Dominasi Roma, 63 SM, 66 M

Campur tangan muncul menjelang penaklukan Romawi atas Syria dan penghapusan monarki Seleukid. Kita telah melihat betapa Pompeius melindungi perbatasan-perbatasan selatan dan timur kekaisarannya dengan kerajaan-kerajaan bawahan. Kebijaksanaannya adalah mempertahankan kerajaan-kerajaan tersebut tetap kecil, dan kerajaan Hasmoni pun dikurangi ukuran dan kekuasaannya. Kota-kota Yunani di sepanjang pantai Laut Tengah dan di Dekapolis, yang oleh keluarga Hasmoni dipaksa menerima Yudaisme, mendapatkan otonomi dan penduduk Yunani pun kembali ke sana. Kota-kota menara Strato, Seforis, dan Skitopolis juga memperoleh otonomi untuk membentuk sebuah penghalang efektif antara wilayah-wilayah Yahudi Galilea di utara dan Yudea serta Idumea di selatan. Dari sudut pandang Roma, hal ini semata-mata berarti pengembalian wilayah itu kepada penduduknya semula, yang dapat diharapkan setia kepada pelindung mereka, orang Romawi, dan mempertahankan wilayah Yahudi dalam batas-batas yang aman. Bagi kaum nasionalis Yahudi, ini adalah pelanggaran yang tidak adil atas kekuasaan kerajaan Hasmoni yang sah. Lebih lanjut, banyak orang Yahudi yang diusir dari kota-kota ini di Galilea, Dekapolis, dan wilayah pantai kehilangan perdagangan dan miliknya ketika penduduk berkerumun ke wilayah Yudea yang terbatas.

Akan tetapi, para Pangeran Hasmoni akan lebih prihatin dengan perang mereka satu sama lain, dan sebagai sebuah negara bawahan dari orang-orang Romawi Yudea menjamin pion dalam tipu daya para politikus besar di Roma. Pada tahun 55 SM. Seorang penguasa baru diangkat oleh Roma untuk memerintah Yudea dengan gelar "Prokurator". Dia adalah Antipater, seorang pangeran dari dari suku Iduman (yang telah dipaksa memeluk agama Yudaisme oleh keluarga Hasmoni) yang dianggap sebagai orang luar oleh kaum tradisionalis.

Herodes, anak Antipater, belajar memainkan permainan Romawi dengan lebih baik daripada ayahnya, dan dia berhasil diakui pada tahun 43 SM. Sebagai "raja" Yudea, yang mencakup Galilea, Perea, dan Samaria. Jabatan imam agung dipisahkan dari jabatan kenegaraan, dan muncul perlawanan keagamaan yang cukup besar terhadap kedudukan Herodes sebagai raja. Herodes membutuhkan waktu beberapa tahun untuk memaksakan pemerintahannya. Pada tahun 27 SM, dia menerima, dari Kaisar Agustus, pemerintahan atas sejumlah kota Yunani kuno di pantai dan di pedalaman, dan belakangan, dia menerima sebuah wilayah yang luas di Timur dan Timur Laut Galilea, termasuk Gaulanitis, yang kini dikenal dengan Dataran Tinggi Golan. Wilayah ini jarang penduduknya sehingga Herodes mengambil kesempatan untuk membangun kota-kota baru di sana, untuk mengurangi kelebihan penduduk di tanah Yudea. Orang-orang Yahudi yang menetap di kota-kota ini lebih setia kepadanya daripada mereka yang tinggal di Yudea, yang selalu menganggapnya sebagai orang asing, yang lebih memihak pada Helenisme daripada Yudaisme. Dan dalam banyak hal, dia memainkan peranan sebagai monarki Helenis yang kafir. Di Samaria, dia membangun kota baru, Sebaste dan di menara Strato di pantai, dia membangun kota baru Kaisarea. Yang menonjol ialah bahwa kedua kota itu dinamai sesuai dengan - dan mencakup kuil-kuil anggota - keluarga kerajaan. Sebuah teater Yunani dan tempat pacuan kuda dibangun di Yerusalem. Bahasa Yunani adalah bahasa resmi pemerintah. Guru-guru Yunani mengajar di keluarga raja. Di pihak lain, untuk meredakan sentimen Yahudi, Herodes melakukan investasi dalam pembangunan kembali Bait Suci di Yerusalem yang sangat indah. Dinding-dinding yang indah, yang salah satunya bertahan sebagai Dinding Barat atau Tembok Ratapan, menopang sebuah teras besar; di sana sebuah Bait Suci yang baru bangun, dengan ukuran dan hiasan yang tidak pernah ada sebelumnya. Pekerjaan dimulai pada tahun 23 SM. dan baru selesai pada tahun 64 M.

Dalam kenangan satu atau dua generasi berikutnya, Herodes adalah orang luar yang memperlakukan orang-orang Yahudi dengan sombong, menyiksa orang Farisi yang setia menentang kegiatannya yang meyunanikan orang Yahudi dan membunuh tiga dari putra sendiri. Pada waktu kematiannya, kebencian berubah menjadi perlawanan aktif di seluruh kerajaannya. Di Yerusalem, di pedesaan Yudea, Perea, dan Galilea, gerombolan-gerombolan gerilya mengorganisir diri di sekitar tokoh-tokoh kharismatik, yang bagi para pengikutnya tampaknya memuat ciri-ciri Mesias yang telah lama dinantikan. Kini, tergantung pada sudut pandang kita, apakah mereka akan kita sebut pejuang kemerdekaan atau teroris. Gangguan-gangguan itu menurut gubernur Romawi di Syria, Quinctilius Varus, untuk turun tangan secara militer pada dua kesempatan terpisah pada tahun 4 SM. Penyerbuan-penyerbuan berakhir di Yerusalem dengan penyaliban dua ribu tahanan Yahudi sehingga meningkatkan warisan kebencian dan perlawanan umum yang didapat pengganti Herodes.

Menurut kitab-kitab Injil, Yesus dilahirkan tidak lama sebelum kematian Herodes pada tahun 4 SM.

Dalam wasiatnya, Herodes meninggalkan kerajaannya kepada tiga putranya yang masih hidup, dan setelah pembicaraan-pembicaraan yang panjang di Roma (karena hampir semua anggota keluarga Herodes berhasil hadir dan mengajukan tuntutan mereka) Kaisar Agustus mengesahkan pengaturan ini. (Peristiwa ini mungkin tercermin dalam kisah raja yang bepergian jauh dalam perumpamaan tentang talenta, Luk. 19:12-27.) Bagian selatan Yudea dan Samaria diperintah oleh Arkhelaus, yang mendapat gelar etnarch. Galilea dan Perea diserahkan kepada saudara Arkhelaus, Herodes Antipas, yang sering kali diacu dalam kitab-kitab Injil sebagai Herodes saja. Saudara tiri Arkhelaus, Filipus, mendapatkan wilayah Timur Laut kerajaan, wilayah-wilayah baru yang telah diterima Herodes antara tahun 23 dan 20 SM. Baik Atipas maupun Filipus mendapatkan gelar tetrarch ("pemimpin dari seperempat bagian").

Wilayah Filipus sebagai tetrarch, yang diperintahnya sampai kematiannya pada tahun 34 M, mencakup banyak kota Yunani, dan bahkan orang-orang Yahudi di sini relatif puas dengan keluarga Herodes. Akibatnya, pemerintahan Filipus relatif tenang. Dia membangun lagi desa nelayan Betsaida di sudut timur laut Danau Galilea (Mrk. 6:45; Luk. 9:10) sebagai kota Helenis yang dinamai Yulias, untuk menghormati putri Agustus, dan lebih jauh di utara, dia mengganti Paneas dengan kota Helenis baru yang disebut Kaisarea Filipi (Mat. 16:13 dan paralelnya).

Herodes Antipas memerintah Galilea sebagai tetrarch sampai Kaisar Gaius menggulingkannya pada tahun 39 M. Warganya termasuk Yesus dari Nazaret dan Yohanes Pembaptis. Antipas paling banyak mengundang perhatian kita dalam kitab-kitab Injil, karena dia menghukum mati Yohanes, yang mengangkat perkawinan Antipas dengan Herodias sebagai masalah masyarakat, sebuah perkawinan yang melanggar dua hukum Yahudi (Mat. 14:1-14; Luk. 3:19-20). Versi Markus (6:17-27), memberikan kita sepintas kehidupan di istana Antipas yang penuh dengan pejabat istana, perwira militer, orang-orang terkemuka, seorang ratu yang berkomplot dan bahkan seorang putri penari kerajaan (Salome, putri Herodias dan putri Filipus sang tetrarch). Cara Antipas mengawasi adat-istiadat Yahudi dengan semaunya juga diperlihatkan di ibu kota baru yang dibangunnya di Danau Galilea. Meskipun dinamai Tiberias, untuk menghormati kaisar yang memerintah tahun 14-37 M, kota itu dimaksudkan untuk menjadi lebih Yahudi daripada bukan Yahudi. Namun, pada pembangunannya ditemukan pekuburan tua dalam batas kota, yang menyebabkan kota itu tidak cocok untuk ditinggali menurut mata orang-orang Ortodoks. Herodes meneruskan pembangunannya tetapi hanya mampu membujuk sebagian kecil orang Yahudi untuk pindah ke sana.

Pengganti Herodes yang paling tidak bahagia adalah Arkhelaus (Mat. 2:22), yang menghadapi perlawanan politik sejak permulaan pemerintahannya. Kita tidak tahu banyak mengenai rinciannya.Namun pada tahun 6 M, Orang-orang Samaria maupun Yahudi bersatu di sebuah kedutaan Romawi yang berhasil dalam membujuk Agustus untuk menggulingkan Arkhelaus dan membuangnya ke Galia.

Wilayah Arkhelaus dianeksasi dalam kekaisaran Romawi sebagai sebuah provinsi kerajaan yang dikuasai oleh seorang pemimpin dari jajaran ksatria. Gubernur provinsi Syria jauh lebih penting melaksanakan pengawasan dan sekali-sekali ikut campur dalam urusan-urusan Yudea. Misalnya, ketika Provinsi Yudea diorganisasi Kirenius, gubernur Syria, melakukan sensus umum di provinsi yang baru itu, yang berulang kali diacu dalam kisah Lukas tentang kelahiran Yesus (2:2). Hal ini disebabkan dipaksakannya pajak perorangan terhadap penduduk, yang diacu Matius (22:15-22) dan Markus (12:14-17) dengan kata sensus; Lukas (20:21- 26) menggunakan kata Yunani untuk upeti. Pusat administratif provinsi Yudea terletak di pantai Laut Tengah, di kota Helenis yang dibangun Herodes Kaisarea; dari sana gubernur memimpin banyak sejumlah kecil pasukan. Di Yerusalem, Sanhedrin berfungsi sebagai senat provinsi, yang anggota-anggotanya diambil dari keluarga-keluarga terkemuka dalam pola provinsi yang lazim. Pejabat yang memimpinnya adalah imam agung, yang pada mulanya (sejak tahun 6-15 M) adalah Hanas; bahkan ketika jabatan itu dialihkan kepada orang-orang lain, imam agung tatap menjadi tokoh politik Yudea setelah gubernur (Mat. 26:3; Luk. 3:2; Yoh. 18:24; Kis. 4:5-6).

Kebijaksanaan resmi Roma yang hati-hati dalam mempertahankan otonomi Yahudi dalam masalah-masalah keagamaan dan dalam mengizinkan orang Yahudi di seluruh dunia membayar pajak tahunan sebesar setengah syikal untuk memelihara Bait Suci. Orang-orang Yahudi dikecualikan dari tuntutan biasa untuk ikut serta dalam ibadah kekaisaran. Sebaliknya, kurban (dua ekor anak domba dan seekor sapi jantan) dipersembahkan setiap hari di Bait Suci atas nama kaisar.

Dalam banyak hal, pemerintahan Roma bersifat lunak, tetapi peristiwa-peristiwa tertentu mengikis kaum tradisionalis Yahudi yang teringat kekuasaan independen keluarga Hasmoni yang besar dan yang telah melihat banyak perubahan pengaturan administrasi, Misalnya, pakaian yang dikenakan oleh imam agung untuk upacara-upacara khusyuk tidak disimpan olehnya, melainkan di Benteng Antonia, dikawal oleh tentara-tentara Romawi. Sensus oleh Kirenius sendiri adalah penyebab rasa kebencian besar, yang mengkristal di sekitar tokoh kharismatik dari Galilea yang bernama Yudas (Kis. 5:37). Yang pengikut-pengikutnya, kemudian pada tahun-tahun berikutnya sebagai orang-orang Zelot.

Tidak dari seorang pun dari gubernur Romawi di Yudea antara tahun 6 dan 66 M, yang tampak jelas-jelas bijaksana. Kita mengetahui paling banyak tantang Pontius Pilatus, gubernur dari tahun 26 sampai 36; dengan adanya sifat sumber-sumber kita, yang kita ketahui adalah benturannya dengan lawan-lawan pemerintah Roma. Misalnya, pada awal masa jabatanya dia menempatkan sebuah satuan baru untuk tugas pengawalan di benteng Antonia di Yerusalem. Satuan yang baru itu, berbeda dengan para pendahulunya, diidentifikasikan dengan panji-panji yang dihiasi dengan kalung patung dada kaisar. Tampaknya ini adalah penghinaan langsung secara sengaja terhadap larangan Yahudi untuk membuat patung pahatan. Belakangan, untuk membiayai sebuah saluran yang baru di Yerusalem, Pilatus merampas uang dari perbendaharaan Bait Suci, sebuah pelanggaran hukum romawi maupun Yahudi. Dalam kisah lain, dia memasang perisai-perisai yang dihiasi dengan namanya sendiri dan nama Kaisar Tiberius dipasang di dinding-dinding Herodes, tempat tinggalnya sendiri di Yerusalem. Dalam semua insiden ini, Pilatus dipaksa mundur, biasanya dengan ancaman atau dengan realitas kekerasan Yahudi. Manuver diplomatik juga memainkan peran. Sejanus, Penasihat utama bagi kaisar Tiberius (14-37 M), tampaknya telah mendorong perilaku anti Yahudi di seluruh kekaisaran; setelah Sejanus dihukum dengan tuduhan berkhianat pada tahun 31 M. Tiberius tampaknya lebih bersimpati pada keinginan-keinginan para pemimpin Yahudi setempat di Sanhedrin. Karena itu, dalam mempertahankan posisinya Pilatus tampaknya bertindak agak hati-hati dalam menghadapi imam agung dan rekan-rekannya. Hal ini mungkin menjelaskan perilaku pada peradilan Yesus. Juga peranan Barabas yang mungkin sekali adalah salah seorang Zelot. Kalau demikian, kegiatan-kegiatan terorisnya tentulah telah menyebabkan dia ditangkap (Mrk. 15:7).

Pilatus digantikan sebagai pemimpin pada tahun 36, dan gubernur Syria, Vitelius, berusaha melunakkan orang-orang Yahudi dengan serangkaian tindakan rujuk yang mencakup pengembalian pakaian-pakaian keagamaan untuk dijaga oleh imam agung.

Pemerintah Kaisar Gaius (37 - 41), yang digelari Caligula, ditandai oleh usahanya untuk menghapus ibadah Yahudi di Yerusalem dan menggantikannya dengan penempatan sebuah patung bagi dirinya untuk disembah di Bukit Bait Suci. Ini dilakukan sebagai pembalasan atas sebuah peristiwa di Yamnia; di sana orang-orang Yahudi menyerang dan mencemari sebuah mazbah baru yang telah dibangun oleh orang-orang Yunani di kota tersebut untuk menghormati ibadah kekaisaran. Gaius dibunuh sebelum dia memaksakan penyelesaian proyek tersebut. Salah seorang yang argumen dan permohonannya menyebabkan rencana itu tertunda adalah Agripa I, cucu Herodes Agung. Dia dibesarkan di Roma dan menjadi sahabat baik Gaius dan juga Claudius, yang menggantikan Gaius sebagai kaisar dan memerintah dari tahun 41-54 M.

Untuk menenangkan ketegangan-ketegangan yang muncul di Yudea, Claudius mengangkat Agripa menjadi raja; dari tahun 41 M sampai kematiannya di tahun 44, dia memerintah Galilea, Perea, dan Yudea. Sekali lagi berdiri sebuah kerajaan yang merdeka di bawah wangsa kerajaan Herodes yang dapat mengklaim paling tidak sejumlah keabsahan di mata orang-orang Yahudi. Di kerajaannya sendiri, Agripa, yang neneknya adalah anggota wangsa Hasmoni, menampilkan dirinya sebagai orang Yahudi yang berbakti dan saleh. Dia melaksanakan perayaan-perayaan, memberikan persembahan harian dan menegaskan dominasi Yudaisme Farisi atas sekte-sekte pembangkang, dengan menghukum mati dan memenjarakan para pemimpin komunitas Kristen di Yerusalem (Kis. 12:1-9). Di pihak lain, pendidikannya di Roma telah memberikannya simpati-simpati pro-Romawi dan selera Helenisme yang jelas. Dia lebih suka tinggal di kota Yunani, Kaisarea, daripada di Yerusalem, mata uangnya dicap dengan gambarnya, dan dia merayakan sebuah perayaan ibadah kekaisaran, ketika dia diserang usus buntu dan meninggal dalam rasa sakit yang hebat menurut orang-orang saleh, dia menjadi korban pembalasan ilahi karena mengizinkan masyarakat menyambutnya dengan cara-cara yang dengan ibadah penguasa, ibadah raja-raja Helenis.

Ketika Agripa I meninggal, kaisar sekali lagi menjadikan Yudea sebuah provinsi Romawi, dan dengan demikian menjadikan kontrol Romawi lebih kuat, tetapi juga mengecewakan harapan-harapan kaum nasionalis Yahudi. Ini adalah kali ketiga dalam ingatan mutakhir bahwa sebuah kerajaan Yahudi digantikan oleh kekuasaan Romawi di tahun 63 SM, tahun 6 M dan kini di tahun 44. Insiden-insiden ketidakpekaan Romawi meningkatkan rasa kecewa ini; gubernur Romawi pertama, yang kini disebut prokurator, berusaha untuk kembali menguasai pakaian kebesaran imam agung; di bawah Cumanus, prokurator dari tahun 48-52, seorang prajurit yang sedang bertugas jaga secara tidak sopan menelanjangi dirinya kepada kerumunan pada hari raya Paskah; dan dan ketika sekelompok peziarah Yahudi dari Galilea diserang oleh bandit-bandit Samaria, pemerintah tidak menanggapinya. Gerakan Zelot meningkatkan jumlah dan efektifitas serangan-serangan teror mereka, mengancam dengan hukuman mati setiap orang Yahudi yang bekerja sama dengan penguasa Romawi. Sebuah serangan dilancarkan dari padang gurun dan dan hampir merebut Yerusalem; serangan ini dipimpin seorang Zelot yang digelari "orang Mesir", yang masih menjadi keprihatinan pemerintah pada saat Paulus ditangkap (Kis. 21:38). Para pemimpin agama dan politik, Sanhedrin, memanfaatkan gejolak ini untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, menjegal lawan-lawannya pada setiap kesempatan dan menghukum para pembangkang seperti orang-orang Kristen. Pemimpin-pemimpin kharismatik muncul di berbagai bagian provinsi dan harapan-harapan akan pembebasan segera dari dominasi Romawi dibakar oleh khotbah-khotbah kenabian dan sastra apokaliptik, yang meramalkan bahwa orang-orang Yahudi akan menang di bawah seorang Mesias yang akan segera datang. Orang-orang Romawi beraksi dengan langkah-langkah tandingan dengan menghukum mati para teroris dan menangkap orang banyak yang berkumpul mendengarkan khotbah-khotbah para "nabi" dan "Mesias". Dua orang prokurator dari masa ini muncul dalam kisah Perjanjian Baru: Feliks (52-60 M). Yang menikah dengan Drusilla, putri Agripa I (Kis. 24:24); di bawah dia, pengadilan atas Paulus berlangsung berkepanjangan sampai dua tahun (Kis. 24:27); dan Porcius Festus (60 - 62 M), yang mendengar kasus Paulus dengan tergesa-gesa dan, setelah berkonsultasi dengan Agripa II, saudara laki-laki Drusilla dan penguasa sebuah kerajaan bawahan kecil yang berpusat di tetrarki Filipus, memenuhi permintaan Paulus agar dikirim ke Roma untuk diadili (Kis. 24:27 sampai 26:32).

Perang Yahudi dan Sesudahnya

Kehancuran hukum dan ketertiban yang terus berkembang di provinsi Yudea membawa pada revolusi besar-besaran melawan kekuasaan Romawi di tahun 66 M. Sebuah pertikaian antara orang-orang Yunani dan Yahudi di Kaisarea menyebabkan pemeran kekuasaan yang tidak simpatik yang dipimpin oleh Gessius Florus sang prokurator. Orang-orang Zelot menjawab dengan merebut benteng yang dibangun oleh Herodes di Masada dan membunuh banyak perwira Romawi di sana. Lembaga imamat di Yerusalem bergabung dengan pemberontakan dengan menghentikan kurban-kurban atas nama kaisar, yang menyebabkan pernyataan perang terhadap kekaisaran Romawi. Kekaisaran Romawi menjawab dengan mengirim Vespasianus dan putranya, Titus, melawan provinsi yang mamberontak. Pada pertengahan tahun 68 M, pasukan-pasukan mereka telah memperoleh kembali kekuasaan atas seluruh wilayah kecuali Yudea Timur. Kematian Kaisar Nero menyelingi peperangan Romawi, dan sebuah peperangan saudara Romawi berkepanjangan sampai satu tahun pemenangnya adalah Vespasianus sendiri, yang kini menjadi Kaisar yang baru.

Titus melanjutkan peperangan tersebut. Dia mengepung Yerusalem selama setahun penuh dan akhirnya menyerbu bukit Bait Suci pada pertengahan tahun 70. Dia memasuki ruang Maha Suci, merebut peralatan suci untuk menghiasi kemenangannya di Roma dan kemudian membakar Bait Suci itu sendiri. Dia masih membutuhkan satu bulan lagi untuk menghabisi perlawanan terakhir di dalam kota, dan kemudian Titus memerintahkan penghancuran tembok-tembok hingga rata dengan tanah dan penutupan Bait Allah. Operasi-operasi pembersihan terus dilakukan terhadap benteng-benteng yang diduduki orang-orang Zelot. Yang terakhir jatuh, pada tahun 73 M, adalah Masada.

Orang-orang Romawi mengambil langkah-langkah yang berat untuk menjamin ketenangan Yudea pada tahun-tahun sesudah 70 M. Kedudukan gubernur ditingkatkan pangkatnya setara dengan utusan kaisar dan diberikan kepada orang-orang yang berkualitas tinggi dengan pengalaman dalam administrasi provinsi. Pasukan militer juga diperkuat, dan sebuah legiun lengkap dengan tentara profesional ditempatkan di Yerusalem, lokasi yang paling besar memiliki kemungkinan meletus di kemudian hari. Penjagaan ketat dilakukan untuk menghalangi setiap kemungkinan munculnya para Mesias sebelum mereka memperoleh pengikut, dan keturunan Daud dikenai pemeriksaan khusus dan penganiayaan.

Penghancuran Bait Suci dan penghapusan jabatan imam dan Sanhedrin merupakan titik balik yang penuh bencana dalam sejarah Yahudi. Kurban-kurban yang diperintahkan dalam kitab-kitab Torah tidak dapat lagi dilaksanakan melainkan hanya diingat dalam kenangan bangsa Yahudi. Kebiasaan lama, yang ditolerir oleh orang-orang Romawi, membayar pajak setengah syikal per orang per tahun untuk mempertahankan ibadah Bait Suci di Yerusalem sementara dibuat tidak berguna, tetapi orang-orang Romawi menuntut orang-orang Yahudi di seluruh kekaisaraan untuk membayar jumlah yang sama, dua dirham, kepada kekaisaran, tampaknya untuk mempertahankan ibadah Yupiter, yang telah mengalahkan Yahweh dan umat-Nya. Untuk menghadapi apa yang telah terjadi, sebagian orang Yahudi, seperti orang-orang Farisi, berusaha mempertahankan tentang tradisi-tradisi lama dan menyesuaikan dengan lingkungan-lingkungan yang baru. Yang lain, seperti golongan Zelot mencari penghiburan dalam pengharapan akan seorang Mesias yang akan memulihkan kekuasaan bangsa Yahudi. Keduanya menantikan dan mengharapkan pemulihan ibadah imamat yang sempurna di Yerusalem.

Antara tahun 115 dan 117 M, sumber-sumber Romawi maupun Yahudi berkisah tentang pemberontakan Yahudi yang meletus di Kirene, Mesir, dan Siprus. Dalam menjawab janji-janji dari orang-orang yang mengangkat diri sebagai Mesias, orang-orang Yahudi ini bangkit dengan kekerasan melawan tetangga-tetangga mereka yang bukan Yahudi dan melawan pemerintahan. Di Palestina pada saat yang sama, mungkin pula terjadi pemberontakan serupa, tetapi kita tidak mempunyai bukti langsung mengenai hal ini. Sebaliknya, kita mendengar tentang revolusi yang meletus pada tahun 123 M, yang dipimpin oleh Simon bar-Kosiba, seorang tokoh mesianis yang disebut Bar Kokhba ("Putra Bintang") oleh para pengikutnya dan belakangan oleh rabi-rabi yang kecewa, disebut Bar-Kosiba ("Putra Dusta"). Pemberontakan ini mungkin didorong oleh larangan Kaisar Hadrianus untuk mempraktikkan sunat yang kemudian berkembang menjadi larangan mempraktikan agama Yahudi, meskipun hal itu mungkin bukanlah maksud Hadrianus. Orang-orang Kristen Palestina tentu akan menolak klaim Bar-Kokhba sebagai Mesias dan barangkali tidak bergabung dalam revolusinya. Namun demikian, dokumen-dokumen baru yang ditemukan baru-baru ini di gua-gua yang dipergunakan sebagai tempat persembunyian para pemberontak tampaknya memperlihatkan bahkan sejumlah orang bukan Yahudi bergabung dengan orang-orang Yahudi dalam perlawanan ini dan Bar Kokhba diangkat sebagai "nasi ('pangeran') Israel". Orang-orang Romawi mengirimkan sejumlah perwira terbaik mereka dengan delapan legiun, dan pada tahun 135 M, revolusi tersebut dihancurkan. Para pemberontak bertahan kelaparan ketimbang menyerah di gua-gua di perbukitan Yudea, dan mereka yang masih hidup disalibkan sampai ratusan jumlahnya. Hancurlah pengharapan bahwa sang Mesias akan segera datang. Kota Yerusalem dibangun kembali sebagai sebuah kota Helenis dengan nama Aelia Capitolina untuk menghormati keluarga kaisar. Sebuah kuil Zeus menghiasi puncak Gunung Bukit Suci, dan orang-orang Yahudi bahkan dilarang untuk memasuki kota.

Diambil dari:
Judul buku : Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula
Judul artikel : Dominasi Roma, 63 SM, 66 M
Penulis : John Stambaugh - David Balch
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1997
Halaman : 13 - 22
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA