gereja dan kursus khusus seperti ini. Saudara dapat juga memberi makan kepada jiwa saudara dengan membaca buku-buku Kristen yang baik.

    Apakah saudara ingin bertumbuh dengan cepat di dalam Tuhan? Makanlah dengan baik. Saudara harus membaca sekurang-kurangnya satu pasal dari Perjanjian Baru setiap hari. Bagian ini dari Alkitab menceritakan kepada kita tentang Tuhan kita Yesus Kristus dan mengajar bagaimana kita harus hidup. Adalah baik untuk menghafalkan beberapa ayat yang paling saudara sukai. Dengan cara ini saudara memperkembangkan minat untuk membaca Firman Allah.

    Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih daripada madu bagi mulutku. Betapa kucintai Taurat-Mu. Mazmur 119:103,97.

  3. Bernaung dalam Tuhan
  4. Apakah saudara merasa terlalu lemah dalam iman untuk melakukan apa yang Tuhan inginkan? Saudara tak dapat masuk ke surga atas usaha-usaha sendiri untuk menjadi baik, atau karena segala perbuatan baik yang telah saudara lakukan. Saudara sedang menuju ke surga sebab saudara adalah seorang anak Allah dan Bapa yang di surga sedang memimpinmu. Ia akan memelihara saudara. Biarlah imanmu bertumpu pada janji-janji-Nya.

    Apakah langkah-langkah saudara yang mula-mula dengan Tuhan tidak tetap? Apakah saudara telah terantuk dan terjatuh serta merasa bahwa tak ada gunanya untuk mencoba lagi? Janganlah putus asa, karena Bapa yang telah memberikan kehidupan baru ini kepadamu, masih memegang tanganmu dan akan mengangkatmu pula. Berdiamlah di hadapan hadirat- Nya. Serahkanlah dirimu setiap hari kepada Allah di dalam doa, dengan mengakui kelemahanmu dan memohon agar Dia memberikan kekuatan yang saudara perlukan untuk mengatasi segala pencobaan.

    Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya, mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah. Yesaya 40:31.

    Apakah persoalan kehidupan ini mencemaskan saudara? Apakah saudara takut? Apakah saudara merasa tawar hati karena saudara bekerja terlalu banyak? Saudara perlu bernaung di dalam Tuhan supaya kecemasan, tawar hati, dan ketakutan tidak akan menghalang-halangi pertumbuhan rohani saudara.

    Apakah saudara mengetahui cara untuk memperoleh perhentian itu? Saudara harus beriman. Percayalah akan apa yang telah dijanjikan Allah serta pandanglah kepada-Nya dan jangan memandang kepada persoalan- persoalanmu. Inilah iman.

    Yesus berkata..., "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Matius 11:28.

    Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semuanya itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." Matius 6:31-33.

    Dengan meluangkan waktu untuk membaca Alkitab dan berdoa setiap hari, saudara akan mencapai tempat perhentian ini di dalam Allah. Sementara saudara berdoa, serahkan segala persoalan ke dalam tangan Tuhan, dengan percaya bahwa Ia akan melakukan apa yang terbaik.

  5. Hindari Penyakit: Jagalah Kebersihan
  6. Sebagaimana seorang ibu berusaha menjaga agar anak-anaknya tetap bersih dan melindungi mereka dari segala hal yang akan membuat mereka sakit, demikian pun Tuhan ingin menjauhkan saudara dari segala hal yang akan menyebabkan jiwamu sakit. Ketika Ia menyelamatkan saudara, Ia menyucikan saudara dari segala dosamu dan memberikan kepadamu suatu hati yang bersih. Penting sekali untuk melihara kesucian hatimu kalau saudara ingin tetap secara rohani.

    Perkenankan Tuhan berjalan dengan saudara dan menjadi pemimpin saudara. Jauhkan diri dari lumpur dosa, kecemaran, hiburan dan kehidupan yang tidak senonoh. Jangan pergi ke tempat-tempat yang tak akan dikunjungi Tuhan. Jagalah agar pikiran, perkataan, dan perbuatan saudara tetap bersih.

    Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Matius 5:8.

    Jika saudara terus memikirkan hal-hal yang najis, maka pikiran-pikiran itu akan mencemarkan jiwa, melemahkan kehendak, dan menyebabkan saudara jatuh ke dalam dosa.

    Bagaimana saudara dapat menguasai pikiran saudara? Isilah hati saudara dengan pikiran-pikiran yang baik. Bacalah Alkitab dan pikirkan apa yang dikatakannya. Mohonlah supaya Allah menolong saudara untuk menolak pikiran-pikiran yang tidak baik. Saudara dapat berdoa, "Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat." Akan tetapi, tanggung jawab saudara tak berakhir dengan doa itu. Jika saudara tidak ingin berbuat dosa, janganlah bermain-main dengan pencobaan.

    Jikalau saudara ingin mempunyai pikiran yang bersih, janganlah membaca buku-buku yang cabul, jangan melihat gambar-gambar yang tidak senonoh atau mendengarkan cerita-cerita kotor.

    Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya Tuhan, gunung batuku dan penebusku. Mazmur 19:15.

    Adalah lebih mudah menyerahkan diri sama sekali kepada Tuhan daripada melayani Dia dengan setengah hati. Jangan bermain-main dengan dosa. Singkirkan segala sesuatu dalam kehidupanmu yang akan menyebabkan saudara sakit secara rohani.

    Tetapi jika kita hidup di dalam terang, sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita daripada segala dosa. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. 1 Yohanes 1:7,9.

    Darah Yesus menyucikan kita dari segala perbuatan dan pikiran kita yang berdosa.

  7. Hindari Penyakit: Jangan Meracuni Jiwa Saudara
  8. Beberapa sikap atau perasaan tertentu merupakan racun bagi jiwa maupun tubuh kita. Kemarahan, kecemasan, iri hati, kebencian, kecurigaan, ketakutan, dendam, dan ketidaksabaran dapat menyebabkan pencernaan yang kurang baik, sakit lambung, penyakit jantung dan penyakit lainnya. Hal-hal itu akan menghambat kehidupan rohani dan menyebabkan bermacam-macam kesusahan. Kesombongan, sifat mementingkan diri sendiri, ketidak-percayaan serta kekerasan hati, juga merupakan racun rohani. Ini akan melpnyapkan kesukaan Kristen serta menjadikan jiwanya lemah, sakit-sakit, dan tidak berbahagia. Mohonlah setiap pagi kepada Allah agar hal-hal ini tidak meracuni jiwa saudara pada hari itu.

    Jikalau saudara pernah merasa lemah dan sakit secara rohani, ingatlah bahwa Yesus adalah Tabib Agung. Datanglah kepada-Nya dengan tulus hati di dalam doa, dan Ia akan memberikan kesehatan rohani, mental dan jasmani.

  9. Latihan Rohani
  10. Tubuh dikuatkan dengan senam, dan jiwa dikuatkan dean bekerja bagi Allah. Sejak hari pertama dalam kehidupan baru saudara, ada berbagai hal yang dapat saudara perbuat untuk menunjukkan terimakasih kepada Tuhan karena keselamatan-Nya yang besar. Sementara saudara bertumbuh secara rohani dan belajar lebih banyak dari Firman-Nya, Tuhan akan memberikan kepada saudara lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab dalam pekerjaan-Nya.

    Beberapa latihan senam rohani ini adalah: menceritan kepada yang lain tentang Yesus, berdoa bagi mereka, dan mengajak mereka ke gereja. Mengambil bagian dalam gereja dan berjuang melawan dosa, akan menolong saudara bertumbuh secara rohani.

PRK-Referensi 03c

Pelajaran 03 | Pertanyaan 03 | Referensi 03a | Referensi 03b

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Mengambil Waktu-KU
Kode Pelajaran : PRK-R03c

Referensi PRK-R03c diambil dari:

Judul artikel : Mengambil Waktu-Ku
Judul buku : Kristen Sejati
Penulis : J.I. Packer
Penerbit : Surabaya: LRII, 1993
Halaman : 35-37

Mengambil Waktu-Ku

Hukum yang keempat: "Ingatlah dan kuduskanlah Hari Sabat", menimbulkan pertanyaan. Pertama, persoalan historis: Apakah sudah ada pengudusan hari Sabat sebelum Sinai? Kata "ingatlah" menyatakan perintah, termasuk penekanan akan tidak diberikannya manna oleh Allah pada hari yang ke tujuh, karena Ia telah menjadikan itu Sabat untuk istirahat (Keluaran 16:22-30), menunjukkan melalui Kejadian 2:2 dst. (Allah memberkati hari yang ketujuh dan menguduskannya, karena Allah beristirahat pada hari itu) memegang Sabat kembali ke penciptaan.

SABAT DARI HARI TUHAN

Kedua, persoalan dispensasi (pembagian jaman): apa hubungan sabat Perjanjian Lama, hari ketujuh dari minggu itu, mengingatkan akan penciptaan dan penebusan dari Mesir (Ulangan 5:15), dan "hari Tuhan" ketika orang-orang Kristen bertemu untuk beribadah, hari pertama setiap minggu, memperingati kebangkitan Yesus (lihat Yohanes 20-19; Kisah Para Rasul 20:7; Wahyu 1:10)? Bagi Thomas Aquinas dan Pengakuan Iman Westminster, hubungannya hanya cara yang baru dalam menghitung enam-dan- satu, sehingga pengudusan hari Tuhan adalah bentuk orang Kristen memegang hari Sabat. "Dari sejak permulaan dunia hingga kebangkitan Kristus, Allah menunjuk hari ketujuh dari setiap minggu menjadi Sabat mingguan; dan kemudian hari pertamadari setiap minggu...yang adalah Sabat Kristen" (Katekismus Singkat Westminster).

Kelihatannya ini tetap merupakan suatu pembacaan yang wajar dari bukti yang memang tidak terlalu banyak (misalnya ketiga ayat Perjanjian Baru yang dikutip di atas); tetapi orang-orang Advent Hari Ketujuh melanjutkan Sabat Sabtu, menolak perubahan yang telah dibuat, sementara banyak yang lain bersama-sama dengan Agustinus, melihat bahwa perintah "beristirahat" adalah model dari peristirahatan iman kita di dalam Kristus, berkesimpulan bahwa, seperti juga model dalam Perjanjian Lama, perintah ini kini ditiadakan. Maka alasan mereka untuk memegang hari Tuhan adalah lebih berupa pratek tradisi gereja daripada perintah langsung dari Allah.

Ketiga, persoalan etika: Jika hari Tuhan adalah Sabat Knsten, bagaimana kita memegangnya dengan kudus? Jawabannya - dengan bersikap seperti Yesus. SabatNya adalah hari-hari, bukan untuk kenikmatan secara pasif, tetapi untuk beribadah kepada Allah dan melakukan yang baik - yang oleh Katekimus Singkat disebut sebagai "pekerjaan untuk kepentingan dan kemurahan" Lukas 4:16, 13:10-17; 14:1-6). Kebebasan dan pandangan umum memberikan kebebasan untuk melayaniTuhan pada hariNya. Matthew Henry berkata bahwa Sabat merupakan suatu hari istirahat kudus,sehingga itu dapat menjadi hari kerja kudus. Dari pekerjaan kudus ini, di dalam dunia kita yang santai dan sepi ini, rekreasi fisik dan sukacita keluarga tidak boleh ditingalkan, tetapi persekutuan Kristen haruslah diutamakan.

WAKTUMU ADALAH WAKTU TUHAN

Gangguan dari ketiga pertanyaan ini mungkin dapat diperdebatkan, namun prinsip yang melandasinya cukup jelas - yaitu, bahwa kita harus menghormati Allah bukan hanya dengan kesetiaan kita (hukum yang pertama), dan hidup-pikiran kita (hukum yang kedua), dan perkataan kita (hukum yang ketiga), tetapi juga dengan penggunaan waktu kita, ritme dari kerja dan istirahat; enam hari kerja dimahkotai dengan satu hari ibadah. Tuntutan Allah akan Sabat kita mengingatkan kita bahwa seluruh waktu kita adalah anugerahNya, yang harus dikembalikan bagiNya dan digunakan untuk Dia. Termasuk: "Ambillah hidupku, ambillah setiap detik dan setiap hari - ambillah waktuku, semuanya." Inilah dimana ketaatan yang benar kepada hukum yang keempat dimulai.

Merupakan kebenaran umum jika dikatakan bahwa orang Kristen adalah penatalayan dari anugerah dan uang yang Allah bcrikan; tetapi sangat kurang ditekankan bahwa kita adalah penatalayan dari waktu yang diberikan kepada kita, tetapi jelas itu juga adalah kebenaran. Kita dapat mempelajari hal ini dari kaum Puritan, yang sering menyuarakan sikap penghargaan mereka terhadap waktu, dan dari Paulus yang menekankan: "Perhatikan bagaimana engkau hidup,...pergunakanlah waktumu karena hari-hari ini adalah jahat" (Efesus 5:15 dst; band. Kolose 4:5). "Waktu" berarti "momen" atau "kesempatan"; "berbuat yang terbaik" adalah secara hurufiah "membeli", "menebus dari kesia-siaan atau "ketidakbergunaan"; dan hari-hari adalah "jahat" dalam pandangan Paulus, yaitu penuh pencobaan dan oposisi dari sumber-sumber setan (band. 6:11-17). Setan ingin melihat setiap menit disia-siakan; dan bagi kita adalah membuat setiap menit berarti bagi Allah.

Bagaimana? Bukan dengan memadatkan segala macam aktifitas ke dalam satu kantong waktu (seperti kesalahan umum masa kini), tetapi dengan suatu aturan hidup di mana ada ritme antara kesibukan dan istirahat, kerja dan ibadah, waktu-waktu yang teratur untuk tidur, keluarga, mencari nafkah, di rumah, berdoa, rekreasi, dll., sehingga kita lebih menguasai waktu daripada dikuasai oleh waktu.

Mungkin sedikit dari kita memegang hukum keempat secara serius seperti seharusnya kita lakukan. Kegagalan saya disini cukup besar. Bagaimana dengan Saudara?

PRK-Referensi 03b

Pelajaran 03 | Pertanyaan 03 | Referensi 03a | Referensi 03c

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Manusia dan Potensinya
Kode Pelajaran : PRK-R03b

Referensi PRK-R03b diambil dari:

Judul artikel : Manusia dan Potensinya
Judul buku : Manusia dari Penciptaan Sampai Kekekalan
Penulis : Hendra Rey
Penerbit : Malang: Gandum Mas, 2002
Halaman : 17--29

Manusia dan Potensinya

"Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam Taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu" (Kejadian 2 : 15)

Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, juga berarti bahwa manusia diciptakan dengan potensi-potensi. Potensi-potensi tersebut tentunya dimaksudkan agar; pertama, manusia dapat bersekutu dengan Allah. Kedua, manusia dapat menguasai, mengusahakan, serta memelihara alam semesta beserta segala isinya, sebagai wakil Allah di bumi ini. Ketiga, manusia dapat saling membangun dengan sesamanya. Dengan kata lain manusia diciptakan dengan memiliki potensi untuk berelasi dengan Allah, alam, dan sesamanya. Untuk itu mari kita lihat potensi-potensi tersebut satu persatu.

A. Potensi-potensi Manusia

  1. POTENSI ROHANI
  2. Allah menciptakan manusia dengan memiliki unsur roh, itulah sebabnya manusia adalah makhluk rohani. Kejadian 2:7 mencatat, "ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup" (Kej. 2:7). Nafas hidup boleh juga diterjemahkan dengan roh. Allah adalah Roh dan manusia diciptakan memiliki unsur roh. Itu berarti manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Roh manusia juga merupakan sarana untuk dapat menyembah Tuhan dengan benar. Yohanes mencatat, "Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran" (Yoh. 4:24). Ungkapan yang trend sekarang untuk menunjukkan bahwa manusia yang tidak sungguh- sungguh beribadah kepada Tuhan disebut sebagai "tidak rohani" atau"kurang rohani," merupakan istilah yang tidak alkitabiah. Alkitab jelas menunjukkan bahwa semua manusia adalah rohani. Lebih tepat jika dikatakan kepada orang yang belum percaya sebagai mati rohani. Kepada orang percaya yang jatuh bangun dalam dosa sebagai lemah rohani atau sakit secara rohani. Namun ukuran yang sesungguhnya apakah seseorang memiliki hubungan rohani yang baik dengan Tuhan, adalah Tuhan sendiri. Artinya, manusia sesungguhnya tidak dapat secara benar memahami keadaan rohani seseorang secara utuh. Pada sisi lain, segi negatif, ada sementara merasa diri lebih rohani dan lebih baik dari orang lain, gereja lain, mereka sebenarnya sedang jatuh dalam keangkuhan rohani. Keangkuhan rohani adalah akar dari semua manifestasi keangkuhan. Itu adalah alat Iblis yang paling ampuh, karena bisa membuat kita gagal bertemu Tuhan dengan benar. Keangkuhan seperti itu menipu diri sendiri dan pertumbuhan rohani yang seharusnya bisa kita miliki setelah memulai hubungan dengan Allah menjadi terhalang.

    Unsur roh dalam manusia bukan hanya menyebabkan manusia dapat bersekutu dengan Allah, tetapi juga dapat bersekutu dengan roh-roh di udara, roh- roh selain Allah. Ketika manusia jatuh dalam dosa, hubungan rohani antara manusia dan Allah terputus. Karena manusia memiliki roh, ia tetap ingin bersekutu dengan roh. Oleh sebab itu manusia ketika tidak dapat lagi bersekutu dengan Allah, ia mencari persekutuan dengan roh yang bukan dari Allah. Paulus menegur kepada jemaat di Korintus agar mereka bersekutu dengan Allah dan bukan dengan roh jahat (I Kor.10:20). Bagian pertama dari sepuluh firman Allah menyebutkan bahwa "Tidak boleh ada allah lain/menyembah berhala selain kepada Allah pencipta", tetapi manusia dalam keberdosaannya lebih memilih yang ditentang Allah.

    Manusia memang dapat bersekutu dengan Roh Allah atau roh jahat atau roh setan. Tetapi persekutuan dengan Roh Allah menyebabkan manusia memiliki kebahagiaan sejati dan semakin dapat mengenal dirinya sendiri sebagai gambar dan rupa Allah. Sedangkan persekutuan dengan roh setan atau roh jahat menyebabkan manusia diperbudak oleh setan dan hanya memiliki kebahagiaan yang semu. Persekutuan dengan Roh Allah menyebabkan manusia hidup. Persekutuan dengan roh jahat menyebabkan manusia mati dan akan turut dihukum bersama-sama dengan roh jahat itu sendiri.

  3. POTENSI MORAL
  4. Potensi moral manusia diberikan oleh Allah karena Allah itu Suci. Semula manusia diciptakan sebagai makhluk yang bermoral supaya manusia dapat memancarkan kesucian Allah. Allah memberikan potensi moral sebagai suatu hak, suatu esensi dalam hakikat sebagai manusia. Moralitas manusia sangat dibutuhkan dalam hubungannya dengan diri sendiri, dengan sesama, dan juga dalam hubungannya dengan alam semesta. Dalam hubungan dengan diri sendiri, moralitas yang memancarkan kesucian Allah akan membuat ia sangat menghargai diri dan tidak menggunakan diri untuk maksud-maksud yang jahat dan tidak terpuji. Ia pun akan menempatkan diri secara benar ketika beribadah kepada Allah. Juga dalam relasinya dengan sesama ia tidak akan menempatkan diri di atas dan memandang rendah sesamanya, dan juga tidak menempatkan diri di bawah sehingga menghina dirinya sebagai ciptaan Allah yang mulia. Moral adalah unsur penting menuju dunia yang semakin beradab. Moral adalah elemen penting untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia, baik secara pribadi maupun dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Memang iman Kristen tidak diturunkan berdasarkan moral, namun iman kristen yang sehat dan benar pasti berdampak pada moralitas. Moral yang baik hanya jika seseorang mengenal Kristus. Hal ini dapat dipahami karena moral berasal dari Allah yang kekal dan tidak berubah. Moral yang benar lahir dari penghayatan dan pelaksanaan iman yang benar dalam bergereja, bermasyarakat, dan bernegara. Dengan moral yang baik dan benar, ilmu pengetahuan yang telah diperoleh seseorang akan digunakan secara bertanggung jawab dan bukan malah diselewengkan. Banyak kekacauan akan timbul akibat moral yang tidak benar dan bobrok, baik dalam hidup berkeluarga, kerja, bermasyarakat, dan bernegara. Menurut Eka Darmaputra, Indonesia mengalami zaman kebangkitan agama. Anggota dari agama apa saja yang ada di Indonesia bertambah banyak. Rumah-rumah ibadah semakin dipadati oleh umat. Pertanyaannya, mengapa kebrobrokan moral semakin terasa di saat fenomena kesadaran beragama semakin meningkat? Jawabnya, karena agama hanya sampai di kulit saja. Tentulah ini termasuk umat kristiani sendiri yang tidak mampu menjadi garam dan terang di tengah kegelapan dunia sekitarnya. Jika moral manusia baik, maka niscaya kejahatan akan semakin tidak mendapatkan tempatnya.

  5. POTENSI RASIO
  6. Allah itu berpikir dan merencanakan. Itu sebabnya ketika manusia diciptakan-Nya sesuai gambar dan rupaNya, manusia juga diberikan potensi rasio yang memungkinkan untuk berpikir, menghitung, merencanakan, menganalisis, berimajinasi, dan lain sebagainya, yang adalah pekerjaan logika. Karena memiliki rasio, manusia dapat terbang sampai ke bulan, dapat membangun gedung pencakar langit, teknologi informasi yang sedemikian canggih dan sebagainya. Namun tidak dapat disangkali bahwa dampak dari kemajuan yang telah dihasilkan oleh rasio manusia juga adalah degradasi moral. Manusia semakin sombong, yang membawanya semakin tidak mampu mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama. Sesungguhnya rasio diberikan agar manusia dapat berpikir dan merencanakan bagaimana mengembangkan, membangun, dan memelihara bumi (Kej. 1:28 ; 2:15). Manusia perlu menggunakan kekuatan rasionya untuk membawa seluruh ciptaan seturut dengan kehendak Allah, sang Pencipta. Bahkan rasio diberikan agar manusia dapat mengerti kebenaran, mengerti hukum (Tuhan menghendaki agar manusia boleh makan apa saja kecuali buah yang ada di tengah-tengah taman Kej. 3:2-3), dan berkomunikasi serta menyembah Allah. Tuhan Yesus pernah berkata, "Kasihilah Tuhan Allahmu, ... dengan segenap akal budimu" (Mat. 22:37). Kadang saya pernah mendengar bahwa kalau kita mengasihi Tuhan jangan pakai akal tetapi pakai hati. Istilah ini tidak alkitabiah sama sekali. Manusia juga perlu memakai akal untuk mengerti kebenaran dan mengasihi Tuhan. Dalam konteks kejatuhan, akal manusia telah dipenuhi dengan konsep yang tidak dari Tuhan, karena itu manusia sering menggunakan akalnya untuk hal-hal yang tidak memuliakan Tuhan. Manusia juga sering mengandalkan akalnya (konteks keberdosaan) dalam upayanya mengenal Allah. Menurut saya, walaupun Allah memberikan kepada kita akal untuk dapat mengenal Dia, tetapi manusia perlu karunia dari Tuhan yang lebih agar dapat mengenal Tuhan. Tuhan itu supra akali, jauh lebih tinggi dari yang dapat dijangkau oleh akal manusia. Karunia Tuhan sajalah yang memungkinkan manusia dapat mengerti Tuhan juga dengan akalnya. Apakah mungkin manusia berada hanya dari seorang wanita yang tidak pernah berhubungan kelamin dengan pria, atau tidak pernah ditanamkan sel sperma ke dalam kandungannya? Ini contoh bahwa fenomena tersebut rasanya di luar kemampuan akal manusia. Tetapi jika dengan akal saya harus menjawab pertanyaan tersebut, maka saya akan berkata mungkin, bukankah kita percaya bahwa Allah itu Mahakuasa? Jika kita percaya bahwa Allah itu Mahakuasa, maka tiada yang mustahil bagi Dia. Manusia pernah ada dari debu tanah, manusia juga pernah ada hanya dari tulang rusuk laki-laki, kemudian manusia dengan cara yang normal ada dari hubungan seksual laki-laki dan perempuan. Kalau begitu mengapa manusia (Yesus Kristus) tidak boleh hanya dari seorang wanita saja jika itu memang Allah yang menghendaki? Allah dapat membuat apa dan siapa saja dari apa saja, Ia Mahakuasa.

    Akal manusia yang telah disucikan oleh Allah akan dimampukan mengerti hal-hal yang tampaknya di luar kemampuan akal untuk mengertinya, yaitu hal-hal yang Allah kerjakan. Akal manusia yang telah disucikan akan berdampak pada keadaan dunia yang semakin baik secara moral dalamkehidupan sosial bermasyarakat. Manusia akan mampu melayani Tuhan dansesama, serta melestarikan alam sekitarnya karena akalnya.

  7. POTENSI UNTUK BERKUASA
  8. Allah adalah Tuhan, yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan Lord. Istilah lord juga digunakan untuk orang-orang yang dianggap memiliki kekuasaan tertentu. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menciptakan manusia yang bersifat ke-tuan-an (The Mastership). Oleh karena itu manusia ditetapkan oleh Allah untuk menjadi "tuan" atas ciptaan yang lain. Alkitab mencatat, "Allah memberkati mereka :...penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi" (Kej. 1:28). Otoritas manusia sebagai tuan atas seluruh bumi diberikan oleh Allah pencipta, supaya manusia menunjuk kepada kemahakuasaan dan kedaulatan Allah. Manusia bukanlah tuan atas segala tuan, sebagai tuan, manusia tetap harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada tuan atas segala tuan, yaitu Allah Sang Pencipta.

    Kejatuhan dalam dosa tidak menyebabkan potensi ini hilang, tetapipenggunaannya telah menyimpang dari semula. Sepanjang sejarah, manusia selalu ingin memiliki kuasa atas sesuatu dan bila ada kesempatan, kuasa atas sesamanya. Banyak orang haus akan kekuasaan tanpa mengerti dengan jelas arti kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan adalah jalan untuk membawa yang dikuasai menuju pada tujuan tertentu yang telah disepakati bersama. Artinya, kekuasaan yang dipegang seharusnya akan membawa orang-orang yang ada di bawahnya mencapai tujuan yang baik yang telah disepakati bersama. Artinya penguasa dapat berbahagia bersama-sama orang-orang yang ada di bawah pengaruh kekuasaannya. Faktanya, manusia ingin berkuasa, setelah berkuasa, manusia sering menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja. Kekuasaan diselewengkan maksudnya menjadi jalan untuk menuju kekayaan. Itu sebabnya kita tidak perlu heran apabila orang berkuasa,ia sering menghalalkan segala cara, bahkan sering tidak mengindahkan hidup orang lain. Kekuasaan semacam ini menyimpang dari semula. Allah memberi potensi untuk berkuasa adalah agar manusia dapat memimpin seluruh ciptaan yang lain kepada tingkatan hidup yang lebih baik, lebih teratur, dan semuanya dalam rangka memuliakan Allah.

    Haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan tampak dalam setiap bidang kehidupan. Sifat ini sudah terintegrasi dalam diri setiap manusia yang sudah terkontaminasi dengan dosa. Oleh sebab itu, demi mendapatkan kekuasaan orang sering tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku secara umum, apalagi Firman Tuhan. Dalam kehidupan politik terlihat tampak lebih halus, namun esensinya selalu bagaimana mengalihkan, bahkan menyingkirkan lawan politiknya. Dalam bidang ekonomi tampak lebih kasar. Tidak peduli apakah pengusaha lain akan bangkrut karena perang dagang, yang penting bagaimana barang sendiri laku keras di pasaran. Dalam bidang agama, dalam kehidupan bergereja sekalipun, praktik kolusi dan nepotisme tetap subur. Bagaimana agar tampuk kepemimpinan tidak jatuh kepada orang yang bukan sealmamater dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Istilah "menjilat" yang sering digunakan dalam kehidupan di luar gereja tetap dapat disaksikan dalam kehidupan gereja walau dengan cara yang lebih halus.

    Sifat haus akan kekuasaan dan menyalahgunakan kekuasaan, akan berakibat kepada lukanya hubungan-hubungan interpersonal dan tertindasnya orang-orang yang lebih lemah. Jika demikian benarlah bahwa manusia adalah serigala bagi sesamanya. Yesus pernah berkata bahwa barangsiapa hendak menjadi pemimpin hendaklah ia melayani. Kenyataan yang ada pemimpin sering menjadi penindas, predator, yang tidak berbelas kasihan dan tidak peduli terhadap nasib apalagi perasaan orang lain. Karena itu setiap insan kristiani seharusnya mampu untuk menampilkan kekuasaan yang dimilikinya dalam takut akan Tuhan, sehingga dunia di sekitarnya bahkan dirinya sendiri akan dibangun olehnya.

  9. POTENSI KREATIF
  10. Manusia diciptakan oleh Allah pencipta, karenanya ia pun diberikan daya cipta. Daya cipta digunakan untuk menyatakan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan daya cipta seperti Allah mencipta. Dengan Daya cipta-Nya, Allah merencanakan dan menciptakan segala sesuatu dengan kreativitas yang tinggi. Kreativitas manusia diperlukan dalam upayanya, untuk melaksanakan tugas Allah, tugas untuk membangun dan memelihara bumi (Kej. 1:28 ; 2:15). Bumi yang semula diciptakan Allah memerlukan daya kreativitas yang tinggi dari Adam dan Hawa dalam pengelolaannya. Allah Pencipta telah menyediakan sarana dan prasarana, dan manusia tinggal menggunakan daya kreativitas yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.

    Yesus adalah pengajar yang kreatif. Ia dapat menggunakan perumpamaan- perumpamaan dalam menjelaskan apa yang diajarkan agar mudah dimengerti oleh pendengarnya. Perumpamaan itu sering kali diambil dari sesuatu yang ada disekitar-Nya. Ketika Ia dicobai dengan pertanyaan apakah orang harus membayar pajak, ia secara kreatif mengambil sekeping uang, dan akhirnya Ia berkata berikan kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan padanya dan kepada Tuhan, apa yang merupakan hak Tuhan.

    Dalam konteks kejatuhan dalam dosa, potensi kreatif manusia disalahgunakan untuk berbuat jahat. Jika semula potensi ini diberikan untuk menata bumi ini, sekarang kreativitas manusia justru merusak bumi. Di sisi lain potensi ini seharusnya membuat manusia bersyukur kepada Tuhan karena bisa bertahan hidup dan menata kehidupannya sesuai dengan kreativitas yang Allah sudah berikan. Sering, walau tidak semua, manusia yang tidak "berhasil" dalam hidupnya adalah mereka yang kurang mendayagunakan kreativitasnya.

B. Kecerdasan untuk Mengembangkan Potensi Manusia

Potensi-potensi manusia dalam pengembangannya sangat bergantung pada apa yang disebut sebagai kecerdasan manusia. Kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yakni; Intelligence Quotient (IQ),Emotional Quotient (EQ), dan yang masih baru di Indonesia yaitu Spiritual Quotient (SQ).

Kecerdasan pertama yaitu IQ. Untuk mempersiapkan anak-anaknya agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya semaksimal mungkin, sering kali orangtua sangat mementingkan perkembangan IQ atau perkembangan secara intelektual. Karena itu sedini mungkin orang-tua akan memberi makanan dengan gizi yang besar agar anak-anaknya memunyai otak yang cerdas. Produk-produk susu dan makanan dewasa ini berlomba- lomba menawarkan komposisi yang dapat membuat anak cerdas. Diharapkan dengan otak yang cerdas, seorang anak akan mampu menyerap segala pengetahuan yang ditawarkan padanya dengan sangat baik. Kemudian setelah anak bertumbuh, sedini mungkin anak akan diajarkan bermacam- macam pengetahuan. Belajar membaca, menghitung, bahkan komputer diajarkan pada anak sedini mungkin. Orangtua pun akan bangga jika anaknya dipuji bahwa masih kecil sudah lancar membaca dan menghitung bahkan dapat mengoperasikan komputer. Dewasa ini dapat dilihat bahwa anak-anak mulai kehilangan waktu bermain, bersosial dan bermasyarakat. Jadwal mereka sangat padat dengan kursus-kursus yang diikuti, yang semuanya diharapkan oleh orang tua agar anak mereka kelak menjadi anak yang produktif karena dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Tentulah kecerdasan intelektual harus dipersiapkan dengan saksama, namun ini bukan yang terpenting. Banyak orang dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang luar biasa tetapi ternyata mereka tidak dapat membuat dunia ini semakin baik, bahkan tidak sedikit diantaranya merusak lingkungan sosial dan kehidupan bermasyarakat. Karena itu manusia butuh kecerdasan yang kedua.

Kecerdasan kedua yaitu, EQ. Di Indonesia ini terkenal karena buku karangan Daniel Coleman yang berjudul Kecerdasan Emosional; mengapa EQ lebih panting daripada IQ. Dunia tidak hanya butuh orang pintar secara intelektual tetapi juga membutuhkan orang yang cerdas secara emosinya. Kecerdasan emosional itu mengembangkan sikap bagaimana seseorang harus menempatkan diri di tengah-tengah lingkungan sosial dan masyarakat. Orang yang dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya adalah orang yang dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya secara maksimal. Emosi yang baik dan terkontrol lebih mampu menguasai keadaan dan lingkungan sekitarnya, karena itu bagi masyarakat modern lebih baik bergaul dengan orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik ketimbang orang dengan intelektual yang baik namun tidak dapat mengontrol dirinya sendiri. Sekolah-sekolah kepribadian dan pelatihan- pelatihan mental pun marak bertumbuh. Tentulah jauh lebih baik jika orang dengan IQ yang baik juga memiliki EQ yang baik. Namun EQ yang baik juga belum dapat membuat orang itu merefleksikan dirinya dengan baik di tengah dunia. Hal ini karena kecerdasan emosional tidak mampu menjawab persoalan seperti; bagaimana nasib seseorang setelah mengalami kematian, apakah arti hidup ini yang dapat membawa seseorang memiliki rasa frustasi tersendiri di dalam hidupnya. Rasa frustasi ini akan menggiring seseorang tidak tenang dalam hidupnya yang pada akhirnya tentu saja membuat orang tersebut tidak mampu memiliki emosi yang seimbang kendati pun ia telah dilatih di sekolah-sekolah kepribadian atau pembinaan mental dan sebagainya. Karena itu ada kecerdasan ketiga yakni kecerdasan spiritual.

Kenyataannya, dunia tidak semakin baik dengan IQ dan EQ. Ternyata dunia dengan dua macam kecerdasan tersebut tidak mampu membuat dunia semakin baik dan aman, malah sebaliknya yang terjadi; dunia semakin jahat, korup dan mesum. Secara esensial dua hal tersebut sangat kurang. Berkesimpulan bahwa IQ dan EQ sudah cukup, sama saja dengan berkesimpulan bahwa struktur manusia terdiri dari mind yang menjadi dasar IQ, dan body yang menjadi dasar EQ. Padahal para ilmuwan hampir sepakat bahwa faktor kunci bagi peradaban manusia adalah spiritual/rohani. Inilah saya kira yang menjadi alasan panting psikolog terkemuka Carl Jung menulis "Modern Man in search of a Soul." Manusia perlu kecerdasan jenis ketiga yakni, "Spiritual Quotient." Paul Edwards berpendapat dalam bukunya Spiritual Intelligence (1999), menandaskan bahwa hal spiritual adalah dasar bagi kecerdasan IQ dan EQ sehingga dapat mengembangkan dunia menuju keberadaban dan kedamaian.

SQ berfungsi agar perkembangan IQ dan EQ berkembang secara benar. SQ yang baik dapat menolong seseorang memiliki arti hidup, ketenangan dan kedamaian yang tidak dapat diberikan oleh IQ dan EQ. Bahkan dengan SQ yang baik seseorang dapat memiliki hikmat atau kearifan di dalam menyikapi tantangan dan godaan yang sedang ada di sekitarnya. Kecerdasan spiritual akan menolong seseorang mampu bersikap jujur, adil, toleransi, terbuka, penuh kasih sayang terhadap sesama. Seseorang yang dekat dengan Tuhan yang Mahasuci, Mahatahu dan Bijaksana, tentu akan juga memiliki refleksi diri yang lebih mantap. Pikiran, perasaan, ucapan dan tindakan akan mantap, tenang, jernih dan bersih. Hal-hal ini akan menyingkirkan segala yang kotor, najis, jahat,dendam, iri hati, egoisme yang merusak sesama dan lingkungan, serta segala energi negatif yang tampak pada manusia yang tidak memunyai hubungan dengan Tuhan. Bukankah hal-hal ini yang jauh lebih penting dalam kehidupan manusia. Jika demikian, tentu saja potensi- potensi manusia seharusnya dalam pengembangannya lebih baik dilandasi dengan kecerdasan spiritual.

SQ sangat dibutuhkan dan harus dikerjakan secara serius karena sains modern akhirnya gagap, bahkan gagal ketika menjelaskan hakikat manusia sejati. Makna hidup bagi manusia modern; arti hidup di dunia fans ini, bagaimana menjalani hidup secara benar; misteri kematian dan seterusnya, menjadi kegalauan dan pertanyaan besar manusia yang tidak mengembangkan aspek spiritualnya. SQ akan menolong manusia untuk tahan godaan, berhati luas, berpikiran sehat, mengalami kedamaian dan kebahagiaan serta kearifan dalam menghadapi setiap persoalan, serta terus berusaha menciptakan keharmonisan. Bukankah hal ini sangat bermanfaat dalam membangun dunia yang aman, tenteram, damai serta sehat dan bahagia. Profesor Khalil Khavari dalam bukunya, Spiritual Intelligence, mengatakan, Iran yang tidak terasah yang dimiliki oleh setiap insan, yakni hal rohani. Kita harus mengenalinya, mengembangkannya untuk memperoleh kebahagiaan personal/pribadi." Zohar dan Marsahall berpendapat bahwa menciptakan manusia yang unggul dan yang mampu membangun dunia semakin baik dan damai adalah manusia yang dipersiapkan sebaik mungkin akan IQ, EQ, terutama SQ. Dengan SQ yang baik, yang mendasari IQ dan EQ, seseorang akan dapat mengembangkan segala potensinya dengan maksimal sehingga berguna bagi perkembangan dunia yang semakin beradab, damai sejahtera dan tenteram.

Untuk memiliki kecerdasan spiritual seorang harus dekat dengan Tuhan. Karena itu hubungan pribadi dengan Tuhan mutlak perlu diusahakan dan dipelihara, sehingga dalam menghadapi setiap kemajuan manusia tidak bertambah egois tetapi selalu memikirkan semuanya dalam perspektif iman yang benar. Hubungan yang dekat dengan Tuhan menolong seseorang tidak gampang stres dan depresi dalam menghadapi tantangan yang ada, karena kekuatan Tuhan selalu menyertainya. Hubungan pribadi biasanya tampak dalam kesukaan dan kedisiplinan dalam berdoa dan membaca kitab suci. Sebagai orang Kristen kedua hal ini adalah dasar bagi berkembangnya kecerdasan spiritual seseorang. IQ dan EQ akan berkembang pada jalurnya untuk membangun dunia semakin baik ketika seseorang memiliki hubungan dengan penciptanya.

PRK-Referensi 03a

Pelajaran 03 | Pertanyaan 03 | Referensi 03b | Referensi 03c

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Tuhan Membicarakan Prinsip-Prinsip Menjadi Murid yang cerdik
Kode Pelajaran : DIK-R03a

Referensi DIK-R03a diambil dari:

Judul artikel : Tuhan Membicarakan Prinsip-Prinsip Menjadi Murid yang cerdik
Judul buku : Bijak Mengelola Uang
Penulis : Gary Inrig
Penerbit : Yogyakarta: Yayasan Gloria, 1998
Halaman : 28-35

Tuhan Membicarakan Prinsip-Prinsip Menjadi Murid yang Cerdik

Anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang. Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara- perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan memercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Lukas 16:8-13).

Murid yang Cerdik Menggunakan Uang untuk Meraih Tujuan Kekal.

Pesan utama Tuhan dalam Lukas 16:8-13 adalah bahwa kecerdikan dalam menggunakan uang dapat membuat orang mencapai tujuan yang kekal. Dalam ayat 9 Dia berkata, "Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan kekayaan duniawi." Makna frase "kekayaan duniawi" tidak setajam perkataan Yesus yang sebenarnya, yakni "Mamon yang tidak jujur". Mamon adalah suatu istilah yang menarik, yang tidak hanya berarti uang, tetapi juga harta benda. Tuhan menjelaskan bahwa Mamon memiliki kekuatan yang besar, yang tidak bersifat netral. Bila tidak ditempatkan di bawah otoritas Kristus, Mamon dapat menjadi ilah lain yang membawa kita pada kejahatan. Jadi, itu bukan sekadar "kekayaan duniawi" melainkan "Mamon yang tidak jujur".

Tuhan memanggil kita untuk mengenali batas-batas toleransi terhadap harta. Ungkapan "supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi" (ayat 9) yang secara harfiah berarti "jika Mamon itu gagal", mengacu pada saat kematian tiba atau saat tak ada lagi yang memberikan utang. Paulus berkata, "Kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar" (1 Timotius 6:7). Kecerdikan mendorong kita untuk menyadari bahwa uang memang berkuasa, tetapi terbatas, sementara, dan fana. Salah satu sifat uang adalah dapat musnah atau rusak. Beberapa abad yang lalu Bernard dari Clairvaux menulis, "Uang tak lagi memuaskan kebutuhan batin kita yang lapar, karena kelak kita lebih butuh udara bagi tubuh yang membutuhkan makan." Tentunya ini berlaku saat kematian tiba. Tak seorang pun dapat membawa serta uangnya.

Kebijakan dalam mengunakan uang juga terfokus pada bagaimana uang itu dapat digunakan untuk tujuan-tujuan yang kekal. Yesus berkata, "Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya... kamu diterima di dalam kemah abadi" (ayat 9). Bila uang kita digunakan untuk memenuhi kebutuhan saudara-saudara seiman dan untuk mewartakan Injil, kita yakin bahwa akan ada sesuatu yang kekal yang akan kita terima. Bapa kita yang Maha Pemurah akan menyingkapkan kepada orang-orang kudus bagaimana kita telah memakai uang untuk menjadi sarana dalam pertobatan mereka atau dalam memenuhi kebutuhan mereka. Bayangkan betapa besar penerimaan di surga!

Tidak banyak pengalaman yang lebih memuaskan daripada pengalaman mengunjungi tempat tinggal dan tempat pelayanan Anda dulu, dan melihat orang-orang berbaris untuk mengatakan betapa Anda telah memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan mereka, sesuatu yang tak terkira dan tak ternilai.

Tuhan memanggil kita untuk menggunakan uang dengan bijak, dengan alasan-alasan yang bersifat kekal. Namun data statistik menyatakan bahwa dari jumlah pendapatan yang ada (sesuai dengan laju inflasi), yang meningkat sebesar 31 persen di kalangan 31 anggota denominasi Protestan, antara tahun 1968 sampai 1985, hanya dua persen dari angka tersebut yang diberikan kepada gereja-gereja atau organisasi-organisasi kristiani (Chicago Tribune, 31 Juli 1988). Dengan kata lain, 98 persen lainnya digunakan untuk membiayai gaya hidup manusia. Bila kita hidup dalam dunia dengan kebutuhan yang terus-menerus meningkat dan banyak peluang yang memikat, maka sepertinya akan sulit bagi kita untuk menggunakan uang dengan bijak.

Orang-orang percaya juga perlu hidup dengan bijak -- menyusun strategi, merencanakan, memimpikan, dan menggunakan akal budi serta kreativitas. Pada saat-saat yang radikal diperlukan solusi yang radikal pula, sebagaimana dilukiskan dalam perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur. Tuhan tidak memanggil kita untuk sekadar menjalankan bisnis seperti biasa. Murid yang bijak perlu bertanya kepada diri sendiri, "Bagaimana aku dapat menggunakan uangku semaksimal mungkin untuk hal-hal yang bernilai kekal?" Kita harus berhati-hati agar tidak membelanjakan atau menghamburkan uang dengan ceroboh, emosional, atau menuruti kata hati. Tuhan memanggil kita untuk menjadi orang yang tegas, cermat, cerdik, dan memandang jauh ke depan.

Murid yang Bijaksana Menggunakan Uang dalam Terang Kemuliaan Kekal.

Ada tiga pesan utama dalam Lukas 16:8-13. Pertama, kebijaksanaan dalam menggunakan uang dapat mencapai tujuan kekal. Kedua, kebijaksanaan dalam pengelolaan keuangan akan membawa hasil yang kekal (ayat 10-12). Prinsip pengelolaan uang sangat sederhana. Prinsip pertama adalah persyaratan utamanya: "Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai" (1 Korintus 4:2). Prinsip kedua adalah ganjaran, yang dijelaskan Tuhan dalam Lukas 16:10: "Barang siapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barang siapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.

Dalam perkara-perkara kecillah kita membuktikan kesetiaan. Utusan Injil ternama Hudson Taylor, mengamati, "Perkara kecil adalah sesuatu yang kecil; tetapi kesetiaan dalam perkara kecil adalah sesuatu yang besar."

Kesetiaan terhadap uang berkaitan dengan karakter. Seorang penulis menerangkan mengapa ia masih bisa menambahkan kisah lain pada buku biografi tentang Duke of Wellington: "Saya lebih beruntung dibandingkan penulis biografi sebelumnya. Saya menemukan laporan keuangan yang mengungkapkan bagaimana Duke membelanjakan uangnya. Cara Duke membelanjakan uang dapat menjadi petunjuk yang lebih baik untuk mengetahui apa yang menurutnya benar-benar penting, daripada hanya membaca surat-surat atau pidato-pidatonya." Hal ini juga berlaku atas laporan keuangan seorang murid Tuhan.

Kebijaksanaan menyebabkan kita memandang "Mamon" dengan cara menarik. Lukas 16:10-12 menunjukkan kesamaan antara "perkara-perkara kecil" (ayat 10), "kekayaan duniawi" (ayat 11), dan "harta orang lain" (ayat 12). Pada saat yang sama juga ditunjukkan kesamaan antara "perkara- perkara besar" (ayat 10), "harta yang sesungguhnya" (ayat 11), dan "hartamu sendiri" (ayat 12).

Tuhan mengatakan bahwa kekayaan yang kita miliki adalah perkara- perkara kecil. Itu sama sekali bukan milik kita. Kita hanyalah pengelola, bukan pemilik. Jika kita menggunakan harta seolah-olah itu milik kita, berarti kita sedang bertindak seperti bendahara yang tidak jujur. Kita tidak memiliki apa-apa, kita hanyalah pengelola segala sesuatunya. Segala yang kita miliki hendaknya dipakai untuk memenuhi maksud dan tujuan Tuhan. Harta duniawi memiliki nilai utama bila digunakan sebagai sarana untuk melatih kita mengelola "harta yang sesungguhnya" yang menunjuk pada perkara-perkara Kerajaan Allah.

Oleh karena itu, orang yang bijaksana akan menggunakan uang dalam terang kemuliaan kekal. Termasuk di dalamnya kesempatan untuk melayani Tuhan Yesus yang akan mewujudkan kehendak-Nya di bumi dan memberi pelayanan istimewa di surga nanti.

Murid yang Bijaksana Mengerti bahwa Pengelolaan Keuangan Mencegah Keterikatan pada Uang

Pesan ketiga dari Lukas 16:8-13 ditemukan dalam ayat 13: "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon". Dengan kata lain murid yang bijaksana mengerti bahwa pengelolaan keuangan mencegah kita terikat pada uang. Kita dapat melayani Allah dengan uang, tetapi kita tidak pernah dapat melayani Allah dan uang sekaligus. Mau tak mau, kita harus memilih. Kita hanya bisa memiliki satu tuan. Yesus ingin kita mengerti bahwa sesungguhnya kita tidak punya pilihan untuk menjadi tuan bagi Mamon. Pilihan yang kita punyai hanyalah menjadi pengelola uang atau menjadi hamba uang. Dan Mamon selalu berjuang untuk menggantikan tempat Allah.

Tuhan menggunakan gaya bahasa personifikasi yang amat hidup dalam uraian-Nya agar kita mengerti bahwa tak ada pilihan yang setengah- setengah: Allah menguasai harta kita atau harta itu akan menguasai kita. Henry Fielding pernah menulis, "Jadikan uang sebagai ilahmu, maka ia akan menggodamu bagai iblis."

Kita semua melayani sesuatu atau seseorang. Kita tak mungkin menjadi murid Yesus yang setengah-setengah. Kita harus memilih kepada siapa kita harus mengabdi secara penuh. Jika kita memilih Tuhan sebagai satu-satunya tuan kita, Dia tidak akan pernah menghabiskan uang kita. Pada kenyataannya, Dia mengambil uang kita dan mengubahnya menjadi suatu persahabatan. Sejumlah uang yang kita gunakan untuk berjudi, membayar WTS, atau membeli narkoba adalah uang yang juga bisa kita gunakan untuk membeli Alkitab menggali sumur, atau mendukung pengabaran Injil. Jumlah uang yang sama, yang digunakan bendahara yang cerdik untuk menata jalannya menuju masa depan yang mapan, juga bisa digunakan oleh murid yang bijak untuk diinvestasikan dalam persekutuan yang kekal. Perbedaannya terletak pada pengambilan keputusan kepada siapa ia akan mengabdi.

Bagaimana kita memperoleh uang? Apa yang dapat kita beli dengan uang itu? Kapan dan bagaimana kita mengeluarkan uang? Untuk apakah kita mempengunakan sumber pendapatan yang kita miliki? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seorang murid yang bijak ketika berusaha menyamai sosok "tuan" yang dipilihnya ini, seseorang yang bertindak secara meyakinkan dalam penggunaan berbagai sumber pendapatan yang dimilikinya untuk memaksimalkan peluangnya di masa depan.

Ada kisah tentang seseorang yang mengalami kapal karam di pulau terpencil tak dikenal. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui bahwa ia tidak sendirian. Sebuah suku yang terdiri dari cukup banyak orang mendiami pulau itu bersamanya. Betapa senangnya ia karena mereka memperlakukan dirinya dengan sangat baik. Mereka menempatkannya di singgasana dan menyediakan segala keinginannya. Ia amat senang, tetapi juga bingung. Mengapa ia diperlakukan bak raja? Setelah kemampuannya berkomunikasi semakin meningkat, ia pun tahu bahwa ternyata suku itu memunyai kebiasaan memilih raja setahun sekali. Kemudian, setelah masa kekuasaannya berakhir, raja itu akan dibuang ke sebuah pulau.

Kegembiraannya segera berganti dengan kesedihan. Kemudian, ia memikirkan suatu rencana yang cerdik. Di sepanjang bulan-bulan berikutnya, ia mengirim anggota-anggota suku itu untuk membuka dan mengolah tanah di pulau lain. Ia memerintahkan mereka untuk membangun sebuah rumah yang indah, memperlengkapinya dengan perabot rumah, dan menanam tumbuhan. Ia mengirim beberapa sahabat yang dipilihnya untuk tinggal di sana dan menunggunya. Lalu, saat hari pengasingan itu tiba, ia ditempatkan di sebuah tempat yang telah dipersiapkan dengan sangat cermat dan telah dipenuhi dengan sahabat-sahabat yang dengan senang hati menerimanya.

Murid-murid Tuhan tidak sedang menuju pulau yang sunyi. Tujuan kita adalah rumah Bapa. Namun, persiapan kita di dunia menentukan bagaimana kita di sana kelak. Jika kita bijak, akan ada sahabat dan ganjaran kekal yang menanti. Orang bodoh yang menjadi hamba uang akan kehilangan semua harta. Orang percaya yang cerdik melayani Allah dan memiliki investasi dalam kekekalan.

PRK-Referensi 02b

Pelajaran 02 | Pertanyaan 02 | Referensi 02a

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Ketaatan yang Sederhana, Keserupaan Sejati dengan Kristus
Kode Pelajaran : PRK-R02b

Referensi PRK-R02b diambil dari:

Judul artikel : Ketaatan yang Sederhana, Keserupaan Sejati dengan Kristus
Judul buku : Mutiara Kehidupan Kristen
Penulis : John Calvin
Penerbit : Momentum, Surabaya 2007
Halaman : 7-9

REFERENSI PELAJARAN 02 - KETAATAN YANG SEDERHANA, KESERUPAAN SEJATI DENGAN KRISTUS

Kitab Suci adalah aturan bagi kehidupan.

  1. Sasaran dari hidup baru adalah agar anak-anak Allah mencerminkan melodi dan harmoni dalam perilaku mereka. Melodi apa? Lagu keadilan Allah. Harmoni apa? Harmoni antara kebenaran Allah dan ketaatan kita.
  2. Hanya ketika kita berjalan dalam keindahan taurat Allah, barulah kita beroleh keyakinan tentang adopsi kita sebagai anak-anak Bapa.

    Taurat Allah pada dirinya mengandung dinamika hidup baru yang melaluinya gambar-Nya dalam diri kita dipulihkan sepenuhnya; tetapi karena pada dasarnya kita adalah orang-orang yang lamban, kita perlu didorong, dibantu dalam usaha-usaha kita oleh suatu prinsip penuntun.

    Pertobatan yang tulus dari hati tidak menjamin bahwa kita tidak akan menyimpang dari jalan yang lurus atau kadang kala tersesat.

    Karena itu, marilah kita menyelidiki Kitab Suci untuk menemukan prinsip dasar bagi reformasi hidup kita.

  3. Kitab Suci memuat banyak nasihat, dan untuk mendiskusikan semuanya itu akan menghasilkan banyak buku.
  4. Para bapa gereja telah menulis karya-karya besar mengenai kebajikan- kebajikan tanpa menggurui; bahkan sebuah risalah akademis tidak dapat membahas secara tuntas kedalaman dari satu kebajikan.

    Namun demikian, untuk sungguh-sungguh merenungkannya, kita tidak harus membaca karya-karya agung dari para bapa gereja, kita cukup memahami satu aturan dasar dari Alkitab [1].

  5. Tak seorang pun boleh menyimpulkan bahwa pembahasan singkat tentang sikap hidup Kristen menjadikan diskusi yang panjang lebar dalam pembahasan lainnya itu berlebihan, atau bahwa filsafat itu tidak berguna.
  6. Meskipun demikian, para filsuf terbiasa untuk berbicara tentang prinsip-prinsip umum dan aturan-aturan spesifik, tetapi Kitab Suci memiliki tatanannya sendiri.

    Para filsuf umumnya ambisius, dan karenanya berfokus pada kejelasan yang sangat mendetail dan keterampilan berpikir yang andal; tetapi kitab Suci memiliki keringkasan yang indah, dan kepastian yang melampaui semua filsuf.

    Para filsuf sering kali menampilkan kepura-puraan, tetapi Roh Kudus memiliki metode yang berbeda (langsung dan lugas) yang tidak boleh diabaikan [2].

Catatan Kaki:

[1] Calvin menyisipkan di sini: "Saya tidak suka menulis panjang-panjang, karena saya menyukai sesuatu yang ringkas. Tetapi mungkin suatu saat nanti saya akan mencobanya; dan jika tidak, saya akan mempercayakan tugas itu kepada orang lain."

[2] Calvin disini jelas-jelas berpikir tentang 1 Korintus 1, 2, dan 3.

PRK-Referensi 02a

Pelajaran 02 | Pertanyaan 02 | Referensi 02b

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Firman Allah dan Kehidupan di dalam Kristus
Kode Pelajaran : PRK-R02a

Referensi PRK-R02a diambil dari:

Judul artikel : Firman Allah dan Kehidupan di dalam Kristus
Judul buku : Manusia Baru
Judul buku asli : The New Man
Penulis : J.I Packer
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA)
Halaman : 38-45

REFERENSI PELAJARAN 02 - DISIPLIN ROHANI I (BELAJAR FIRMAN TUHAN)

Firman Allah dan Kehidupan di Dalam Kristus

Mazmur 119:1-16.

Bagi kita yang hidup di zaman banyak buku telah dicetak, pikiran pertama yang timbul di dalam benak kita ketika kita melihat istilah "firman Allah" adalah ayat-ayat Alkitab dalam bentuk cetakan. Namun bagi Pemazmur ungkapan ini lebih menekankan pada perintah Ilahi (hukum, "Taurat"). Memang ditulis sebagai buku penuntun, tetapi sebagian besar diturunkan dari mulut ke mulut kepada anak cucu mereka. Sejumlah perintah Allah yang diberikan sebagai tanda kebaikan Allah. Patung-patung tidak dapat berbicara atau berbuat apa-apa, tetapi Allah Israel adalah Juruselamat dan bisa berbicara. Israel beruntung karena ia dikaruniai untuk menikmati kasih karunia dan pengajaran-Nya (Mzm. 147:19, dst.). Allah menyatakan kehendak-Nya dalam dua cara (untuk maksud yang baik dan perintah), dan yang dimaksud kesalehan adalah hidup tetap sesuai dengan firman-Nya. Kasih karunia dan kuasa firman Allah merupakan tema yang terus-menerus diutarakan di dalam kitab Mazmur (Mzm. 19: 7-11). Dalam Mzm. 119, 176 semua ayatnya, kecuali satu, menyebutkan secara langsung pernyataan-pernyataan yang kaya tentang tema ini. Pemazmur sangat mencintai firman Tuhan, sehingga ia menyimpannya di dalam hati dan mengingatnya (11, 16), merenungkannya, dan bergembira karenanya (14-16), memperhatikannya agar ia tidak jatuh ke dalam dosa dan dapat mempelajari jalan kehidupan (9-12), serta rindu untuk mempraktekkannya sepenuhnya (5-8). Dalam hal ini ada kesinambungan antara orang-orang saleh di dalam Perjanjian Lama dan orang-orang Kristen masa kini. Masa kini Kristen memiliki firman Tuhan dari dua kitab Perjanjian (Lama dan Baru); firman Tuhan yang merupakan sumber utama petunjuk, kasih karunia dan pertumbuhan yang diperlukan.

Selain berisi fakta-fakta firman Tuhan, pasal ini juga menunjukkan bentuknya dengan menyoroti dari berbagai sudut. "Firman" (9, 11, 16) berarti "berita", "hukum" berarti "perintah", seperti misalnya dari seorang ayah kepada keluarganya; "peringatan-peringatan" (2, 14), "ketetapan-ketetapan" (5, 8, 12, 16), "hukum-hukum" atau "peraturan- peraturan" (7, 13), "titah-titah" (4, 15), "perintah-perintah" (6, 10) adalah perintah-perintah moral. Petunjuk mengenai "kebahagiaan" orang- orang yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum-Nya (1, dst.), dan penjelasan bahwa mencari Allah adalah inti dari pelaksanaan hukum Taurat (2, 10), memperlihatkan bahwa firman Tuhan berisi janji-janji (49, dst.) dan menyatakan diri Allah sendiri (18). Firman adalah media komunikasi dan persekutuan Allah dengan manusia yang meliput segala perkara.

Akhirnya, ayat-ayat ini memperlihatkan "buah-buah" yang membangkitkan keinginan untuk menaatinya (5), berdoa untuk mendapatkan petunjuk (12) dan kesungguhan hati untuk mencari Allah (2, 10). Firman Allah juga membersihkan jalan hidup kita, menjauhkan kita dari hal-hal yang najis (9); mendorong kita untuk berbicara kepada Allah (13) dan mendapatkan sukacita di dalam Dia (14, 16). Jadi melalui firman Tuhan karya Allah berlangsung di dalam kehidupan manusiawi kita.

Mazmur 1.

Mazmur 1 merupakan Mazmur kunci, yang menentukan nada dan mengetengahkan pandangan yang terdapat di seluruh Mazmur. Mazmur ini merupakan suatu renungan yang menceriterakan riwayat hidup singkat dari seorang yang saleh (orang benar, 5) dibandingkan dengan orang fasik. Dan secara tegas menganjurkan kita untuk mengikuti jejak orang benar tersebut. Berkat orang benar -- yakni kebahagiaan, karena mereka hidup di bawah berkat-berkat Allah -- ini merupakan tema dari Mazmur ini. Perubahan kondisi-kondisi dari zaman Perjanjian Lama ke kondisi- kondisi zaman Perjanjian Baru sama sekali tidak mempengaruhi pesan- pesan yang terdapat di dalam ayat-ayat ini. Karena kenyataan-kenyataan rohani yang dipaparkan tidak berubah.

Pertama, jalan orang benar (1) dibandingkan dengan jalan fasik (6). Orang yang saleh menjauhkan diri dari pikiran rencana-rencana, minat, dan sikap orang-orang yang mencemooh kesalehan dan menentang Allah (1). Mereka malah suka melakukan perintah Allah. Mengapa? Karena mereka bergembira di dalam Allah yang dari pada-Nya firman itu berasal dan keluar. Kata "hukum" di sini berarti perintah (ajaran) Allah dan secara keseluruhan meliput petunjuk-petunjuk etis, janji-janji dan pengetahuan tentang kasih karunia. Semua ini membawa sukacita (2). D.L. Moody benar ketika ia berkata bahwa Alkitab akan menjauhkan Anda dari dosa atau dosa akan menjauhkan Anda dari Alkitab. Karena hukum- hukum Allah mengutuk dosa. Tak mungkin seseorang dapat menyukai keduanya pada waktu yang bersamaan. Pemikiran Alkitabiah tentang moralitas, di dalam ayat-ayat ini maupun di bagian-bagian Alkitab yang lain, memisahkan hukum-hukum Allah dan dosa menjadi dua hal yang sangat berlawanan.

Buah dari kebenaran (3) semata-mata merupakan keserupaan dengan Allah di dalam tingkah laku, pengaruh-pengaruh yang baik dan peran serta positif bagi kesejahteraan orang lain. Dalam hal ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa orang fasik sama sekali tidak mengeluarkan buah-buah seperti ini. Dosa merupakan kekuatan yang menghancurkan, para pendosa membawa dirinya sendiri dan dunia pada kesengsaraan. Orang saleh terus berbuah secara teratur, persis seperti sebatang pohon yang berakar di tepi sebuah sungai dan memperoleh makanannya dari air yang terdapat di dalam tanah. Lukisan ini menggambarkan bagaimana Allah mengaruniakan kepada orang-orang saleh kekuatan untuk melakukan segala pekerjaan yang baik (2 Tim. 3:16) bila mereka merenungkan firman-Nya. Keberhasilannya yang menyeluruh bersifat spiritual, karena orang saleh tersebut berusaha melakukan segala sesuatu bagi kemuliaan Allah, sesuai dengan firman-Nya. Ia diperkaya dengan kepuasan batiniah yang berasal dari hati nurani yang baik; walaupun mungkin secara lahiriah ia mengalami kesulitan, usaha-usaha yang keras, dan kegagalan-kegagalan.

Keteguhan dan ketabahannya tidak hanya berasal dari keutuhan batin, tetapi karena fakta bahwa Allah mengetahui jalan hidupnya, menerimanya dan menjaganya. Pada hari penghakiman terakhir ia akan "berdiri" yakni diteguhkan sebagai orang yang berhak memperoleh hadiah dari Allah. Sedangkan orang fasik, yang cara-cara hidupnya tidak diterima Allah, akan tidak dapat bertahan (6). Alkitab selalu menilai cara-cara hidup manusia dengan memperlihatkan bagaimana nasib akhir mereka pada waktu penghakiman akhir.

Matius 7:24-27; Yohanes 8:30-37.

Kini, seperti ketika Tuhan Yesus ada di dunia, kabar penting yang disampaikan-Nya tetap berisi kasih karunia dan penghakiman bagi manusia; baik manusia mau menerima-Nya atau tidak. Kata "perkataan-Ku" (Mat. 7:24) dan "firman-Ku" (Yoh. 8:31) menunjukkan bahwa itu harus terjadi dalam pemuridan: Bagaimana cara hidup di dalam Kerajaan Allah di bawah pemerintahan Sang Raja. Setelah Pentakosta, para rasul menambahkan banyak pengajaran tentang kasih karunia yang telah diberikan melalui salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Tetapi hanya sedikit yang mereka tambahkan pada penjelasan tersebut tentang cara- cara hidup di bawah kasih karunia, yakni "Etika Kerajaan Allah" yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus.

Yang utama dari "firman Yesus" ini secara mutlak dan tidak terbatas Yesus menuntut untuk diakui sebagai guru, Juruselamat dan tuan (nabi, imam, dan raja). Inilah iman sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Yesus mendesak para pendengar-Nya untuk melakukan dan tetap tinggal dalam firman-Nya. Ia memanggil mereka untuk memiliki ketaatan iman. Orang yang menanggapi panggilan-Nya disebut-Nya "orang yang bijaksana". Yakni orang (selalu dikatakan dalam Alkitab) yang berpikir dan bertindak atas dasar kenyataan dan bersikap hati-hati, memikirkan masa depannya dan hidup sesuai pimpinan Tuhan serta memilih cara hidup yang terpuji dan menolak cara hidup yang membawa pada kehancuran. (Mat. 7:24).

Tinggal tetap dalam "perkataan Yesus" merupakan satu-satunya tanda hidup di dalam kasih karunia Allah. Inilah inti dari Yoh. 8:30-37. Beberapa orang Yahudi telah "percaya" kepada Yesus secara sepintas lalu dan dangkal karena terkesan pada Yesus. Namun mereka belum cukup mengenal Yesus dan tidak memahami apa yang dituntut dari mereka bila mau menjadi murid-Nya. "Kepercayaan" seperti itu -- hanya setengah jalan menuju iman, tetapi belum dapat disebut iman, dan biasanya tidak menimbulkan iman -- tampak dalam Yoh. 2:23. Dalam perumpamaan "penabur benih" (Mat. 13:5 dst., 20 dst.) pendengar ini seperti benih yang ditabur pada tanah yang berbatu. Di dalam peristiwa ini, undangan Yesus untuk tinggal tetap dalam firman-Nya justru dibalas dengan kejahatan: "Kepercayaan" mereka memudar dan justru mereka mengharapkan kematian-Nya (37). Betapa mudahnya orang-orang beragama berubah bila mereka diperhadapkan kepada kebutuhan rohani yang sebenarnya! Apakah pengajaran ini pula yang membuat Yudas kemudian menentang Yesus?

Kondisi yang tidak mantap (karena mereka dijajah bangsa Romawi) dan keangkuhan tentang hak-hak istimewa yang dimiliki dalam hidup keagamaan mereka tampak melalui perkataan mereka pada ayat 33. Yesus menawarkan pada mereka kemerdekaan dari belenggu dosa yang disorakkan oleh Paulus pada Rm. 6. Akan tetapi mereka menentang perkataan Yesus dan menolak tawaran tersebut. Dengan demikian mereka tetap pada karakter mereka sebagai orang-orang yang bodoh, dan akan menghadapi penghakiman rohani dan malapetaka (Yohanes 8:35; Mat. 7:26).

Kisah Para Rasul 2:41,42; 20:29-32; Kolose 3:16, 17.

"Kasih karunia datang melalui pengertian". Demikian kata Thomas Aquinas dan kaum Puritan (penganut gereja protestan di abad 16, 17 yang menghendaki bentuk upacara gereja yang lebih sederhana), apa yang mereka katakan adalah benar. Allah tidak memperlakukan kita sebagai kayu dan batu atau robot, yang harus digerakkan dengan paksa, akan tetapi kita dihargai sebagai manusia yang berpikir. Oleh sebab itu Tuhan memimpin kita kepada kedewasaan dan kebijaksanaan dengan merangsang pemikiran kita. Tentu saja tidak hanya pikiran yang terlibat, tetapi seluruh kehidupan kita. Oleh karena itu, firman Allah, perkataan-perkataan yang ditulis dalam Alkitab, dibaca, dikhotbahkan dan dimengerti, merupakan media utama dari kasih karunia. Firman Allah mengajar dan menantang kita, dan mampu mengubah kita, karena Roh Allah sendiri yang membuat kita menerimanya. Kita menerima firman Tuhan dengan cara mengunyah dan menelannya, atau kita sebut dengan meditasi. Dengan cara ini iman kita bertumbuh dan hidup kita diubahkan.

Berita ini merupakan perkataan para rasul, dan mereka mengkhotbahkannya (Kis. 2:41); ini adalah perkataan kasih karunia Allah, karena firman ini memberitakan kasih yang menebus manusia berdosa (20:32); firman ini adalah perkataan Kristus juga dari pada- Nya perkataan para rasul bersumber dan mendapatkan temanya. (Kol. 3:16).

Dalam kelompok ayat-ayat pertama, firman menjadi dasar dari persekutuan orang-orang percaya. Mereka menerima perkataan para rasul yang merupakan pintu terbuka untuk kehidupan bersama saudara seiman dan di dalamnya mereka dapat menikmati bentuk-bentuk kasih karunia yang lain yaitu perjamuan kudus dan berdoa. Seandainya mereka tidak menerima kebenaran-kebenaran rasuli ini, persekutuan-persekutuan seperti ini akan kacau balau. Karena hanya ada satu Kristus, yakni Kristus yang diberitakan dalam pengajaran para rasul. Dan hanya ada satu dasar yang benar bagi kehidupan bersama bagi gereja yakni iman orang-orang yang percaya kepada-Nya. Ini tetap berlaku sampai sekarang.

Pada kelompok ayat-ayat kedua, perkataan di sini berarti alat untuk membangun/menumbuhkan. Setelah memperingatkan para penatua di Efesus tentang adanya penyesatan-penyesatan doktrin yang akan terjadi (30), Paulus menyerahkan mereka kepada Allah yang dari pada-Nya firman kasih karunia berasal dan dapat membangun hidup Kristen dan membawa mereka kepada kemuliaan, apapun yang terjadi. Kata "dikuduskan" di sini mengandung arti yang sama dengan arti yang terkandung dalam kata "orang-orang kudus" dan menunjuk pada tindakan Allah yang memisahkan mereka bagi Allah melalui pertobatan dan kelahiran kembali. Jadi tidak menunjuk pada perubahan karakter mereka.

Dalam kelompok ayat-ayat berikutnya, perkataan di sini sebagai sumber dari hikmat kita bila perkataan itu diam di dalam kita (kata yang sama yang dipakai untuk menyatakan Roh diam di dalam kita). Hubungan yang terdapat dalam kedua pemikiran ini menunjukkan bahwa firman hanya dapat berdiam "dengan segala kepenuhannya" bila orang-orang beriman saling mengajar satu sama lain dan bersama-sama beribadah kepada Allah, misalnya memiliki persekutuan. Hal ini mengingatkan kita kepada ucapan Wesley yang mengatakan bahwa lebih tidak bersifat Kristen bila Kristen meninggalkan persekutuan dengan saudara-saudara seimannya.

Yakobus 1:16-25.

Uraian Perjanjian Baru tentang logos Allah, "tulisan" atau "pesan- Nya", merupakan bahan studi yang menarik. Logos kasih karunia Allah di dalam Kis. 20:32, dan logos Kristus dalam Kol. 3:16, dinyatakan sebagai logos kebenaran (18; disebut demikian karena ia menyatakan fakta dan tidak ada kebohongan di dalamnya. (3:14; 5:19; Kol. 1:5; 1 Yoh. 2:21, 27). Dalam ayat 25, logos ini disebut "hukum Allah yang sempurna", yakni ajaran-Nya yang lengkap dan tuntas tentang jalan kehidupan. Ini sebagai perbandingan terhadap ketidaksempurnaan logos Perjanjian Lama. Logos ini juga disebut "hukum yang memerdekakan orang", berita yang membawa kebebasan, sedangkan hukum Taurat di dalam Perjanjian Lama telah membawa Israel ke dalam perhambaan. Pemikiran bahwa melalui tindakan Allah yang penuh kuasa, berita itu dapat menghasilkan kelahiran baru (18) senada dengan apa yang diutarakan oleh Paulus di dalam Flp. 2.;16, ia menyebut berita tersebut "logos kehidupan/firman kehidupan".

Allah melahirkan Kristen melalui firman-Nya (18). Yakobus mengemukakan hal ini untuk menggambarkan prinsip yang terkandung di dalam ayat 17, bahwa segala sesuatu yang baik datang dari "Bapa Segala Terang", Pencipta matahari dan bulan serta bintang-bintang yang tidak pernah berubah. Pemerintahan-Nya atas alam semesta memperlihatkan kebesaran kuasa-Nya (25), dan melalui Yesus Kristus, Ia menunjukkan kasih-Nya sebagai Bapa kepada Kristen. (27; 3:9). Sebagai anak-anak Allah yang telah mengalami kelahiran baru, Kristen menjadi "anak sulung" di antara semua ciptaan-Nya; dalam arti bahwa mereka merupakan bagian yang diberikan kepada Allah untuk menjadi milik tunggal-Nya dan untuk mengambil bagian di dalam kekudusan-Nya (Kel. 23:19, Im. 23:10-17; Yer. 2:3). Inilah keadaan yang didapatkan di dalam kemuliaan dan masa depan baru yang dijanjikan oleh firman kehidupan.

Allah membawa manusia ke dalam kemuliaan melalui firman-Nya (21). Kata "jiwa" menunjuk kepada manusia, sedangkan kata "selamat" menunjuk kepada hari terakhir (4:12). Di sini Yakobus menyatakan apa yang dimaksudkan di dalam ayat 19, yakni segala sesuatu tergantung apakah kita "cepat mendengar" dan menerima firman dengan lemah lembut (yaitu dengan rendah hati menerima firman sebagai karunia Allah), sehingga firman tersebut "tertanam" di dalam "tanah" hati kita. (Apakah ada arti yang terselubung dari gambaran ini dengan Mat. 13:1-9, 18:23?) Penerimaan kita kepada firman ditentukan oleh kondisi mental kita sepenuhnya -- apakah kita rela menyingkirkan kesombongan kita dan bentuk-bentuk kekejian lainnya atau tidak (19-21). Jika kita bersedia, firman dapat menyelamatkan kita baik ketika kita hidup di dunia maupun di surga kelak.

Allah memberkati pelaku-pelaku firman (25). Orang yang hanya mendengarkan firman dan tidak melakukan, ia adalah seorang yang munafik dan menipu diri sendiri. Melupakan kebutuhan kita akan firman Tuhan merupakan tindakan yang amat gegabah, bodoh, dan tidak dapat dimaafkan (23, dst.). Meneliti firman (bergaul dengan firman, kata terjemahan dari bahasa Yunani) dan melakukan apa yang dikatakan firman dengan setia, merupakan satu-satunya jalan untuk menjadi Kristen yang diberkati.

PRK-Referensi 01b

Pelajaran 01 | Pertanyaan 01 | Referensi 01a

Nama Kursus : Pembentukan Iman Kristen
Nama Pelajaran : Pokok Anggur yang Benar
Kode Pelajaran : PRK-R01b

Referensi PRK-R01b diambil dari:

Judul artikel : Pokok Anggur yang Benar
Judul buku : Hidup Kristen yang Berbuah
Penulis : Stephen Tong
Penerbit : Surabaya: LRII, 1992
Halaman : 1-8

Pokok Anggur Yang Benar

Dalam abad ini banyak orang mengira mereka telah mengalami pekerjaan Roh Kudus. Tetapi jika kita kaji dengan teliti berdasarkan terang firman Allah, ternyatalah bahwa kebanyakan orang yang sering mengatakan bahwa dirinya dipenuhi Roh Kudus itu kurang mempunyai pengertian dan bahkan belum mempelajari mengenai ajaran Roh Kudus secara ketat dan sempurna dalam Alkitab. Kita perlu memiliki pengertian berdasarkan wahyu Tuhan dalam Alkitab mengenai Roh Kudus. Dalam pasal 14 dan 16 dari Injil Yohanes, Tuhan Yesus memberikan pengajaran mengenai Pneumatologi, doktrin Roh Kudus.

Dalam Mat 5, Yesus berbicara mengenai Kerajaan Allah yang menjadi pengharapan dan fase baru di dalam sejarah manusia. Pengajaran teragung ini ditujukan kepada para murid-Nya, serta juga didengarkan oleh ribuan orang. Tetapi ketiga pasal penutup dalam Injil Yohanes ini hanya didengarkan oleh 12 murid saja. Ini merupakan pengajaran yang eksklusif yang sangat penting dan mendalam, sebagai suatu ungkapan rahasia kebenaran Allah.

A. Kesejatian Dan Buah Yang Lebat

Yohanes 15 menyatakan mengenai hidup berbuah dan hidup bersatu dengan Kristus, union with Christ. Dalam pasal 10 Tuhan Yesus menyatakan diri, "Akulah pintu" dan "Akulah gembala yang baik." Tetapi dalam pasal 15 ini Tuhan Yesus menyatakan diri dengan satu istilah remeh dan hina, "Akulah pokok anggur yang benar (sejati)." Yesus menyamakan diri dengan tumbuhan yang begitu remeh. Yohanes 15:1 dan 8 mempunyai istilah yang penting sekali, yang saling mengisi dan menjelaskan satu dengan yang lain. Ayat 1 mengatakan tentang "yang benar", yaitu kualitas dan kesejatian. Sedangkan ayat 8 menyebutkan "banyak", yaitu jumlah atau kuantitas. Di sini kualitas dan kuantitas saling melengkapi.

Yesus mengatakan, "Akulah pokok anggur yang sejati" dan "kamu harus berbuah banyak." Gereja selalu menjadi timpang dan tidak seimbang karena hanya menekankan salah satu aspek saja entah itu dari kualitas atau kuantitas. Banyak gereja sekarang memperhatikan dan memperdebatkan mengenai pertumbuhan gereja, namun penekanan mereka cenderung hanya di dalam aspek kuantitas semata-mata. Kuantitas yang identik dengan banyaknya orang yang datang ke gereja. Siapapun yang datang, asal anggota gereja bertambah, akan menjadikan gereja itu berkembang; demikian teori mereka. Banyak orang berkata "Lihat, gereja anu begitu banyak anggotanya. Bukankah itu menunjukkan bahwa Tuhan memberkatinya?"

Tetapi iman yang berdasarkan firman Tuhan tidak bisa menerima kuantitas sebagai tanda satu-satunya sebuah gereja diberkati oleh Tuhan. Kuantitas harus diuji dengan kualitas dan kualitas harus diisi dengan kuantitas. Orang-orang yang dipengaruhi oleh kekristenan sepanjang sejarah gereja seperti orang Marcion, Arius, Gnostik, Neo Platonis ataupun Manichaeis sudah pernah berkembang menjadi besar dan menganggap Yesus adalah nabi dan orang suci, tetapi ajaran mereka tetap tidak bisa kita terima menjadi sejajar dengan kebenaran Alkitab. Mari kita membedakan dengan jelas berdasarkan suatu kriteria yang penting yaitu, kualitas dan kebenaran dari pengajaran.

Yesus berkata, "Aku adalah pokok anggur yang sejati...maka kamu harus berbuah banyak." Ayat 1 mementingkan kualitas, baru dilanjutkan dengan ayat 8 yang menekankan akan kuantitas. Kuantitas harus berdiri di atas kualitas. Jika kualitas tidak menjadi dasar dari kuantitas maka kuantitas akan menyelewengkan, mencairkan dan membengkokkan serta mengubah esensi kekristenan yang sejati. Kuantitas bukan kualitas, kualitas bukan kuantitas. Kualitas dan kuantitas tidak perlu berbenturan, sebaliknya bisa bekerja seiring sejalan. Namun demikian kita harus berdasarkan kualitas sebagai pokok, baru menuntut kuantitas.

Mengapa Tuhan Allah tidak memakai setiap orang untuk dipercayakan melakukan pekerjaan Tuhan yang besar? Waktu Taurat diberikan kepada Israel, maka saat itu 3000 orang dibinasakan. Pada waktu Tuhan mau memakai sekelompok orang untuk menyatakan kemenangan besar, maka Ia menyaring dari antara puluhan ribu orang sampai tersisa 300 orang saja yang dipimpin oleh Gideon. Semua ini mengajarkan kepada kita suatu hal yang sering tidak kita pedulikan yaitu kualitas. Kita menganggap bahwa Tuhan harus berterima kasih kepada kita jika kita melayani Dia. Kita menganggap bahwa Tuhan memerlukan uang kita, bahkan jika kita bisa membawa banyak jiwa kepada Tuhan, kita cenderung menganggap diri sebagai orang yang hebat dan sukses.

Prinsip dari Tuhan mengatakan, "Saring dulu sampai orang-orang itu betul-betul mengasihi Aku dan murni hatinya." Jikalau orang yang mau melayani Tuhan tidak mau melewati ujian dan saringan Tuhan, maka Tuhan sendiri yang akan menyaring dengan tangan-Nya yang kuat untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak beres. Kalau motivasi kita tidak dimurnikan oleh darah Yesus Kristus dan jika kita melayani Dia hanya untuk mencari muka ataupun kedudukan dan kemuliaan dengan kegiatan kita, maka Tuhan akan turun tangan menyaring kita.

Waktu Uza berusaha menolong peti perjanjian yang sedang miring, maka Tuhan membunuh dia. Tuhan tidak memerlukan orang yang tangannya tidak beres. Waktu Ananias dan Safira mempersembahkan uangnya dengan tidak jujur, maka Tuhan menyingkirkan mereka. Petrus berkata, "Kalian bukan menipu manusia melainkan Tuhan." Mereka harus mati pada saat itu juga, karena Tuhan menyaring umat-Nya. Ketika Bileam menjadi nabi yang tidak lagi taat kepada Tuhan, ia disingkirkan oleh Tuhan. Yesus mengatakan, "Akulah pokok anggur yang sejati."

Bukankah kita harus menjadi gentar melihat begitu banyak orang yang kelihatan giat bagi Tuhan, tetapi pada suatu hari mungkin disingkirkan oleh Tuhan? Bukankah kita harus menjadi gentar melihat orang yang kelihatan berusaha menolong Tuhan tetapi tidak mengerti bahwa Tuhan tidak memerlukan pertolongan siapapun? Tuhan akan menyaring dan menyingkirkan dia. Tuhan akan memakai sekelompok orang yang murni mau melayani Dia untuk melakukan pekerjaan yang besar. Jangan bermain-main dengan Tuhan! Dia Mahasuci. Tidak ada seorangpun yang dapat mempermainkan'Dia. God is consuming fire, Tuhan kita adalah api yang menghanguskan.

Mengapa banyak orang Kristen yang waktu muda kelihatan beres, tetapi setelah tua menjadi bengkok? Mengapa banyak penginjil yang mula-mula begitu rendah hati tapi setelah sukses menjadi sombong luarbiasa? Jawaban dari seorang pendeta atas pertanyaan itu adalah satu kalimat pendek, "Kalau Anda adalah emas murni, mengapa harus takut api?" Kalimat ini pendek tetapi penuh kekuatan. Kita tidak perlu menguatirkan banyak hal untuk mulai melayani Tuhan, yang penting adalah murnikan hati Anda sampai Anda menjadi seperti emas yang sejati, murni dan tidak takut api. Hendaklah motivasi kita murni, pelayanan kita murni, dengan hasrat mau dipakai Tuhan dengan sungguh. Kekristenan berdiri di atas dasar kesungguhan dan kesejatian.

Sejati, baik dan indah, merupakan idaman dari kebudayaan manusia. True, good and beautiful ketiganya merupakan arus pokok yang penting dalam kebudayaan Barat dan Timur. Barangsiapa mempunyai kesungguhan sebagai dasar dan mempunyai kebaikan sebagai motivasi serta mempunyai keindahan dalam penyampaian, orang itu boleh dikatakan sangat sempurna. Bahkan seorang filsuf di Tiongkok mengatakan bahwa sebenarnya agama boleh diganti dengan tiga esensi ini. Filsuf tersebut berteori bahwa yang manusia perlukan bukanlah ibadat, moralitas atau apapun tetapi manusia membutuhkan kesungguhan, kebajikan dan keindahan dalam seluruh aspek hidup. Tetapi iman Kristen Reformed menolak teori itu karena sebenarnya kesungguhan tidak mungkin dicapai oleh manusia kalau kita tidak beribadah kepada Tuhan dan tidak memiliki hidup di dalam Kristus.

Kesungguhan hanya ada pada Kristus. Di dalam Dia tidak ada hal-hal yang palsu, tidak ada topeng dan kemunafikan. Tuhan Yesus berkata kepada orang Farisi, "Celakalah kamu, karena di luar kalian terlihat indah, tetapi di dalamnya penuh dengan tulang yang busuk." Jika kita tersenyum di luar sementara di dalam penuh dengan kebencian, apa gunanya kita menjadi orang Kristen? Kalau orang mempunyai kesopanan tetapi hatinya tidak percaya kepada orang lain, penuh dengan kejahatan dan pikiran tidak benar, bagaimanakah dia dapat bersaksi bagi Tuhan?

Orang yang luar dan dalamnya sama memang tidak mudah mendapat teman akrab. Ia selalu disalah-mengerti orang lain dan selalu kurang indah dalam penampilan. Tetapi walaupun banyak kelemahannya, orang itu masih diberkati Tuhan karena kesungguhannya. Belajarlah menjadi orang yang sungguh-sungguh. Belajarlah mempunyai cinta, rendah hati, pelayanan, kehidupan, iman dan rohani yang sungguh. Orang yang rohaninya sungguh- sungguh kurang baik masih lebih baik daripada orang yang kerohaniannya baik di luar palsu di dalam. Orang yang sungguh-sungguh congkak lebih baik daripada orang yang rendah hatinya palsu.

B. Kekekalan Kristus Dinyatakan

Istilah Aku adalah, yang diucapkan Yesus selalu merupakan suatu pengenalan diri Kristus dalam satu esensi Ilahi yang sejati dan kekal. Dalam Kel 2:14, Tuhan berfirman kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Allah menyatakan dengan tuntas, I AM THAT I AM, Ia adalah Allah yang tidak berubah. Siapakah yang tidak pernah berubah? Benda tidak berubah bentuk karena waktu, tetapi benda itu akan menjadi rusak dan hancur. Bumi, gunung, galaksi, dan seluruh alam semesta berada di tengah perubahan. Ibr 1 mengatakan bahwa langit dan bumi makin lama makin tua, tetapi satu-satunya yang tidak ada dalam proses perubahan yaitu Tuhan Allah sendiri. Dulu I AM, sekarang I AM, besok I AM, I AM THAT I AM. Dengan status seperti inilah Kristus berinkarnasi, menjadi manusia, dan berkata, "Aku adalah pokok anggur yang sejati." Kesejatian Kristus ditonjolkan melalui istilah I AM. Seorang tua-tua yang mencintai Tuhan berkata: "Saya menjadi orang Kristen sudah puluhan tahun. Saya sadar ada semacam kesenjangan besar antara yang dibicarakan oleh mulut orang Kristen dengan yang dijalankannya."

"Aku adalah pokok anggur yang sejati." Istilah adalah menunjukkan fakta, bukan hanya teori; menyatakan hidup, bukan mimpi, menyatakan kelakuan, dalam kehidupan sehari-hari bagaimana kita memuliakan Tuhan, bukan hanya mendengarkan khotbah yang muluk-muluk di telinga kita. Kesejatian seperti inilah yang diperlukan setiap zman.

C. Mengapa Pokok Anggur?

Ada pohon cemara yang besar dari Libanon, ada pohon ara yang subur dan berbuah banyak, ada pohon-pohon yang banyak dicatat dalam Alkitab tetapi Tuhan Yesus tidak memakainya melainkan memakai pohon anggur sebagai analogi untuk menyatakan diri. Mengapa? Yesus Kristus tidak mengatakan, "Aku adalah pohon aras Libanon." Namun ia mengatakan, "Aku adalah pokok anggur yang sejati." Suatu contoh yang sederhana dipakai- Nya bagi diri-Nya. Dia tidak mau meninggikan diri sendiri. Demikianlah gereja dibangun dan pekerjaan Tuhan dapat dikerjakan dengan baik jika orang-orang di dalamnya tidak menegakkan dan menonjolkan diri sendiri.

Kalau tanaman anggur boleh disebut pohon, maka itu adalah pohon yang paling tidak berbentuk. Artinya bila seorang petani anggur membangun para-para yang pendek untuk tanaman itu, maka pohon anggur akan merambat di para-para yang pendek. Tetapi bila para-paranya tinggi, maka tanaman ini akan merambat tinggi. Tanaman anggur tidak mempunyai bentuk sendiri. Yesus berkata, "Aku adalah pokok anggur yang sejati dan Bapa-Kulah pengusaha-Ku, yang membentuk Aku." Kristus menjadi contoh kita. Hal ini mengajarkan bahwa kalau Tuhan kita sendiri saja dibentuk di tangan Bapa dan tidak mempertahankan apa yang ada pada-Nya menjadi kecongkakan-Nya, maka biarlah kitapun meneladani-Nya.

Cara Tuhan menilai pemberian seseorang bukan dari jumlahnya, melainkan dari hatinya. Kita harus menilai dari cara Tuhan menilai. Itu sebabnya yang kaya tidak boleh sombong dan yang miskin tidak boleh minder. Yesus justru pernah memuji persembahan dari seorang janda yang memberikan dua keping perak karena janda itu telah memberikan seluruh nafkahnya. Banyak orang kaya memberikan sisa-sisa untuk Tuhan, seolah- olah Tuhan sama seperti anjing. Allah melihat hati nurani sedalam- dalamnya. Yesus Kristus berkata, "Di dunia, burung memiliki sarang, serigala mempunyai lubang, namun Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Pada waktu datang ke dunia sebagai manusia, Yesus Kristus tidak mempunyai tempat tidur, tidak mempunyai waktu cukup untuk makan, pergi kesana kemari untuk menolong orang lain bahkan orang menghina Dia. Mereka berkata: "Bukankah Dia anak Yusuf tukang kayu itu?" Yesus tidak menjawab apapun. Ia hanya mengatakan satu kalimat, "Bagaimana jika engkau melihat Anak Manusia kembali ke tempat asal-Nya dan melihat kemuliaan-Nya bersama dengan Bapa?"

D. Berbuah Atau Dibakar?

Alkitab mengatakan bahwa iman yang sejati dibangun di atas Alkitab. Bila seseorang tetap tidak bertobat sesudah mendengarkan firman, maka meskipun orang mati seperti Lazarus bangkit dari kematian dan menjadi penginjil, tetap orang itu tidak akan bertobat dan beriman. Firman Tuhan menumbuhkan iman yang teguh sedangkan mujizat tidak. Gereja yang memakai waktu cukup panjang untuk pemberitaan firman Tuhan hendaknya menghindari kesaksian kosong dan egoisme manusia. Jika kita tidak berbuah, maka alternatif lain adalah kita akan dikumpulkan dan dibakar. Yohanes Pembaptis berkata, "Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api."

Kita tidak mungkin mencintai Yesus Kristus kecuali kita mengerti berapa besar pengorbanan Yesus Kristus untuk kita. Seperti pohon anggur, Yesus rela ditanam, diinjak, merambat dari tanah kering dengan daun kecil yang gampang dipatahkan, lalu dibentuk sesuai dengan pengusaha-Nya yaitu Allah Bapa. Bila Dia yang adalah pokoknya dan kita diibaratkan sebagai ranting anggur, masih beranikah kita berlaku sombong dan menganggap diri berjasa bagi kerajaan Allah?

Anugerah Tuhan bukan hanya untuk diri sendiri; anugerah Tuhan bukan untuk dipermainkan, tetapi untuk dibagikan kepada orang lain sepanjang kita hidup. Maukah kita berkata kepada Tuhan, "Pakailah saya supaya lembut seperti Kristus dan taat seperti anggur, tidak membentuk diri dan menuntut hak sendiri; tetapi berserah kepada Pengusaha saya, yaitu Tuhan" supaya kita bisa berbuah banyak dan tidak dilempar ke tempat pembakaran?