SHA-Referensi 04b

Nama Kursus : SEPULUH HUKUM ALLAH UNTUK KEHIDUPAN MANUSIA (SHA)
Nama Pelajaran : Hukum Kelima, Keenam dan Ketujuh
Kode Pelajaran : SHA-R04b

Referensi SHA-04b diambil dari:

Judul Buku : Pemahaman Alkitab Setiap Hari; Matius Ps. 1-10
Judul Artikel : Kemarahan yang Dilarang
Pengarang : William Barclay
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1995
Halaman : 232 - 239

REFERENSI PELAJARAN 04b - Matius 5:21-22

Di sini kita temukan satu contoh norma baru yang diberlakukan oleh Yesus. Hukum yang lama mengatakan: "Jangan engkau membunuh" (Keluaran 20:13). Tetapi Yesus mengatakan, bahwa marah kepada saudara kandung pun dilarang. Jadi tidaklah cukup kalau seseorang tidak memukul orang lain. Yang dianggap cukup bagi orang tersebut ialah kalau ia sama sekali tidak memunyai perasaan kasar atau jahat kepada sesamanya. Di dalam perikop ini Yesus berargumentasi seperti yang dilakukan oleh para rabi. Yesus menunjukkan, bahwa Ia pun cakap untuk memakai cara perdebatan seperti yang dipakai oleh para bijak waktu itu. Di dalam perikop ini ada pentahapan kemarahan dan pentahapan hukuman yang bisa diterima sesuai dengan tahap-tahap kemarahan tersebut.

1. Di dalam perikop ini dikatakan adanya orang yang marah terhadap saudaranya. Kata bahasa Yunani yang dipakai di sini ialah orgizesthai. Di dalam bahasa Yunani ada dua kata untuk marah. Kata itu adalah thumos, yang melukiskan kemarahan seperti nyala api yang keluar dari bahan yang mudah terbakar. Kemarahan seperti itu akan cepat membesar, tetapi juga cepat padam. Kemarahan seperti itu cepat muncul, tetapi juga cepat hilang.

Kata yang kedua adalah orge yang melukiskan kemarahan sebagai sesuatu yang berurat dan berakar dan sulit dihilangkan. Orge adalah kemarahan yang berjangka panjang. Kemarahan itu yang tetap hangat di dalam diri seseorang; dan akan demikian terus dalam jangka waktu yang panjang, bahkan mungkin tidak akan pernah bisa padam.

Kemarahan seperti itu patut mendapatkan hukuman. Kemarahan seperti itu sudah cukup menjadi alasan bagi orang yang bersangkutan untuk diperhadapkan kepada pengadilan setempat. Pengadilan setempat adalah suatu dewan yang memunyai wewenang untuk menyatakan keadilan. Pengadilan setempat itu terdiri dari para tua-tua desa yang jumlahnya berbeda-beda, sesuai dengan penduduk desa tersebut. Jadi di sini Yesus mengutuk kemarahan seperti itu. Alkitab pun secara jelas melarang kemarahan. "Amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah" (Yakobus 1:20). Paulus juga meminta agar para pengikutnya membuang semua "marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor (Kolose 3 :8). Para pemikir bukan Kristen pun menganggap kemarahan itu sebagai ketololan. Cicero mengatakan, bahwa kalau kemarahan itu masuk ke dalam percaturan, maka "tak ada suatu pun yang dapat dikerjakan secara benar dan bermakna". Seneca secara jelas mengatakan, bahwa kemarahan adalah "suatu sakit jiwa ringan".

Jadi Yesus sama sekali melarang kemarahan yang mendendam, kemarahan yang tak bila dilupakan, tak bisa didamaikan, dan kemarahan yang berusaha membalas dendam. Kalau kita mentaati Yesus, maka semua kemarahan harus hilang dari hidup kita, khususnya kemarahan yang selalu hendak muncul setiap waktu. Kita semua diperingatkan, bahwa tidak ada seorang Kristen pun yang boleh kehilangan kesabaran karena adanya kesalahan pribadi yang harus ditanggungnya. Orang Kristen tidak boleh kehilangan kesabaran, meskipun ia menanggung beban kesalahan pribadi.

Selanjutnya Yesus berbicara tentang dua peristiwa di mana kemarahan berubah menjadi kata-kata fitnah dan penghinaan. Para pemimpin Yahudi pun melarang kemarahan dan kata-kata seperti itu. Para guru Yahudi itu mengajarkan agar setiap orang Yahudi tidak melakukan "kata-kata keras" dan "dosa penghinaan". Mereka mengatakan: "Ada tiga kelompok orang yang akan jatuh ke dalam neraka dan tak akan pernah kembali, yaitu para pelacur, orang-orang yang secara terang-terangan mempermalukan sesamanya, dan mereka yang menghina tetangganya". Baik kemarahan yang terpendam dalam hati maupun kemarahan yang terucapkan, sama-sama dilarang.

KATA-KATA PENGHINAAN

Pertama-tama setiap orang yang menyebut saudaranya dengan sebutan Rhaka (bahasa Yunani) haruslah dikutuk. Kata bahasa Yunani rhaka agak sulit untuk diterjemahkan, karena kata itu lebih bermakna dalam nada suaranya ketimbang dalam artinya. Nada suara yang keluar dari kata itu mengandung makna kesombongan. Orang yang disebut rhaka berarti orang yang dianggap tolol, tak berotak, dan berkepala kosong. Kata rhaka itu hanya dipakai oleh orang-orang yang sombong dan berhati tinggi, yang selalu menghina serta merendahkan sesamanya. Kata rhaka itu dipakai di dalam ayat 22 dari perikop Matius yang sedang kita pelajari ini.

Dahulu ada sebuah cerita tentang seorang Rabi Yahudi yang bernama Simon bin Eliezer. Cerita itu menuturkan, bahwa rabi Simon sedang berjalan pulang dari rumah gurunya, dan sangat merasa bangga akan buah pikirannya yang baik, keterpelajarannya serta kebaikan dirinya sendiri. Tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang biasa yang kurang tahu sopan santun. Orang tersebut memberi salam kepada rabi Simon. Tetapi rabi Simon dengan sombong menjawab: "Eh, kamu rhaka! Kamu jelek! Apakah semua orang di desamu jelek seperti kamu?" Orang tersebut menjawab: "Mengenai hal itu, saya kurang tahu. Tapi silakanlah Anda memberitahu Sang Pencipta yang telah menciptakan aku, bahwa aku jelek dan ciptaan-Nya pun jelek!" Jawaban orang tersebut telah menempelak dosa kesombongan rabi Simon itu.

Dosa kesombongan dapat memperoleh hukuman yang lebih berat. Dosa kesombongan itu dapat dihukum oleh Sanhedrin, yaitu pengadilan tinggi Yahudi. Memang hal itu tidak harus kita pahami secara harafiah. Yang hendak dikatakan oleh Yesus sebenarnya adalah, bahwa "Dosa yang terkandung dalam kemarahan yang berkepanjangan itu buruk; dan dosa yang terkandung dalam kesombongan itu lebih buruk lagi".

Tidak ada dosa lain seperti dosa kesombongan. Ada kesombongan yang berasal dari kebanggaan asal-usul diri pribadi; sedangkan gengsi adalah suatu hal yang menjijikkan dan tercela. Ada juga kesombongan yang muncul karena kedudukan dan uang; demikian juga kebanggaan karena kekayaan dan uang adalah hal yang menjijikkan dan hina. Ada juga kesombongan yang berasal dari ilmu pengetahuan; dan dari antara semua gengsi, maka gengsi intelektual adalah yang paling sulit dipahami, karena yang paling mengesankan setiap orang bijak adalah keacuh- acuhannya sendiri. Kita tidak boleh memandang orang lain dengan kesombongan dan gengsi kita; lebih-lebih orang lain yang baginya Kristus telah mati di kayu salib.

3. Selanjutnya Yesus berbicara tentang orang yang menyebut sesamanya dengan sebutan moros. Kata bahasa Yunani moros juga berarti tolol. Tetapi orang yang moros adalah orang yang tolol secara moral. Ia adalah orang yang bertingkah laku secara tolol. Sang juru mazmur pernah berkata-kata tentang seorang tolol yang di dalam hatinya mengatakan, bahwa Allah itu tidak ada (Mazmur 14:1). Orang yang demikian itu adalah orang yang bertingkah laku secara tolol, yang hidupnya tak bermoral, dan yang dengan angan-angannya mengatakan bahwa Allah tidak ada. Untuk menyebut seseorang itu moros bukan berarti untuk mengkritik kemampuan mental orang tersebut, melainkan untuk melontarkan umpatan- umpatan pada karakter moral orang tersebut. Dengan kata-kata lain, menyebut seseorang dengan moros berarti menghilangkan nama dan reputasi orang tersebut serta mencapnya sebagai pribadi yang tak kenal aturan serta tak bermoral.

Jadi Yesus mengatakan, bahwa barangsiapa merusak nama dan reputasi saudaranya, ia patut mendapatkan hukuman yang terberat, yaitu hukuman api neraka.

Kata bahasa Yunani yang diterjemahkan dengan 'neraka' adalah gehena. Kata ini memunyai sejarah. Kata ini secara umum sering dipakai oleh orang-orang Yahudi (Matius 5:22, 29, 30; 10: 28; 18:9 ; 23:5, 33; Markus 9:43, 45, 47; Lukas 12:5; Yakobus 3:6). Arti sebenarnya adalah Lembah Hinnom. Lembah Hinnom adalah sebuah lembah di sebelah barat laut Yerusalem. Lembah itu terkenal sebagai tempat di mana raja Ahaz memperkenalkan penyembahan kepada dewa kafir Molokh. Dalam penyembahan itu dipersembahkan juga bayi-bayi dengan cara membakar mereka. Kitab 2 Tawarikh menceritakan, bahwa raja Ahaz "membakar juga korban di Lebak Ben-Hinnom dan membakar anak-araknya sebagai korban dalam api" (2 Tawarikh 28:3). Kemudian raja Yosia, yaitu raja Israel yang mengadakan pembaharuan agama pada pertengahan abad ke-7 SM, menghapuskan penyembahan atau ibadah itu, dan memerintahkan agar lembah itu disebut sebagai tempat yang terkutuk untuk selama-lamanya. Penulis kitab 2 Raja-raja menceritakan, bahwa raja Yosia "menajiskan juga Tofet yang ada di lembah Ben-Hinnom, supaya jangan orang mempersembahkan anak- anaknya sebagai korban dalam api untuk dewa Molokh" (2 Raja-Raja 23:10). Sebagai akibat dari semuanya itu maka Lembah Hinnom menjadi tempat pembuangan bagi orang-orang yang tidak disukai di Yerusalem. Di situlah mereka itu dibuang dan dibinasakan. Tempat itu menjadi tempat yang sangat mengerikan, di mana orang-orang jahat yang terhukum dibuang dan dibakar. Di situ selalu ada api membara, asap tebal dan hitam yang membubung, dan banyak cacing yang kelaparan serta menunggu mangsa (Markus 9:44-48). Jadi gehenna, yaitu Lembah Hinnom, di dalam pikiran setiap orang merupakan tempat orang-orang yang terkutuk dan menjijikkan, di mana semua hal yang jahat dan tak berguna, termasuk manusia, dibuang dan dibinasakan. Itulah sebabnya maka nama itu dipersamakan dengan nama tempat di mana terdapat kuasa Allah yang menghancurkan, yaitu neraka.

Jadi Yesus menekankan, bahwa merusak reputasi dan nama baik seseorang merupakan hal yang paling jahat. Yesus sama sekali tidak suka kepada orang yang senang memfitnah, menuturkan cerita palsu serta mempergunjingkan orang lain. Perbuatan seperti itu akan merusak, bahkan mematikan reputasi dan nama baik orang lain tersebut. Dan perbuatan seperti itu patut mendapatkan hukuman yang terberat. Perbuatan seperti itu adalah dosa yang patut membawa pelakunya masuk ke neraka.

Di atas telah kita katakan, bahwa adanya tingkat-tingkat hukuman itu tidak harus kita pahami secara hurufiah. Yang sebenarnya hendak dikatakan oleh Yesus adalah sebagai berikut: "Pada zaman dahulu semua orang mengutuk pembunuhan; dan pembunuhan memang merupakan perbuatan yang salah. Tetapi Aku berkata kepadamu, bahwa bukan hanya tindakan lahiriah seseorang saja yang mendapat hukuman, tetapi pikiran dan angan-angan yang ada di dalam hatinya pun tak luput dari pandangan dan hukuman Allah. Kemarahan yang mendarah daging adalah jelek; percakapan yang penuh kesombongan lebih jelek lagi; dan pembicaraan yang sembrono dan keliru tentang orang lain sehingga mematikan nama baik orang tersebut merupakan hal yang paling jelek". Orang yang selalu marah, berbicara sombong dan merusak nama baik orang lain, barangkali tidak pernah melakukan tindakan pembunuhan. Tetapi orang yang demikian itu sebenarnya adalah pembunuh di dalam hatinya.

Taxonomy upgrade extras: