DIK-Referensi 01b

Nama Kursus : Dasar-Dasar Iman Kristen
Nama Pelajaran : Penciptaan Manusia
Kode Pelajaran : DIK-R01b

Referensi DIK-R01b diambil dari:

Judul Buku : Teologia Sistematika 2 "Doktrin Manusia"
Judul artikel : Natur Konstitusional Manusia
Penulis : Louis Berkhof
Penerbit : LRII: Jakarta, 1994
Halaman : 25 - 33

REFERENSI PELAJARAN 01b - PENCIPTAAN MANUSIA

  1. Ajaran-Ajaran Alkitab Tentang Elemen-Elemen Konstituen dari Natur Manusia.
  2. Penjelasan yang ada sampai sekarang tentang natur manusia dalam Alkitab jelas dikotomis. Di satu pihak Alkitab mengajarkan kita untuk melihat natur manusia sebagai satu kesatuan dan bukan dalam dualitas, yang terdiri dari dua elemen berbeda yang masing-masing bergerak sepanjang garis sejajar tetapi tidaklah sungguh-sungguh bersatu membentuk satu organisme tunggal. Pendapat terdapatnya paralelisme semata di antara kedua elemen natur manusia, yang ditemukan dalam filsafat Yunani dan juga dalam karya-karya ahli filsafat berikutnya, sama sekali bertentangan dengan Alkitab. Kendatipun pandangan filsafat itu mengetahui adanya natur yang kompleks dalam diri manusia pandangan filsafat ini tidak pernah menjelaskan kenyataan ini sebagai hasil dari dua subyek dalam diri manusia. Setiap tindakan manusia selalu dilihat sebagai satu tindakan dari keseluruhan diri manusia. Yang berdosa adalah manusianya, bukan jiwanya; yang mati adalah manusia, bukan tubuhnya dan juga bukan hanya jiwa saja tetapi manusia itu baik tubuh maupun jiwanya yang ditebus dalam Kristus. Kesatuan ini telah dinyatakan dalam ayat-ayat paling awal dalam Alkitab - ayat pertama yang menyatakan kerumitan natur manusia - yaitu, Kej. 2:7 "ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup." Keseluruhan ayat itu berhubungan dengan manusia: "Allah membentuk manusia.... dan manusia menjadi makhluk yang hidup." Karya Allah ini tidak boleh ditafsirkan sebagai suatu proses mekanis, seolah-olah Ia pertama kali membentuk tubuh itu dari debu tanah dan kemudian memberi jiwa ke dalamnya. Ketika Allah membentuk tubuh, Ia membentuknya sedemikian sehingga oleh Roh-Nya manusia segera menjadi makhluk yang hidup. Ayub 33:4; 32:8. Kata "jiwa" dalam ayat ini tidaklah mempunyai arti sebagaimana kita sering mengartikannya - suatu arti yang agak asing dalam Perjanjian Lama - akan tetapi menunjukkan arti suatu keberadaan yang hidup, dan merupakan suatu penjabaran tentang manusia sebagai satu keseluruhan. Istilah Ibrani yang sama, nephesh chayyah (makhluk yang hidup) juga dipakai untuk menunjukkan binatang dalam Kej. 1:21, 24,30. Jadi ayat ini kendatipun menunjukkan adanya dua elemen dalam diri manusia, tetaplah menekankan kesatuan organis dalam diri manusia. Dan pengertian seperti ini dapat kita temukan dalam seluruh Alkitab.

    Pada saat yang sama ayat ini juga berisi bukti-bukti tentang susunan dari dua elemen natur manusia. Akan tetapi kita harus sangat hati-hati agar kita tidak mengharapkan perbedaan lebih lanjut antara tubuh sebagai elemen material, dan jiwa sebagai elemen spiritual dari natur manusia dalam Perjanjian Lama. Perbedaan ini mulai dipakai karena pengaruh filsafat Yunani. Antitesisnya - tubuh dan jiwa - sekalipun dalam pengertian Perjanjian Baru, tidaklah ditemukan dalam Perjanjian Lama. Pada kenyataannya, Bahasa Ibrani tidaklah mempunyai satu katapun yang menunjukkan tubuh sebagai suatu organisme dari jenis yang berbeda. Laidlaw berkata dalam bukunya yang berjudul The Bible Doctrine of Man [1]: "Antitesisnya jelas yaitu tentang yang rendah dan yang lebih tinggi; yang duniawi dan yang surgawi, yang hewani dan Ilahi. Kesatuan ini bukanlah melulu dua elemen, sebagai dua faktor yang bersatu menjadi kesatuan yang serasi - 'manusia menjadi makhluk hidup'. Jelas terbukti bahwa inilah perbedaan yang ditulis dalam Kej 2:7 [2]. Ada beberapa variasi pemakaian kata yang dipakai dalam Perjanjian Lama untuk menunjukkan elemen yang lebih rendah dalam diri manusia atau bagian-bagiannya, seperti "daging," "debu," "tulang," "usus," "ginjal" dan juga pemakaian bentuk metafora "pondok tanah liat" (Ayub 4:19). Dan ada juga sejumlah kata yang dipakai untuk menunjuk elemen yang lebih tinggi seperti "roh," "jiwa," "hati," dan "pikiran". Segera sesudah kita beralih dari Perjanjian Lama menuju Perjanjian Baru kita segera bertemu dengan pernyataan antitetis yang sangat kita kenal baik, seperti "tubuh dan jiwa", "daging dan roh". Kata bahasa Yunani yang setara jelas adalah pengaruh dari filsafat Yunani, tetapi juga dipakai dalam Septuaginta sehingga kemudian kata yang sama dipakai dalam Perjanjian Baru, sehingga dengan demikian istilah yang dipakai dalam Perjanjian Baru ini tetap memiliki kekuatan Perjanjian Lama. Pada saat yang sama pengertian antitetis tentang materi dan bukan materi sekarang juga terkait dengan istilah itu.

    Orang-orang yang berpegang pada pendapat trikotomi berusaha mencari dukungan dari Alkitab, sebagaimana mereka memahaminya ada dua bagian konstituen dari natur manusia sebagai tambahan pada elemen materi atau elemen yang telah rendah itu, yaitu jiwa (Ibr.: nephesh; Yun.: psuche) dan roh (Ibr.: ruach; Yun.: pneuma). Akan tetapi kenyataan bahwa istilah-istilah ini sering sekali dipakai dalam Alkitab, tidak harus disimpulkan bahwa keduanya menyatakan komponen bagian dan bukannya aspek yang berbeda dari natur manusia. Suatu telaah yang cermat terhadap Alkitab jelas menunjukkan bahwa Alkitab memakai kata-kata tersebut secara bergantian. Kedua istilah ini menunjukkan elemen spiritual atau elemen yang lebih tinggi dalam diri manusia tetapi memakainya dari sudut pandang yang berbeda. Akan tetapi harus segera juga dipahami bahwa perbedaan istilah dalam Alkitab ini tidaklah sesuai dengan perbedaan yang sering dipakai dalam filsafat, bahwa jiwa adalah elemen spiritual dalam diri manusia seperti yang dikaitkan dengan dunia binatang, sedangkan roh adalah elemen yang sama dalam hubungannya dengan dunia spiritual yang lebih tinggi dan dengan Allah. Kenyataan berikut menunjukkan perbedaan dengan pandangan filsafat ini: Ruach-pneuma sama halnya dengan nephesh-psuche dipakai dalam penciptaan binatang, Pkh. 3:21; Why. 16:3. Kata psuche juga dipakai untuk menunjuk kepada Tuhan: Yes. 42:1; Yer. 9:9; Amos 6:8; Ibr. 10:38. Orang mati yang sudah tidak bertubuh lagi disebut "psuchai", Why. 6:9; 20:4. Pelaksanaan keagamaan yang tertinggi disebut dilakukan oleh "psuche" Mrk. 12:30; Luk. 1:46; Ibr. 6:18, 19; Yak. 1:21. Untuk melepaskan psuche berarti harus melepaskan semuanya. Jelas kita ketahui bahwa Alkitab memakai kedua kata itu saling bergantian. Mari kita perhatikan paralelisme yang dipakai dalam Luk. 1:46-47; "Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah Juru Selamatku." Alkitab menyebut manusia sering dengan istilah "tubuh dan jiwa" (Mat. 6:25; 10:28) dan di bagian lain disebutkan "tubuh dan roh" (Pkh. 12:7; 1 Kor. 5:3,5). Kematian sering disebut sebagai berhentinya jiwa (Kej. 35:18; 1 Raj. 17:21; Kis. 15:26) dan juga berhentinya roh (Mzm. 31:5; Luk. 23:46; Kis. 7:59). Lebih jauh lagi, baik "jiwa" maupun "roh" dipakai untuk menunjukkan elemen bukan materi dari orang mati (1 Pet. 3:19; Ibr. 12:23; Why. 6:9; 20:4). Perbedaan Alkitab yang penting adalah demikian: kata "roh" menunjukkan elemen spiritual dalam diri manusia sebagai prinsip kehidupan dan tindakan yang mengatur tubuh; sedangkan istilah "jiwa" menunjuk elemen yang sama sebagai subjek dari tindakan di dalam diri manusia, dalam Perjanjian Lama, Mzm. 10:1,2; 104:1; 146:1; Yes. 42:1; (bdk. Luk. 12:19). Dalam berbagai keadaan secara khusus kata itu menunjuk kedalaman diri manusia sebagai tempat kedudukan perasaan manusia. Semua ini selaras dengan Kej. 2:7: "Dan Tuhan Allah..., menghembuskan ke dalam hidungnya nafas hidup; dan manusia menjadi makhluk yang hidup." Jadi dapatlah dikatakan bahwa manusia mempunyai roh, yang juga adalah jiwa. Jadi Alkitab menunjukkan hanya dua saja elemen konstitusional dalam natur manusia yaitu tubuh dan roh atau jiwa. Pernyataan Alkitab ini juga selaras dengan kesadaran diri manusia. Kendatipun manusia sadar akan kenyataan bahwa dirinya terdiri dari elemen-elemen material dan spiritual, tak ada seorangpun yang sadar ia memiliki roh yang berbeda dengan jiwa.

    Namun ada dua ayat yang tampaknya bertentangan dengan pernyataan dikotomis dari Alkitab yaitu 1 Tes. 5:23 "Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus" dan satu lagi dalam Ibr. 4:12, "Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sunsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." Akan tetapi harus selalu diingat bahwa: (a) Merupakan suatu peraturan yang harus dipegang teguh dalam eksegesis bahwa pernyataan-pernyataan perkecualian tidak boleh ditafsirkan sebagai analogia Scriptura atau sebagai pernyataan Alkitab yang biasa. Dengan melihat fakta ini beberapa orang yang mempertahankan trikotomi menerima bahwa ayat-ayat ini tidak harus membuktikan point mereka. (b) Berdasarkan Alkitab, pemakaian kata roh dan jiwa secara bersamaan tidaklah membuktikan keduanya adalah dua substansi berbeda dan Mat. 22:37 tidak membuktikan bahwa Yesus menganggap hati dan jiwa dan pikiran adalah tiga substansi berbeda. (c) Dalam 1 Tes. 5:23 Rasul Paulus hanyalah ingin menekankan perkataan "Semoga Allah damai sejahtera menyucikan kamu semua seutuhnya," melalui suatu pernyataan "epexigetis", di mana aspek-aspek berbeda dari eksistensi manusia disebutkan, dan di mana ia merasakan sangat bebas untuk menyebutkan jiwa dan roh bersamaan sebab Alkitab membedakan antara keduanya. Tentunya disini Paulus tidak akan pernah berpikir bahwa keduanya adalah dua substansi berbeda, sebab ia berkata di dalam surat-suratnya dalam Rom. 8:10; 1 Kor. 5:5; 7:34; 2 Kor. 7:1; Ef. 2:3; Kol. 2:5. (d) Ibr. 4:12 tidak boleh dianggap berarti bahwa Firman Tuhan sementara menebus ke dalam diri manusia kemudian roh dan jiwa yang kemudian dimaksudkan bahwa keduanya adalah dua substansi berbeda; tetapi ayat ini menyatakan bahwa Firman Tuhan memisahkan pemikiran dan keinginan hati manusia.

  3. Hubungan Antara Tubuh dan Jiwa.
  4. Hubungan yang pasti antara tubuh dan jiwa telah dijelaskan dalam berbagai cara tetapi tetaplah merupakan misteri yang amat besar. Pembicaraan berikut adalah teori-teori paling penting yang berkaitan dengan masalah ini:

    1. Monistik.
    2. Ada banyak teori yang keluar dari asumsi bahwa tubuh dan jiwa adalah subtansi primitif yang sama. Sesuai dengan pendapat Materialisme, substansi primitif ini adalah materi dan roh adalah hasil dari materi. Sedangkan menurut pendapat Idealisme absolut dan Spiritualisme yang merupakan substansi primitif adalah roh dan roh ini menjadi tujuan bagi dirinya sendiri dalam apa yang disebut sebagai materi. Materi adalah hasil dari roh. Keberatan terhadap teori monistik ini adalah bahwa dua hal yang sedemikian berbeda seperti tubuh dan jiwa tidaklah dapat saling dihasilkan satu dari yang lain.

    3. Dualistik.
    4. Sebagian teori yang berasal dari asumsi akan adanya dualitas esensial dari materi dan roh dan menyatakan relasi mereka yang saling berkait satu dengan yang lain didalam berbagai cara:

      1. Occasionalisme
      2. Menurut teori yang dikemukakan oleh Cartesius ini, materi dan roh masing-masing bekerja sesuai dengan hukum masing-masing, dan hukum- hukum ini saling berbeda sehingga tidak ada kemungkinan untuk melakukaan tindakan bersama. Apa yang tampaknya seperti itu hanya dapat dijelaskan berdasarkan prinsip bahwa pada peristiwa yang satu, Allah oleh pelaku bebas dalam diri-Nya menghasilkan suatu tindakan yang sama dalam yang lain.

      3. Paralelisme
      4. Leibniz mengemukakan teori tentang keselarasan yang telah ditetapkan sebelumnya. Teori ini juga berlandaskan asumsi bahwa tidak ada interaksi langsung antara material dan spiritual, tetapi teori ini tidak mengasumsikan bahwa Allah menghasilkan tindakan-tindakan yang bersama melalui interferensi terus-menerus. Akan tetapi teori ini justru menyatakan bahwa Allah membuat tubuh dan jiwa sedemikian sehingga yang satu dengan tepat berhubungan dengan yang lain. Ketika tubuh bergerak, ada juga gerakan dalam jiwa sesuai dengan hukum keselarasan yang telah ditetapkan sebelumnya.

      5. Dualisme Realistik
      6. Kenyataan-kenyataan sederhana yang kepadanya kita harus selalu kembali dan yang terkait dalam teori dualisme realistik adalah sebagai berikut: tubuh dan jiwa adalah substansi yang berbeda, yang tidak saling berinteraksi walaupun cara interaksinya tidak memakai pengujian manusia dan tetap merupakan misteri bagi kita. Persatuan antara keduanya dapat disebut persatuan hidup; keduanya saling terkait secara organis, jiwa yang bertindak di dalam tubuh dan tubuh bertindak atas jiwa. Sebagian dari tindakan-tindakan dari tubuh tergantung pada jiwa yang sadar, sedangkan yang lainnya tidak. Tindakan-tindakan jiwa dihubungkan dengan tubuh sebagai alatnya dalam hidup sekarang ini; akan tetapi dari eksistensi berlanjut dan kegiatan jiwa setelah kematian dapat diketahui bahwa jiwa ini dapat bekerja tanpa tubuh. Pandangan ini selaras dengan Alkitab dalam bagian ini. Sejumlah besar dari psikologi dewasa ini sungguh bergerak dalam alur materialisme. Ekstrim yang paling ujung adalah seperti apa yang terlihat dalam Behaviorisme tentang pikiran, dengan penyangkalan terhadap jiwa, dan bahkan juga tentang kesadaran. Semua yang dipelajari oleh Behaviorisme adalah studi tentang tingkah laku manusia.

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA