Memahami Alkitab Sebagai Firman Allah

Dalam bab pertama ini, mari kita mengawalinya dengan melihat beberapa implikasi keyakinan Kristen bahwa Alkitab adalah firman Allah. Kemudian dalam Bab 2 kita akan melihat pentingnya membaca dan menafsirkan Alkitab sebagai kata-kata yang ditulis oleh manusia. Tentu saja, ada banyak aspek dalam Alkitab sebagai kitab tulisan manusia yang memerlukan perhatian kita, misalnya latar belakang sejarah untuk berbagai bagian yang berbeda, pertanyaan tentang otoritas penulisnya dan waktu penulisannya, proses penyuntingan, penekanan teologis dan tradisi yang berbeda. Namun saat ini kita tidak membahas tentang hal-hal ini. Kita memulainya dengan keyakinan inti yang telah dipegang secara konsisten dalam tradisi kekristenan tentang Alkitab, yaitu bahwa Alkitab yang kita terima adalah firman Allah.

Dalam kebiasaan di gereja tertentu, pengakuan ini dinyatakan melalui pembacaan suatu perikop Alkitab dalam ibadah umum. Di akhir pembacaan, pembaca kadang mengatakan, "Demikianlah firman Allah", yang kemudian disambut oleh jemaat, "Syukur kepada Allah".

Doktrin Kristen mengenai Alkitab didasarkan pada asumsi mendasar tentang Allah dan dengan berlandaskan asumsi ini, menarik sejumlah implikasi penting tentang Alkitab.

Asumsi pertama: pernyataan bahwa Alkitab adalah firman Allah menyiratkan bahwa Allah telah berbicara di masa lalu dan sampai saat ini masih berbicara melalui apa yang telah difirmankan-Nya. Jadi ketika kita menyatakan dasar iman kristen bahwa Alkitab adalah firman Allah, kita berasumsi bahwa Allah adalah seorang komunikator. Pernyataan Yohanes "Pada mulanya adalah Firman", menunjukkan keyakinan utama tentang Allah. Allah dapat berbicara kepada manusia (Ia bukan hanya kekuatan yang tidak memiliki perasaan atau prinsip abstrak yang melampaui akal manusia). Allah telah berbicara kepada manusia dan manusia mampu menuliskan perkataan Allah, sehingga melalui firman yang tertulis itu Allah berbicara kepada manusia. Allah yang kita baca dalam Alkitab adalah Allah yang berkomunikasi -- di masa lalu dan sekarang.

Karena kita percaya bahwa Alkitab adalah firman Allah, maka kita perlu memperhatikan beberapa hal yang terkait dengannya yaitu: ilham, kebenaran, kesatuan, kejelasan, dan otoritas Alkitab. Penjelasan lima kata abstrak ini adalah sebagai berikut:

  1. Ilham: Allah berfirman dengan suatu cara sehingga dapat dicatat dalam bahasa manusia;
  2. Kebenaran: Allah berfirman dengan suatu cara sehingga dapat dipercayai;
  3. Kesatuan: Allah berfirman dengan suatu cara sehingga dapat dilihat kesinambungannya;
  4. Kejelasan: Allah berfirman dengan tujuan untuk dapat dimengerti;
  5. Otoritas: Allah berfirman agar dapat ditaati.

Pemahaman kita mengenai dimensi-dimensi Alkitab tersebut seharusnya memotivasi kita untuk semakin serius menanggapi dan menggunakannya secara efektif.

Alkitab -- Kitab yang Diilhami Allah

Allah berfirman dengan suatu cara sehingga dapat dicatat dalam bahasa manusia.

Doktrin Kristen menunjuk kepada Alkitab sebagai "firman yang diilhami oleh Allah". Dua ayat kunci yang menyatakan keyakinan tentang hal ini adalah 2 Timotius 3:15-17 dan 2 Petrus 1:20-21.

Paulus mengingatkan Timotius bagaimana ia telah dididik berdasarkan Kitab Perjanjian Lama:

... dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Yesus Kristus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:15-17).

Firman "yang diilhami Allah" dalam bahasa Yunani disebut theopneustos. Istilah ini sering diartikan "diilhami", tetapi kata ini menunjuk kepada "menghembuskan nafas ke dalamnya", sedangkan kata yang digunakan Paulus berarti "dihembusi oleh Allah". Nafas adalah alat yang melaluinya kita mengeluarkan suara atau berbicara. Orang akan mendengarkan perkataan kita ketika kita menggunakan nafas untuk mengatakannya. Karena itu metafora yang digunakan Paulus di sini berarti kata-kata di dalam Alkitab adalah seperti hembusan nafas dari perkataan Allah. Isinya merupakan apa yang Allah ingin sampaikan. Isi suatu perikop firman Allah adalah apa yang Allah ingin sampaikan, seperti hembusan nafas-Nya membentuk kata-kata yang Ia maksudkan untuk didengarkan.

Ayat-ayat tersebut tidak hanya menegaskan sumber dan otoritas firman Allah (berasal dari Allah, merupakan hembusan nafas Allah), tetapi juga menegaskan relevansinya yang berlangsung terus (bermanfaat untuk kita saat ini untuk semua tujuan yang sudah disebutkan oleh Paulus).

Ayat tersebut sering digunakan sebagai bagian penting doktrin tentang Alkitab. Namun seharusnya tidak hanya diperlakukan sebagai sebuah pernyataan doktrin, melainkan sesuatu yang kita setujui dan terima dalam iman kita. Dengan demikian ayat tersebut perlu menjadi pedoman dalam hermeneutika kita juga. Artinya, ketika kita membaca suatu perikop Alkitab kita perlu mengingatkan diri bahwa firman Allah kita terima sebagai "nafas" Allah, dan bahwa Allah bermaksud untuk menjadikannya "bermanfaat" bagi kita untuk berbagai tujuan yang disebutkan Paulus -- sebagai pedoman pengajaran dan etika. Tidak ada gunanya kita menyatakan dengan tegas bahwa "segala tulisan yang diilhamkan Allah dan bermanfaat ...", kecuali kita dengan sadar "menuliskan" hal ini di atas setiap perikop Alkitab yang kita pelajari dan bermaksud untuk menerapkan atau mengkhotbahkan: "Perihop ini diilhami Allah dan bermanfaat..."

Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam kitab suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah. (2 Petrus 1:20-21).

Perhatikan sumber utama firman Allah dalam ayat tersebut -- bukan berasal dari pikiran atau kehendak manusia, tetapi atas kehendak Allah. Perhatikan juga penegasan penulisan bersama (oleh Allah dan manusia) yang disebutkan di atas. "Orang-orang (laki-laki dan perempuan) berbicara..." Manusia yang berbicara dan menulis, tetapi isinya berasal dari Allah melalui kuasa (dorongan) Roh Kudus. Berbicara dan menulis sepenuhnya merupakan aktivitas manusia, yang melibatkan kemauan, kecerdasan, ide, pemilihan kata-kata, keterampilan, dan peralatan dari manusia. Semua ini merupakan bagian dari peran manusia sebagai penulis Alkitab. Kita meyakini sepenuhnya. Isi seluruh Alkitab adalah hasil karya pikiran dan tangan manusia. Namun di belakang semua itu adalah kehendak dan pikiran Allah. Seperti yang sudah disebutkan, kedua penegasan ini penting untuk kita pegang bersama dan tidak terpisahkan dalam memahami dan menggunakan Alkitab.

Jadi kita bisa mendefinisikan secara sederhana dan mendasar tentang apa yang dimaksud dengan "Alkitab yang dilhami Allah", yaitu:

  1. Apa yang dikatakan oleh Alkitab adalah apa yang Allah kehendaki atau izinkan untuk dicatat.
  2. Apa yang ditegaskan oleh Alkitab adalah apa yang Allah kehendaki untuk dinyatakan dengan tegas.

Pada prinsipnya "ilham" merupakan pernyataan tentang hubungan antara hasil akhir (kata-kata yang kita baca dalam Alkitab) dan kehendak dan maksud Allah. Tulisan di dalam Alkitab adalah apa yang Allah kehendaki untuk kita miliki. Tentu saja, "hembusan nafas" Ilahi ini khususnya berlaku bagi seluruh isi Alkitab dalam bahasa aslinya (Ibrani, Aram, dan Yunani). Namun jelas juga bahwa sejak zaman Alkitab ditulis (misalnya Neh. 8:8-9), Allah menginginkan firman-Nya di dalam Alkitab untuk diterjemahkan dalam bahasa apa saja sehingga dapat dimengerti oleh manusia biasa. Oleh karena itu, dalam hal ini pemahaman Kristen tentang Alkitab sangat berbeda dengan pandangan Islam tentang Al Qur'an yang hanya benar sebagai firman Allah dalam bahasa Arab saja.

Meskipun demikian kita perlu berhati-hati untuk tidak membaca penegasan ini melebihi yang dimaksudkan, atau menggunakan doktrin ilham untuk mendukung teori-teori kita sendiri tentang apa yang dikatakan Alkitab. Berikut ini adalah beberapa peringatan yang penting:

  1. Pernyataan bahwa perikop Alkitab diilhami oleh Allah bukan berarti bahwa kita tidak mempertimbangkan sama sekali proses psikologi atau rohani yang melibatkan manusia sebagai penulisnya. Beberapa penulis Alkitab menyadari dengan jelas ketika mereka berbicara atau menuliskan secara langsung perkataan yang Allah berikan kepada mereka (misalnya Yer. 1:7, Yeh. 2:7, Yoh. 7:16, dan 1Kor. 2:9-13). Namun mereka mungkin sering tidak menyadari bahwa kata-kata mereka akan menjadi bagian dari Alkitab. Mereka tidak harus "merasa menerima ilham" agar tulisan mereka menjadi benar-benar sebagai ilham -- yaitu dihembuskan oleh nafas Allah. Pada intinya, ilham Ilahi dalam penulisan Alkitab berlaku untuk hasil tulisan seorang penulis (produknya), bukan kepada diri penulisnya.

  2. Pernyataan bahwa perikop Alkitab diilhami oleh Allah bukan berarti kita mengabaikan sejarah literatur (komposisi, penyuntingan, pengumpulan naskah, dll.) berbagai dokumen yang akhirnya membentuk kanon Alkitab. Jelas bahwa berbagai dokumen yang sekarang kita miliki berupa Alkitab telah melalui proses pengumpulan serta pengeditan, dan beberapa dari penulisnya merujuk kepada sumber dokumen yang telah mereka gunakan. Melalui kanonisasi, apa yang kita miliki sekarang ini telah melewati proses bersejarah yang panjang. Firman yang diilhami oleh Allah bukan berarti menyangkali proses yang telah berlangsung, bagaimana caranya, berapa lama, atau siapa saja yang terlibat. Semua pertanyaan penting ini harus kita cari jawabannya dengan menggunakan alat bantu dan penelitian terbaik yang tersedia. Namun apapun yang kita ketahui tentang sejarah perikop yang kita miliki saat ini, isinya merupakan hasil akhir yang sekarang kita sebut "firman Allah" yang dirujuk oleh Paulus sebagai theopneustos.

  3. Penegasan bahwa Alkitab diilhami Allah bukan berarti proses penulisannya adalah melalui "dikte secara mekanis" (atau teori lain tentang mekanisme pengilhaman); para penulisnya bukan hanya sebagai mesin pencatat. Pengilhaman secara lisan tidak mengurangi atau menghilangkan kepribadian, gaya penulisan, pemikiran dan kreativitas penulisnya. Kata-kata yang dipilih untuk digunakan adalah kata-kata mereka sendiri, berdasarkan semua keterampilan, kecerdasan, dan emosi mereka. Contoh-contohnya jelas ketika kita membandingkan salah satu kitab dengan kitab lain dalam Alkitab; para penulisnya sangat berbeda secara individu dalam hal cara berpikir, menyatakan perasaan dan gaya penulisannya. Mereka bukan hasil proses penggandaan atau dibuat secara otomatis seperti mesin. Misalnya, Hosea berbicara tentang kepedihan pribadinya yang mendalam tentang kehidupan pernikahannya yang hancur. Kata-kata yang disampaikan oleh Hosea adalah perkataannya yang juga adalah firman Allah. Lukas melakukan penelitian sejarah secara saksama dan memilih struktur tulisan untuk dua kitab karyanya, dengan merangkai berbagai cerita dan perkataannya serta menuliskannya sesuai latar belakang budaya Yunaninya. Paulus menanggapi berbagai masalah nyata dan berat yang dialami gereja-gereja yang masih muda belia, dan kadang menulis dengan kemarahan, atau frustasi, atau menyatakan keprihatinannya. Emosi dan kata-kata adalah miliknya -- tetapi Paulus juga meyakini bahwa ia menulis dan mengatakan kata-kata dari Allah. Demikian juga Petrus yang merujuk pada sejumlah tulisan Paulus sebagai "hikmat yang dikaruniakan Allah" (2Ptr. 3:15-16).

  4. Pengilhaman secara lisan bukan berarti bahwa "apa pun yang dikatakan dalam suatu perikop, itulah perkataan Allah". Alkitab sering mencatat perkataan seseorang yang isinya tidak benar. Misalnya, pernyataan teman-teman Ayub tentang Allah adalah salah. Yeremia menuduh Allah berlaku curang terhadap dirinya. Beberapa pemazmur merasa bahwa Allah meninggalkan mereka. Perikop tertentu juga mencatat tentang orang yang berbohong. Allah tidak "mengatakan" apa yang dikatakan oleh para pembohong tersebut, meskipun kata-katanya tercatat di dalam Alkitab. Dalam kasus seperti ini, pengilhaman dalam perikop tersebut bersifat "tidak langsung". Artinya, Allah memiliki sesuatu yang ingin disampaikan-Nya melalui kalimat tersebut atau melalui perasaan, atau melalui narasi di mana kata-kata yang salah merupakan bagian dari konteks keseluruhan.

  5. Pengilhaman Alkitab tidak menetapkan bahwa tafsiran terhadap suatu perikop hanya satu saja. Perikop dalam Alkitab diilhami Allah. Tafsiran Anda atau saya (atau pendapat pengkhotbah favorit kita) tidak diilhami. Jadi kita jangan bingung antara keyakinan akan perikop yang diilhami dengan kesombongan atau klaim bahwa kita mampu untuk menafsirkannya secara sempurna. Orang Kristen yang secara tulus memercayai Alkitab kemungkinan masih memiliki pandangan yang berbeda dalam hal membaca dan menafsirkan Alkitab. Hal ini bisa saja terjadi melalui anugerah Allah, tetapi tidak akan menolong jika kita menuduh orang lain sebagai orang yang tidak memercayai pengilhaman, hanya karena kita tidak menyukai tafsirannya. Kita perlu belajar rendah hati dalam membedakan antara "apa yang dikatakan oleh ayat yang diilhami Allah" dengan "apa arti ayat menurut pendapat saya, setelah secara teliti saya mempelajari, memikirkan, dan mendoakannya".

Diambil dari:

Judul artikel : Memahami Alkitab Sebagai Firman Allah
Judul buku : Memahami dan Berbagi Firman Tuhan
Penulis artikel : Christopher J.H. Wright dan Jonathan Lamb
Penerbit : Yayasan Pancar Pijar Alkitab, Jakarta
Halaman : 8--14
Judul Buku : MEMAHAMI DAN BERBAGI FIRMAN TUHAN
Judul artikel : Memahami Alkitab Sebagai Firman Allah
Penulis : Christopher J.H. Wright
Penerbit : Yayasan Pancar Pijar Alkitab, Jakarta
Halaman : 8 - 12
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA