Kanon Perjanjian Lama

1. Nama dan Konsepsi

Kata Yunani kanon, berasal dari bahasa Semit (bnd Ibrani qaneh, Yeh. 40:3 dst). Pada mulanya berarti alat pengukur, kemudian dalam arti kiasan berarti "peraturan". Kata itu mendapat tempat dalam bahasa gerejawi. Pertama, menunjukan kepada rumusan pengakuan iman, khususnya simbol (pengakuan) baptis, atau gereja pada umumnya. Kata kanon juga dipakai mengacu pada peraturaran-peraturan gereja yang sifatnya berbeda-beda, tapi hanya dalam arti "daftar", "rentetan". Baru pada pertengahan abad 4 kata itu diterapkan kepada Alkitab. Dalam pemakaian Yunani, kata "kanon" agaknya menunjuk hanya kepada daftar tulisan-tulisan kudus, tetapi dalam bahasa Latin kata ini juga menjadi sebutan bagi Alkitab sendiri, jadi menyatakan bahwa Alkitab menjadi patokan bagi perbuatan yang mempunyai kuasa ilahi. Maksud yang terkandung dalam pemakaian istilah "Kanon PL" ialah bahwa PL adalah wujud lengkap dan utuh dari kumpulan kitab-kitab yang tak boleh dikutak-kutik lagi, yaitu kitab-kitab yang diilhamkan oleh Roh Allah. Dan kitab-kitab itu mempunyai wibawa normatif serta dipakai sebagai patokan bagi kepercayaan dan kehidupan kita.

2. Sifatnya membuktikan keotentikannya

Kitab-kitab PL sama dengan Kitab-kitab PB, yakni dilhamkan oleh Allah. *ILHAM, PENGILHAMAN. Namun, Roh Kudus bekerja dalam hati umat Allah sehingga mereka menerima kitab-kitab itu sebagai firman Allah, dan menundukkan diri kepada kewibawaan ilahinya. Pemeliharaan Allah secara khusus meliputi, baik asal usul masing-masing kitab maupun pengumpulannya. Oleh pemeliharaan Allah secara khusus inilah bilangan-bilangan kitab PL seperti yang ada sekarang ini, tidak lebih dan tidak kurang.

Inilah kebenaran asasi mengenai kanon PL dan asal usulnya. Dan apa yang telah dikatakan di atas mengandung gagasan, bahwa Allah menyediakan kanon, Dia memakai manusia sebagai alat-Nya; perbuatan-perbuatan dan pemikiran-pemikiran manusia turut berperan dalam seluruh proses ini. Karena itu, timbul persoalan. Apakah yang kita ketahui mengenai perbuatan-perbuatan dan penalaran manusia itu? Sejak kapan kanon ini atau bagian-bagiannya diakui kanonik? Bagaimana cara pengumpulan kitab-kitab kudus itu? Pengaruh siapa yang berperan dan menentukan dalam tahapan-tahapan perkembangannya yang bermacam-macam?

Data-data berikut perlu guna menjawab persoalan-persoalan itu. Namun baiklah di perhatikan, bahwa data-data itu sedikit sekali, justru tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat dimaklumi, sebab tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti berdasarkan data itu. Penelitian historis hanya menunjukkan sedikit peranan sinode-sinode atau lembaga-lembaga berwenang mengenai rumusan Kanon PL. Hal ini dapat dimaklumi. Sebab itu, diperlukan badan atau lembaga berwibawa seperti itu yang harus mendapat peranan besar dalam perumusannya. Alkitab memiliki wibawanya bukan dari pernyataan-pernyataan gerejawi, juga bukan dari wibawa manusia apa pun.

Alkitab bersifat autopistos, "membuktikan sendiri keotentikannya" dengan menyinarkan sendiri wibawa ilahinya. Karena kesaksian Roh Kudus, orang dimampukan menjadi cakap menangkap terang ini. Seperti dikatakan oleh Confessio Belgica (Pengakuan Iman Gereja-gereja di Nederland), art 5, "Kita percaya tanpa sedikit meragukan segala sesuatu yang tercakup di dalamnya; bukan karena gereja menerimanya dan menganggapnya demikian, tetapi khususnya Roh Kudus memberi kesaksian dalam hati kita, bahwa kitab-kitab itu datangnya dari Allah."(bdn Westminster Confession, I, 4, 5). Konsili-konsili gereja dan badan- badan yang berwibawa lainnya telah mengambil kesimpulan mengenai kanon itu, dan pertimbangan-pertimbangan ini memang mempunyai fungsi penting dalam menjadikan kanon itu diakui. Namun bukan suatu konsili gereja, juga bukan wibawa manusia apa pun yang lain, yang membuat Kitab-kitab dari Alkitab itu menjadi Kanon atau yang memberikan wibawa ilahi kepadanya. Kitab-kitab itu pada dirinya memiliki sendiri dan menggunakan sendiri wibawa ilahinya sebelum badan-badan seperti itu membuat pernyataan mereka; wibawa kitab-kitab itu diakui dikelompok besar ataupun kelompok kecil. Konsili-konsili gerejawi tidak memberikan wibawa ilahi kepada kitab-kitab itu, tetapi mereka justru beroleh dan mengakui bahwa kitab-kitab itu memiliki wibawa dan menggunakannya.

3. Pengakuan terhadap masing-masing Kitab

Kita akan membicarakan data-data yang disajikan sendiri oleh PL, berkaitan dengan pengumpulan dan pengakuan terhadap kitab-kitab itu. Dalam rangka ini, kita akan mengikuti urutan Kitab-kitab itu sesuai Alkibar Ibrani. Sambil lalu baiklah mengamati bahwa kehadiran beberapa dari kitab itu secara tersendiri, berkaitan dengan pekerjaan pengumpulan yang mendahuluinya. Hal ini menjadi amat jelas, antara lain, dengan Mazmur (lihat ump. Mazmur 75:20) dan Amos (lih. ump. Amsal 25:1).

A. Taurat

Sedini zaman Musa, pengumpulan hukum Taurat disertai pelestariannya dalam bentuk tertulis. Seperti nampak dari Kel. 24:4-7, Musa membuat "kitab perjanjian" dan orang-orang mengakui wibawa ilahinya. Ul. 31:9-13 (lih. juga ay. 24 dab.) memberitakan bahwa Musa menulis "hukum Taurat itu", yakni inti UI, dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan, bahwa wibawa ilahinya akan diakui sampai jauh di masa depan. Perlu diperhatikan, di sini telah dinubuatkan bahwa umat itu akan sering gagal untuk mengakui wibawa ilahi itu. Banyak kesaksian menunjukkan bahwa sepanjang sejarah Israel, Taurat Musa dipandang sebagai tolok ukur ilahi bagi iman dan hidup (ump. Yos. 1:7,8; 1Raj. 2:3; 2Raja 14:6, dab). Kita tidak tahu pasti bilamana Pentaeukh (Kitab Lima Jilid) lengkap seutuhnya, tetapi boleh dianggap, bahwa sejak awal telah dihormati berwibawa tinggi. Pentateukh berisi hukum Taurat yang diberikan Allah kepada Israel dengan perantaraan Musa, dan sebagai tambahan, laporan tentang awal sejarah Israel, yakni perlakuan Allah terhadap umat pilihanNya. Dua catatan dapat ditambahkan.

- Pada zaman dahulu orang tidak memperlakukan kitab-kitab yang dianggap kudus sebagaimana kita memperlakukannya sekarang. Dalam beberapa kitab, ada bagian-bagian -- kecil atau besar -- yang dianggap tambahan dari zaman yang lebih kemudian. Satu hukum dapat diganti dengan hukum lain, karena keadaan-keadaan yang berubah mengharuskan kebijaksanaan itu (bnd. Bil. 26:52-56 dengan 27:1-11;36; dan bnd. Bil. 15:22 dab dengan Im. 4). Sekalipun demikian, jelas orang Israel sangat berhati-hati dalam memperlakukan naskah-naskah tertulis yang berisi sejarah Israel atau hukum-hukum mereka. Penambahan atau perubahan agaknya terbatas dan hanya dilakukan oleh orang-orang yang berwenang berbuat demikian karena jabatan mereka. Sekadar catatan bernada lebih umum dapat diberikan: kenyataan bahwa orang Israel sangat hati-hati memperlakukan tulisan-tulisan kudusnya nampak dari cara para penulis PL memakai sumber-sumber mereka. Mereka tidak memperlakukan seperti para penulis modern, tetapi menyalin bagian-bagian yang perlu seharafiah mungkin.

- PL mencatat bahwa pada dua kesempatan, orang Israel dengan tulus berjanji untuk mentaati kitab Taurat yang diberikan Allah dengan perantaraan Musa, yakni pada pemerintahan Yosua (2Raj. 22, 23; 2Taw. 34, 35; "kitab Taurat" mungkin berarti Kitab UI) dan pada zaman Ezra dan Nehemia (Ezr. 7:6, 14; Neh. 8-10; "kitab Taurat" di sini mungkin berarti seluruh Pentateukh).

B. Nabi-nabi

Tiga faktor khusus memberi sumbangan kepada pengakuan terhadap "nabi- nabi terdahulu" (Yos., Hak., Sam., Raj.) sebagai kitab-kitab yang berwibawa. Pertama, kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah terhadap umat-Nya yang telah dipilih-Nya. Kedua, kitab-kitab ini menguraikan perlakuan Allah terhadap pilihan-Nya itu dalam jiwa hukum Taurat dan para nabi-nabi. Ketiga, para penulis kitab itu tentu adalah penjabat khusus, dalam arti setidak-tidaknya demikian. Menarik sekali membaca Yosua 24:26, bahwa beberapa tambahan kemudian diberikan kepada "kitab perjanjian Allah", yang anaknya ialah kitab hukum Taurat yang disebutkan dalam Ul. 31:24, dab..

Karena sifatnya khas, tulisan "nabi-nabi yang kemudian" (Yes., Yer., Yeh., dan ke-12 "nabi-nabi kecil") dihormati berwibawa sejak semula oleh kelompok kecil atau besar. Bahwa nubuat-nubuat mereka mengenai bencana digenapi dalam pembuangan, secara pasti mendampakkan peluasan wibawa mereka. Fakta bahwa seorang nabi kadang-kadang mengutip nabi lain, jelas menyatakan bahwa mereka mengakui wibawa nabi terdahulu itu. Justru lebih dari sekali seorang nabi memarahi Israel karena mereka tidak mendengarkan para nabi yang mendahuluinya (bnd. Za. 1:4 dab.; Hosea 6:5, dst.). Yesaya 34:16 agaknya menyebut gulungan yang di dalamnya dituliskan nubuat-nubuat Yesaya dan disebut sebagai "kitab Tuhan". Daniel 9:2 menyebut "kumpulan kitab" yang dengannya jelas dimaksudkan kumpulan tulisan nabi-nabi, di antaranya termasuk nubuat-nubuat Yeremia. Dari hubungannya, jelas bahwa tulisan para nabi ini dihormati sebagai memiliki wibawa ilahi.

C. Tulisan-tulisan

Bagian ketiga dari kanon Ibrani berisi kitab-kitab yang sifatnya berbeda-beda sehingga beberapa dari antara kitab itu dihormati sebagai tulisan kudus. Mengenai Kid. sering dikemukakan, bahwa tempatnya dalam kanon adalah disebabkan oleh penafsiran alegoris yang dikenakan kepadanya. Namun, keterangan ini tedak dapat dibuktikan. Pertama, penempatan demikian bermula pada suatu konsepsi yang keliru tentang "kanonisasi" (lih. butir II di atas). Kedua, sekalipun seandainya Kid. belum lengkap seutuhnya sebelum Zaman Pembuangan, tetapi kitab itu masih memuat bahan-bahan kuno (ump. Kid. 6:4). Tidak ada alasan untuk menyangkal kemungkinan, bahwa pada zaman kuno kidung-kidung cinta ini, yang di dalamnya, Salomo menjadi salah seorang tokoh utama, pada dasarnya dipandang tulisan kudus. Akhirnya, seruan bagi pengakuan-pengakuan formal dalam kepustakaan Yahudi (ump. di Aboth de- Rabbi Nathan, 1) adalah lemah karena pengakuan-pengakuan formal itu tidak berasal dari zaman.

Tidak perlu mempersoalkan mengapa Mazmur dihormati sebagai tulisan kudus. Banyak dari mazmur mungkin berfungsi sebagai rumusan-rumusan bagi tempat kudus; Daud memberi sumbangan penting dalam penulisan mazmur; beberapa mazmur bernada nubuat (ump Mazmur 50; 81; 110), mengenai kitab-kitab hikmat, di antaranya Amsal dan Pengkotbah, dan sampai taraf tertentu, Ayub, baiklah diingat, bahwa hikmat dan khususnya kuasa untuk berbuat sebagai guru hikmat, dipandang sebagai kekecualian anugerah Allah (bnd. 1Raj. 3:28; 4:29; Ayb. 38, dab.; Mzm. 49:1-4; Ams. 8; Pengkotbah 12:11, dst.).

Kenyataan bahwa banyak Amsal berasal dari Salomo tentu telah memberi sumbangan bagi pengakuan Amsal. Pengamatan-pengamatan yang sama seperti dilakukan dibutir (b) di atas, dapat diterapkan atas kitab-kitab historis dan nabiah: Ezr., Neh., Rut, Est., dan Rat.. Halnya sama dengan kedua kitab Tawarikh, yang sekalipun dengan cara yang berbeda dengan kitab Raja-Raja, tetapi ditulis dalam jiwa hukum Taurat dan nabi-nabi.

Sajian di atas tentu sama sekali tidak menjawab segala persoalan yang mungkin timbul. Marilah kita bahas salah satu dari persoalan itu. Mengapa sumber-sumber yang dipakai bagi penulisan Tawarikh tidak dimasukkan ke dalam kanon? Benar, bahwa beberapa kitab yang ada selama waktu penulisan kitab-kitab PL telah hilang, ump. "Kitab Orang Jujur" (Yos. 10:13; 2Sam. 1:18). Namun, bertalian dengan sumber-sumber Tawarikh persoalan lebih gawat dan hangat karena kitab-kitab sumber data itu ada selama waktu penyusunan Tawarikh, dan karena kitab-kitab sumber itu ditulis, paling sedikit sebagian, oleh nabi-nabi (ump. 1 Taw. 29:29; 2Taw. 9:29; 32:32). Kita harus menganggap bahwa kitab-kitab itu - atau apakah itu satu kitab? - diungguli dan diganti oleh Tawarikh.

Diambil dari:
Judul Buku : Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (Jilid A-L)
Judul Artikel : Kanon Perjanjian Lama
Penulis/Editor : J.D. Douglas
Penerbit : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta, 1993, 1994
Halaman : 510 - 511
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA