Naskah Khotbah: Pantaulah Sekitarmu Demi Kerajaan Allah

2 Raja-Raja 4:8-37, 8:1-6

Dalam sebuah surat kabar, pernah dimuat berita tentang seorang wanita yang ingin bunuh diri dengan cara terjun ke laut. Namun, sebelum terjun, ia masih ragu-ragu melaksanakan niatnya; ia terus saja berdiri pada sebuah jembatan kira-kira 3 jam lamanya. Perilaku wanita ini mengakibatkan lalu lintas di sekitar jembatan itu macet total, karena banyak orang berdatangan ingin menyaksikan aksi nekadnya.

Lalu, apa yang terjadi di tengah jubelan orang banyak ini? Ada beberapa sopir mulai mencaci-maki dan mengutuki wanita ini, "Ayo, cepat-cepatlah melompat, jangan menyusahkan orang lain yang ingin lewat jalan ini!" Ada pula yang berteriak, "Kalau kau mau bunuh diri, carilah tempat lain yang sepi!"

Teriakan dan makian itu yang kemudian memicu si wanita ini, mau tidak mau, harus segera mewujudkan niatnya untuk bunuh diri. Ia cepat-cepat melompat dan tenggelam lenyap di kedalaman laut.

Tragedi di jembatan ini merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat hari ini. Persaingan yang ketat dalam segala bidang kehidupan membuat semua sibuk mengejar waktu, sehingga belas kasihan dan rasa iba semakin hari semakin sirna.

Sebagai umat pilihan Allah, apakah kita juga akan berperilaku seperti orang-orang yang lewat di jembatan itu? Ketika melihat kesusahan dan penderitaan orang yang ada di depan matanya, mereka bukannya mengulurkan tangan, malah sebaliknya ingin orang yang bermasalah ini segera enyah dari hadapannya, agar privasinya tidak terganggu.

Kita perlu belajar dari teladan seorang ibu dari Sunem, yang kisahnya tercatat dalam 2 Raja-raja pasal 4. Ia adalah seorang ibu rumah tangga yang peka dan peduli dengan situasi di sekelilingnya. Ia mampu memantau hal-hal yang sederhana, yang nampaknya rutin terjadi di depan matanya.

Identitas Perempuan Sunem

Siapa nama perempuan Sunem ini? Alkitab tidak mencantumkan namanya. Siapa nama suaminya? Juga, tidak disebutkan! Ia hanya dinamai perempuan Sunem, menurut nama kota tempat ia tinggal. Kota Sunem terletak di dekat kota Nain -- sebuah kota yang menjadi terkenal 900 tahun kemudian, karena Tuhan Yesus pernah menghidupkan kembali anak seorang janda di kota itu. Alkitab menggambarkan perempuan Sunem ini sebagai seorang yang terpandang dan sangat kaya, ia menikah dengan seorang yang lebih tua darinya dan tidak memunyai anak.

Kepribadian Perempuan Sunem

  1. Seorang yang Selalu Memantau Situasi di Sekelilingnya

    Karena kaya, bisa dipastikan rumahnya terletak di lokasi pinggir jalan raya. Melalui jendela, pintu rumahnya yang besar itu, ia bisa memerhatikan pelancong, orang yang lalu lalang, lewat depan rumahnya. Si ibu ini benar-benar memerhatikan lingkungan sekitarnya dengan saksama, apa yang ia lihat? Ia menemukan bahwa di antara sekian banyak orang yang lalu lalang melewati rumahnya setiap hari, ada seorang lelaki yang lain dari yang lain, ia bukan pria biasa. Orang ini selalu berjubah panjang, di tangannya membawa tongkat panjang, ibu ini yakin, orang ini pasti sang "Abdi Allah yang Kudus".

    Perempuan Sunem ini acuh dengan lingkungannya. Ia bukan hanya memikirkan diri sendiri atau keluarganya sendiri, tetapi juga berusaha menaruh perhatian pada orang lain -- pada seorang hamba Allah -- yang belum ia kenal secara pribadi. Tapi ia yakin pria ini bukan orang biasa. Pengamatannya benar, ternyata ia adalah nabi Elisa.

    Awalnya, si ibu yang ramah ini mengundang nabi Elisa untuk mampir dan makan di rumahnya. Nabi Elisa memang sering melakukan perjalanan ke mana-mana untuk pelayanan. Setelah ibu ini beberapa kali mengundang nabi Elisa makan di rumahnya, ibu ini masih merasa belum cukup: "Apa lagi yang dapat saya lakukan untuk abdi Allah ini?" Karena bisa dipastikan abdi Allah ini hidup dengan sangat sederhana/miskin, ia tampaknya sering melakukan perjalanan yang jauh dengan jalan kaki.

    Bagi orang yang masih muda, pulang-pergi dari Karmel ke Sunem bisa ditempuh dalam sehari. Namun, bagi orang yang sudah lansia, perjalanan ini sangat berat. Rumah Elisa berada di Karmel. Pada zaman itu, jarang ada penginapan dan belum tentu ia memunyai uang untuk membayar penginapan. Ibu ini memahami kesulitan Elisa, saat itu ia menemukan gagasan baru, "Aha, saya tahu. Saya akan membuat sebuah kamar tamu untuknya supaya ia bisa menginap di sini bila ada pelayanan."

    Beberapa bulan yang lalu terjadi kasus bunuh diri oleh seorang bapak di kompleks perumahan tempat kakak saya tinggal. Kebetulan saya berada di rumah kakak saya waktu itu. Kami yang di rumah awalnya merasa penasaran, mengapa ada beberapa mobil polisi dan ambulans yang lewat depan rumah, serta banyak orang berjalan menuju ke wilayah yang agak jauh dari tempat kami? Lalu, kami coba bertanya kepada orang-orang yang lewat, apa yang sedang terjadi? Mereka mengatakan bahwa ada orang bunuh diri di suatu blok di kompleks perumahan ini. Kebetulan teman kakak saya tinggal di blok tersebut, lalu kami berusaha menelepon teman ini untuk menanyakan siapa yang bunuh diri? Mengapa bunuh diri? Namun, teman kakak saya menjawab: "Ada apa? Apa yang terjadi? Saya tidak tahu menahu hal ini?" Rupanya ia tidak tahu apa-apa, walaupun di luar rumahnya berjubel orang yang hiruk pikuk menonton, para polisi, dan ambulans yang sedang mengevakuasi orang yang bunuh diri ini. Padahal, peristiwa ini persis terjadi di sebelah rumahnya.

  2. Seorang yang Memantau Situasi di Rumahnya

    Perempuan Sunem ini walaupun memunyai inisiatif yang begitu baik, tapi ia tidak langsung tergesa-gesa melaksanakan niatnya, tanpa memedulikan suaminya yang jauh lebih tua darinya, yang mungkin sudah lamban dalam berpikir. Bagaimanapun kondisi sang suami, ia merasa sudah sepatutnya berkonsultasi dahulu dengan sang suami tentang rencananya. Di ayat 10 ia berkata: "Baiklah kita membuat ...."

    Baginya, suami adalah kepala keluarga, namun ini bukan berarti bahwa perempuan harus tunduk dalam segala hal -- pribadi yang hanya dapat memberikan kata "setuju", yang harus sepakat dan tidak boleh mengungkapkan inisiatif sendiri. Perempuan Sunem ini tampaknya lebih cekatan dan lincah dari suaminya. Jelas, ini karena ia lebih muda; ia masih mampu mencetuskan ide-ide atau rencana-rencana. Namun ia baru akan melaksanakannya apabila ia sudah terlebih dahulu mendiskusikannya dengan sang suami. Suatu hari ia berkata kepada sang suami: "Pak, baiklah kita membuat kamar di atas. Baiklah kita menaruh sebuah tempat tidur, sebuah meja. sebuah kursi dan sebuah kandil untuk abdi Allah itu" (ayat 10-11).

    Saya percaya, sebagai ibu rumah tangga, perempuan Sunem tersebut pasti seseorang yang rajin mengurusi kewajibannya sehari-hari dengan sangat cekatan. Ia adalah orang yang dapat dipercaya. Tidak heran ketika ia mengemukakan gagasannya kepada suaminya, sang suami langsung setuju. Akhirnya, perempuan Sunem tersebut berhasil membuat sebuah kamar tamu untuk nabi Elisa di bagian atas rumahnya.

    Dari apa yang dilakukan, terlihat si ibu ini memunyai pemikiran yang dewasa. Ia bukan ingin berkuasa atas suami yang sudah tua dan tidak memunyai anak. Sebaliknya, ia berusaha bekerja sama secara harmonis dengan suaminya supaya rumah tangganya dapat berfungsi sesuai dengan kehendak Allah.

    Jika kita bandingkan gaya hidupnya dengan gaya hidup orang-orang masa kini, sebagai seorang ibu muda yang sangat kaya (namun, sang suami yang sudah uzur) tidak jarang kondisi seperti ini akan mudah membuat seorang ibu muda cenderung memunyai kehidupan yang bebas, melakukan aneka kegiatan sendiri di luar rumah, dan bertindak sekehendak hatinya tanpa perlu izin sang suami. Seorang ibu muda akan mudah tergoda menggunakan uangnya untuk kenikmatan diri dan menghabiskan waktu dan hidupnya tanpa tujuan sebagai pelampiasan kekosongan hatinya. Tetapi perempuan Sunem ini tidak demikian.

  3. Seorang yang Selalu Memantau Pekerjaan Allah

    Mengapa perempuan Sunem ini bisa memiliki ide yang demikian bijak dan brilian? Karena dalam hatinya selalu tersimpan kerinduan untuk melayani Allah. Itu sebabnya Allah menaruh di dalam hatinya suatu gagasan kreatif, inovasi baru, yang berdampak besar bagi hamba Allah.

    Ibu itu menyiapkan bagi nabi Elisa tempat tidur, meja, kursi, dan lampu; semua perlengkapan yang sederhana ini. Maka nabi Elisa tinggal bersama mereka, semuanya sudah diatur untuk digunakannya terus menerus bersama mereka, selama jangka waktu yang cukup lama. Pasti ada juga kamar untuk Gehazi, hamba Elisa. Ibu ini dengan sukarela menggunakan uangnya untuk mendukung kebutuhan seorang abdi Allah.

    Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) juga dimulai berkat kemurahan hati seorang ibu, yaitu Ibu Molly So yang rela menyediakan rumahnya di Bandung, di jalan Pasundan, untuk memulai SAAT pada 1952. Melalui uluran tangan Ibu Molly, maka Tuhan memakai gedung rumah yang dipersembahkan itu untuk memulai pendidikan teologi Pdt. Dr. Peter Wongso sebagai mahasiswa pertamanya. Puji Tuhan.

Pahala Yang Allah Sediakan Bagi Perempuan Sunem

1. Berkat Kebahagiaan dalam Keluarga

Suatu kali nabi Elisa menyuruh Gehazi, hambanya bertanya kepada ibu Sunem ini: "Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?" (ayat 13). Apa jawaban si ibu ini? "Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku," artinya: "Aku tidak minta apa-apa, karena aku tinggal di tengah-tengah kaumku, aku telah memiliki segala yang kubutuhkan." Apa yang ada sekarang, itu yang ia syukuri.

Tetapi Gehazi "nyeletuk" kepada Elisa, "Ah, ia tidak mempunyai anak, dan suaminya sudah tua." Maka Elisa berkata kepada ibu ini: "Pada waktu seperti ini juga, tahun depan, engkau ini akan menggendong seorang anak laki-laki." Perempuan Sunem ini awalnya tidak yakin, karena sang suami sudah lansia, jangan-jangan ini hanya diberi janji-janji kosong yang akan membuat hatinya semakin sakit. Janji Elisa tentu saja bukan dusta. Ini merupakan kebenaran ilahi. Memang, janji itu benar-benar menjadi kenyataan. Setahun kemudian, ibu ini melahirkan seorang anak laki-laki.

2. Berkat yang Bukan Tanpa Tantangan

Ayat 18-19 memberitahukan bahwa pada suatu hari, ketika anak ini mungkin baru berumur 3-4 tahun, ia ikut bapaknya ke ladang. Rupanya ia tidak tahan berada di bawah matahari yang panas terik, tiba-tiba ia menjerit, "Aduh kepalaku, kepalaku," lalu ia terjatuh dan mati beberapa saat kemudian.

Seandainya kita yang menghadapi situasi krisis seperti ini, bagaimana reaksi kita? Tentunya kita akan bersungut-sungut kepada Tuhan, "Tuhan, aku tidak pernah minta anak kepada Tuhan, bukankah sejak semula aku sudah puas dengan keadaanku waktu itu? Lalu Kau karuniai anak ini, namun setelah kami sangat mencintainya, tahu-tahu sekarang Kau merenggutnya begitu saja. Hatiku terasa lebih sakit dan pedih dengan kehilangan anak ini. Lebih baik tidak usah diberi anak, daripada setelah diberi lalu direnggut lagi!"

Tetapi perempuan Sunem ini tidak demikian. Ia memunyai iman yang teguh. Ia tahu, satu-satunya orang yang dapat menolongnya adalah orang yang dahulu telah menjadi pengantara baginya dalam menolongnya memperoleh anak dari Allah. Ibu ini melihat hanya ada satu kemungkinan untuk memperoleh jalan keluar, yaitu Allah sendiri. Karena Allah telah memberi anak itu kepadanya, maka hanya Dia yang dapat menolong.

Tidak mau buang-buang waktu lagi, sang ibu ini lalu mencari Elisa yang berada di Karmel yang berjarak 40 km. Setelah bertemu Elisa, ibu ini berkata: "Aku tidak akan pulang, kecuali kau ikut aku pulang." Akhirnya, nabi Elisa membangkitkan anak itu dari kematian. Sang ibu tidak perlu membuat persiapan penguburan anaknya, namun sebaliknya, ia mengadakan pesta syukuran buat anaknya.

3. Berkat Ekstra di Balik Tantangan

Pasal 8:1-6 mencatat, beberapa tahun kemudian, ketika negeri perempuan Sunem terancam bahaya kelaparan selama 7 tahun -- sebagai wujud hukuman Tuhan atas bangsa Israel yang menyembah berhala -- perempuan Sunem ini telah diberitahu Elisa sebelum bencana itu terjadi, supaya ia dengan keluarganya cepat mengungsi, menyingkir dari bencana itu dengan pergi ke negeri Filistin.

Namun, ada konsekuensi dari kepindahannya selama 7 tahun itu, ia telah kehilangan rumah serta ladangnya. Maka, ketika kembali ke Sunem, ia mengadukan hal ini kepada raja. Raja segera turun tangan menolongnya. Semua miliknya berupa rumah dan ladang itu dikembalikan kepadanya, karena raja telah mendengar kisah tentang si ibu yang bijak dan murah hati ini. Raja bukan hanya mengabulkan permintaannya, bahkan ia juga memberikan seluruh hasil ladang yang dihasilkan selama 7 tahun si ibu ini pergi. Apa sebabnya? Karena segala jasanya yang telah ia lakukan kepada Elisa dan Kerajaan Allah, Allah telah menghitungnya dengan cermat dan membalas semua kebaikannya itu.

Penutup

Hingga hari ini, Tuhan masih terus mencari perempuan Sunem-perempuan Sunem masa kini; seorang yang agung, mulia, dan murah hati -- sehingga semua perilakunya dicatat di dalam Alkitab. Sekalipun namanya tidak disebutkan, tetapi yang penting Tuhan mengenalnya.

Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Veritas (Jurnal Teologi dan Pelayanan)
Penulis : Suliana Gunawan
Penerbit : SAAT Malang, Oktober 2009
Halaman : 301 -- 306
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA