Pendidikan Agama dalam Alkitab

Bilamanakah mulainya pendidikan agama itu? Mungkin ada yang menyangka bahwa pendidikan agama itu baru mulai diselenggarakan pada masa modern, pendapat itu ternyata salah.

Pendidikan agama mulai ketika agama sendiri mulai muncul dalam hidup manusia. Tiap-tiap agama di dunia ini mempunyai sistim pendidikannya sendiri-sendiri. Entah bagaimanapun isi, cara dan bentuknya pendidikan itu, tetapi pasti ada. Setiap agama merasa perlu mengajar anak-anak muda tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan kebaktian agama itu. Sebelum mereka dapat ditahbiskan menjadi anggota penuh dari persekutuan agama itu, wajiblah mereka diajar dan dilatih dalam segala teori dan praktik agamanya itu. Demikian pula tuntutan agama terhadap orang-orang yang hendak masuk dari luar. Siapa ingin memeluk agama baru, tentu saja ia diwajibkan mempelajari pokok-pokok kepercayaan dan adat-kebiasaan dalam agama itu lebih dahulu.

Berkenaan dengan itu tiap-tiap agama mempunyai guru-guru dan lembaga-lembaganya yang ditugaskan menjalankan pendidikan agama itu. Tegasnya, selama ada agama, ada pula pendidikan agama.

Akan tetapi, bilakah pendidikan agama Kristen mulai? Pendidikan agama Kristen berpangkal kepada persekutuan umat Tuhan dalam Perjanjian Lama. Jadi pada hakikatnya, dasar-dasarnya sudah terdapat dalam Sejarah Suci purbakala PAK itu mulai dengan terpanggilnya Abraham menjadi nenek-moyang umat pilihan Tuhan, bahkan PAK berpokok kepada Allah sendiri karena Allah yang menjadi Pendidik Agung bagi umat-Nya.

Oleh sebab itu, untuk menemukan akar-akar dari PAK itu, haruslah kita menggali dalam Alkitab, tempat Tuhan menyatakan rahasia keselamatan-Nya kepada bangsa Israel. Alkitab itu satu-satunya sumber pengetahuan kita mengenai rancangan keselamatan itu, dan Alkitablah yang melukiskan dengan terang bagaimanakah wujud dan maksud pendidikan agama itu. Banyak sekali keterangannya yang menarik hati mengenai isi dan cara melaksanakan pendidikan agama itu. Pada hakikatnya kebanyakan kitab-kitab yang termuat dalam Kitab Suci itu dikarang dengan maksud untuk mengajar dan mendidik para pembaca yang beriman itu.

Dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, tersimpanlah kesaksian mengenai perkara-perkara yang maha agung, yang telah dialami umat Tuhan di bawah pimpinan-Nya sepanjang sejarah hidup mereka. Perbuatan-perbuatan Tuhan yang hebat itu perlu disampaikan dan dijelaskan pula kepada tiap-tiap keturunan yang baru, dan sebab itu hikayatnya dipaparkan dalam kitab Perjanjian Lama.

Demikian pula halnya dengan Perjanjian Baru. Segala kitabnya ditulis dengan tujuan yang tertentu untuk mengajar umat Kristen tentang penyataan Allah dalam Yesus Kristus dan pengaruhnya bagi hidup manusia. Kitab-kitab Injil hendak memelihara tradisi lisan mengenai pekerjaan dan pemberitaan Tuhan Yesus agar rohani jemaat Kristen dibangunkan, imannya diperkokoh dan pengetahuannya akan Juru Selamat itu diperdalam. Surat-surat Rasul Paulus, misalnya, ke semuanya menyinggung pelbagai masalah yang perlu diterangkan kepada jemaat. Dengan tidak mengenal lelah, Paulus senantiasa berdaya upaya untuk mendidik jemaat Kristen dalam segala soal iman dan kesusilaan Kristen, dan kita bersyukur kepada Tuhan bahwa surat-suratnya, yang penuh dengan pengajaran dan nasihat yang tak ternilai harganya, semuanya diserahkan kepada kita pula.

Marilah sekarang kita menyelidiki dengan lebih saksama lagi tentang kedudukan dan fungsi pendidikan agama itu dalam Alkitab.

1. Perjanjian Lama

Nenek moyang kaum Israel, Abraham, Ishak, dan Yakub menjadi guru bagi seluruh keluarganya. Sebagai bapak-bapak dari bangsanya, mereka bukan saja menjadi imam yang merupakan Pengantara antara Tuhan dengan umatNya, tetapi juga menjadi guru yang mengajarkan tentang perbuatan-perbuatan Tuhan yang mulia itu dan segala janji Tuhan yang membawa berkat kepada Israel turun-temurun. Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung itu guna keselamatan seluruh umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada segala anak-cucunya.

Ishak meneruskan pengajaran yang penting itu dan kemudian anaknya Yakub pula menanamkan segala perkara ini ke dalam batin anak-anaknya. Yusuf menyimpan pelajaran-pelajaran itu dalam hatinya ke mana saja ia pergi, biar dalam pengasingan sekalipun sehingga pengetahuan akan janji-janji Tuhan itu tetap terpelihara oleh bangsa Israel.

Tuhan telah memasuki hidup mereka karena Tuhan mau memakai bangsa itu sebagai alat-Nya. Atas perintah Tuhanlah keinsafan itu dipupuk dan diperdalam, dengan jalan pengajaran kepada tiap-tiap angkatan muda.

Nabi Musa dipilih pula oleh Tuhan untuk membebaskan umat-Nya dari penindasan. Musalah yang diangkat menjadi panglima dan pemimpinnya, tetapi juga menjadi guru dan pemberi hukum bagi mereka. Justru fungsi terakhir itu yang merupakan tugasnya yang paling penting, mengingat pertumbuhan suku-suku Israel zaman itu menjadi satu bangsa yang utuh dan istimewa sifatnya. Musa mendidik mereka di padang belantara dan mengatur pendidikan itu dengan jitu dan tepat supaya pengajaran agama, yang memberi dasar seluruh kehidupan umat Tuhan itu, akan dilanjutkan pula oleh pengganti-penggantinya kemudian.

Demikianlah kita dapat meninjau masa demi masa, sambil menujukan perhatian kita kepada segala aspek pendidikan agama di antara bangsa Israel tatkala sudah mendiami Tanah Perjanjian itu. Dapatlah kita menunjuk kepada zaman para hakim, di mana muncul seorang pemimpin dan guru yang besar, ialah Samuel, dan kepada tokoh-tokoh para nabi, baik yang bekerja di masa raja-raja pertama, maupun yang tampil ke muka dengan khotbahnya yang berapi-api itu sewaktu raja-raja berikutnya. Tentu saja mereka sekalian mengajarkan firman Tuhan dengan rajin dan setia supaya umat Israel kembali kepada sumber keselamatannya.

Selain dari mereka itu, jangan hendaknya kita lupa akan pendidikan yang diselenggarakan oleh imam-imam dalam Bait Suci. Merekalah yang menerangkan serta memeliharakan undang-undang mengenai kebaktian. Mereka juga yang mengajarkan hukum-hukum tentang kebersihan dan kesehatan, makanan pantangan dan perhubungan kelamin, dan banyak hukum lagi, yang harus diketahui dan dituruti oleh umat suci itu.

Tiap-tiap keturunan orang Israel menyampaikan pula segala pengajaran dan peraturan itu kepada keturunan yang berikut. Proses ini berlangsung terus beratus-ratus tahun lamanya. Kita heran membaca dalam Perjanjian Lama betapa banyak hal yang beranekaragam selalu diajarkan kepada angkatan muda dari kaum Israel itu. Ada hukum-hukum mengenai pembangunan rumah-rumah dan mengenai sistim pengadilan; ada yang mengenai pakaian dan riba, perkawinan dan perceraian nikah, pertanian dan peternakan, dsb.. Tegasnya, rencana pelajaran orang-orang Israel itu sangat luas dan teratur baik.

Di Israel, segala sesuatu harus membantu dan bekerja sama untuk mendidik anak-anak dan orang dewasa agar menjadi anggota-anggota persekutuan agama itu, yang insaf akan panggilannya dan dengan segenap hatinya ingin mengabdi kepada Tuhan dalam segala gerak-gerik hidup mereka. Untuk itu, juga dipergunakan masa-masa raya yang memperingatkan kaum Israel akan peristiwa-peristiwa yang besar yang dialami nenek moyang mereka zaman dahulu, misalnya perayaan pesta Paskah. Berhubung dengan hari-hari raya itu, bapa-bapa menceritakan kepada anak-anaknya tentang segala pimpinan dan berkat Tuhan pada masa lampau, supaya menjadi pelajaran dan penghiburan bagi mereka sekalian pada masa kini.

Seluruh pendidikan itu bersifat agama; tak ada sebagian juga pun dari segala lapangan hidup manusia yang tidak dipengaruhi dan dikuasai oleh agama. Pendidikan itu mulai dalam masing-masing rumah tangga, dan diteruskan dalam kebaktian-kebaktian umum dan dalam pengajaran tentang Taurat Tuhan. Tuhan Allah sendirilah yang merupakan pusat dan tujuan segala pendidikan masyarakat bangsa Israel, maka sudah tentu segala hal ihwal masyarakat umum dipelajari dan diatur dalam terang penyataan Tuhan itu.

Bahkan, nama-nama tempat di daerah Palestina itu pun sering mengajarkan kepada orang Israel tentang pentingnya agama. Kita teringat umpamanya akan arti gunung-gunung Ebal dan Gerizim. Setelah masuk ke tanah Kanaan, atas perintah Tuhan dari puncak gunung Ebal, dibacakan kutuk-kutuk bagi segala orang yang tidak taat kepada pimpinan Tuhan dan taurat-Nya yang suci itu, dan dari atas gunung Gerizim diserukanlah berkat-berkat yang dijanjikan kepada sekalian rakyat yang mau mengabdi kepada Tuhan. Dengan demikian, setiap kali orang-orang Israel kemudian melalui lembah antara kedua gunung itu, mereka diingatkan akan keharusan bagi manusia untuk memilih antara melawan atau menuruti Tuhan, menolak atau mengaku kuasa Tuhan atas hidup kita. Lembah itu seakan-akan menjadi "Lembah Keputusan", yang memaksa manusia untuk memutuskan apakah manusia mau hidup di bawah berkat atau kutuk Tuhan (bandingkan Ulangan 11:29, 27:1-26. Yosua 8:30-35).

Selama masa pembuangannya ke Babel, kaum Yahudi makin lama makin sadar lagi akan amanat dan panggilannya. Para katib mereka banyak mencurahkan perhatian kepada kitab-kitab suci bangsanya. Dibangunkanlah rumah-rumah sembahyang dan sekolah agama, tempat diajarkannya kepada jemaat Yahudi itu segala tradisi agama yang telah diserahkan nenek-moyangnya berabad-abad lamanya. Sekembalinya kaum Yahudi ke tanah airnya, pembacaan taurat mulai memegang peranan yang amat penting di pusat hidup keagamaan mereka. Ilmu ketuhanan bertambah-tambah diutamakan; banyak sarjana Yahudi yang menyelidiki dan menafsirkan kitab-kitab suci dengan teliti. Sekolah-sekolah dan mazhab-mazhab rabbi yang masyhur itu mulai muncul, berkembang dan berkuasa.

Sebenarnya, pada zaman Tuhan Yesus, pengajaran agama kaum Yahudi sudah sangat berkurang mutu rohaninya. Penyelidikan dan pengajaran tentang taurat telah bersifat formal dan kaku. Huruf hukum-hukum itu terlampau diutamakan. Pengajaran agama mulai menitikberatkan derajat tinggi kaum Yahudi secara bangsa dan jenis manusia. Jiwa taurat telah menang atas sifat rohani dari agama Israel semula. Katib-katib bersikap congkak. Namun, kendatipun demikian, pendidikan agama kaum Yahudi itu tetap merupakan dan latar belakang bagi pendidikan agama Kristen di kemudian hari. Dengan itu, kita tiba pada masa Perjanjian Baru.

2. Perjanjian Baru

a. Tuhan Yesus

Apabila kita hendak menyelidiki soal pendidikan agama dalam hubungan Perjanjian Baru, tentu saja pertama-tama dan khususnya kita harus mengarahkan pandangan kita kepada Tuhan Yesus sendiri. Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang agung. Keahlian-Nya sebagai seorang guru, umumnya diperhatikan dan dipuji oleh rakyat Yahudi; mereka dengan sendirinya menyebut Dia 'rabbi'. Ini tentu suatu gelar kehormatan yang menyatakan betapa Ia disegani dan dikagumi oleh orang sebangsa-Nya selaku seorang pengajar yang mahir dalam segala ilmu ketuhanan. Sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat yang biasa mengajar mereka (Matius 7:29).

Tuhan Yesus mengajar di mana saja: di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di rumah orang kaya, di depan pembesar-pembesar agama dan pemerintah, bahkan sampai di kayu palang sekalipun. Tuhan Yesus tidak memerlukan sekolah atau gedung yang tertentu. Tiap-tiap keadaan dan pertemuan dipergunakan-Nya untuk memberitakan firman Allah.

Tuhan Yesus dalam pengajaran-Nya tidak terikat pula pada waktu tertentu. Siang malam, pada setiap saat Ia bersedia menerangkan jalan keselamatan dan Kerajaan Surga yang telah datang itu kepada siapa saja yang ingin belajar kepada-Nya.

Yang menjadi tujuan pengajaran Tuhan Yesus itu bukanlah untuk membahas pelbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap-tiap manusia yang datang kepada-Nya. Setiap orang itu dikenal-Nya dan dipahami-Nya masalah-masalah yang dipergumulkan orang itu.

Cara mengajar-Nya sangat istimewa pula. Biasanya Tuhan Yesus tidak membentangkan sesuatu ajaran dengan menyuruh orang memercayai itu, tetapi Ia menolong mereka berpikir sendiri dan menarik kesimpulannya sendiri dari apa yang telah dijelaskan-Nya kepada mereka. Tidak selalu Ia mencapai hasil-Nya karena sering pendengar-pendengar-Nya mengeraskan hatinya, tetapi tentu Ia senantiasa menyatakan diri sebagai seorang Guru yang tidak ada taranya karena Ia sendiri adalah Kebenaran.

Banyak metode yang dipakai-Nya, dan segala metode itu masih penting dan perlu dipelajari oleh segala guru agama masa kini. Adakalanya Tuhan Yesus bercerita. Sering Ia memakai perumpamaan-perumpamaan. Acap pula Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi bahan pengajaran-Nya. Kadang-kadang suatu percakapan biasa berkembang menjadi pengajaran yang indah. Namun, bukan saja dengan perkataan-Nya Tuhan Yesus mengajar. Juga dengan jalan memperlihatkan apa yang dimaksudkan-Nya, seperti tatkala Ia memeluk kanak-kanak dan memberkati mereka, itu menjadi teguran pada murid-murid-Nya, atau ketika Ia membasuh kaki mereka untuk mengajar mereka supaya rendah hati.

Bahkan seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya, Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas bukit Golgota, Ia menyungguhkan segala pengajaran-Nya dengan pengorbanan Diri-Nya sendiri.

b. Paulus

Rasul Paulus juga seorang guru yang ulung. Ia benar-benar tokoh penting di lapangan pendidikan agama. Paulus sendiri dididik untuk menjadi seorang rabbi bagi bangsanya. Ia mahir dalam pengetahuan akan Taurat dan ia dilatih untuk mengajar orang lain tentang agama kaum Yahudi.

Setelah Yesus memasuki hidupnya, Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memasyhurkan nama Tuhan Yesus itu. Ke mana pun Paulus pergi, segala kesempatan dipergunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabi-rabi Yahudi, dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendekiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, pendek kata, segala golongan manusia yang ditemuinya pada perjalanan-perjalanannya yang banyak dan panjang itu.

Paulus berkeyakinan kuat dan beriman teguh. Selalu ia siap sedia untuk bertukar pikiran, mengajar, menegur dan mengajak. Pasti ia seorang ahli pidato yang besar bakatnya. Meskipun tidak tampan raut muka dan tokoh badannya, tetapi khotbahnya penuh semangat dan terang isinya sehingga mengagumkan para pendengar. Banyak orang merasa sangat tersinggung, tetapi banyak pula yang segera ditawan oleh kuasa bahasanya.

Paulus mengajar di rumah-rumah tempat ia menumpang, di gedung-gedung yang disewanya, di lorong-lorong kota atau di padang-padang, di atas kapal dan dalam bengkelnya, di pasar dan dalam kumpulan kaum filsuf. Tidak ada tempat yang dianggapnya kurang layak untuk menyampaikan beritanya tentang Juru Selamat dunia.

Rasul Paulus juga banyak mengajar melalui surat-surat. Segala soal dan kesulitan yang muncul dalam jemaat-jemaat yang didirikannya itu, atau pun yang timbul di antara kaum Kristen yang belum dikunjunginya, semua itu dipakainya untuk menguraikan pokok-pokok kepercayaan atau kesusilaan Kristen yang bersangkutan dengan hal itu. Kebiasaannya itu sungguh menguntungkan seluruh umat Kristen di kemudian hari. Bukankah surat-surat Paulus itu sampai sekarang merupakan pengajaran yang tidak ternilai harganya bagi sekalian orang Kristen di segala tempat?

c. Jemaat yang mula-mula

Sejak mulai berdirinya, jemaat Kristen menjunjung pengajaran agama. Seperti diketahui, orang-orang Kristen muda itu mula-mula masih berpaut kepada adat agama Yahudi, tetapi lambat laun mereka mengembangkan perkumpulan-perkumpulannya sendiri. Dalam perkumpulan itu, mereka berdoa, berbicara tentang pengajaran dan perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus Kristus, makan sehidangan dan merayakan Perjamuan Suci. Mereka yakin bahwa sejak turunnya Roh Kudus, jemaat mereka merupakan Israel baru. Yesus Kristus telah menciptakan Israel baru itu dengan Roh-Nya sendiri. Sekarang, mereka berdiri dalam dunia ini dengan keadaan baru dan dengan tugas yang baru pula.

Akibatnya ialah mereka mulai berkhotbah dan mengajar supaya banyak orang lain pula akan percaya pada Yesus sebagai Penebus dan Tuhan. Segala orang yang bertobat dan mau bergabung dengan jemaat Kristen itu, dididik dengan saksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka belajar tentang diri dan pekerjaan Juru Selamat itu, dan lagi tentang panggilan dan tugas seorang Kristen dalam dunia ini. Jemaat-jemaat muda itu mempelajari nubuat-nubuat para nabi dahulu kala mengenai Yesus Kristus, dan mereka asyik membaca surat-surat yang diterimanya dari Rasul Paulus dan lain pemimpin gereja. Mereka menganggap dirinya suatu persekutuan suci, seperti Israel dulu, tetapi dengan mengaku Yesus Kristus selaku Raja, Nabi, dan Imamnya yang satu-satunya.

Kerajinan dan kesetiaan Israel dalam menjalankan pendidikan agama diturutinya pula, hanya perbedaannya ialah sekarang bukan lagi Taurat yang menjadi dasar dan pusat pendidikan itu, melainkan Yesus Kristus. Dengan demikian jemaat purba itu mengajarkan agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, kepada orang tetangganya, di dalam kebaktian dan kumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang suka mendengarkan berita kesukaan yang mereka siarkan.

Dari uraian yang pendek ini, kita dapat segera menarik kesimpulan bahwa agama Kristen itu suatu agama yang sangat mementingkan pendidikan Agama. Agama kita yakin bahwa sekalian penganutnya sekali-kali tidak boleh melupakan perbuatan-perbuatan yang mahabesar, yang telah dlakukan Tuhan Allah bagi mereka dalam Yesus Kristus. Anggota-anggota gereja, baik orang dewasa maupun anak-anak kecil, semuanya wajib mempelajari pekerjaan Tuhan yang telah mendatangkan keselamatan itu. Peristiwa-peistiwa yang agung itu harus diajarkan, diterangkan, dan dipercaya sehingga segala orang yang mengaku Yesus Kristus kehilangan tabiatnya yang lama dan menjadi ciptaan baru dalam Dia. Jikalau demikian, gereja Kristen di dunia ini menjadi suatu terang, yang dapat menunjuk jalan keselamatan kepada banyak orang lain pula.

Sedari zaman Perjanjian Baru, jemaat Kristen sangat mementingkan pendidikan agama. Tugas mengajar itu tentu diserahkan khususnya kepada kaum guru yang telah mempunyai karunia dan latihan istimewa untuk pekerjaan yang mulia itu, tetapi seluruh jemaat tetap mendukung dan mendoakan mereka itu. Mulai dari abad pertama tarikh Masehi pendidikan agama Kristen menyiapkan orang untuk masuk ke dalam persekutuan jemaat Kristus, dan setelah disambut dalam jemaat itu, mereka dididik terus supaya semakin lama semakin berakar dalam pengetahuan dan pengenalan yang mendalam tentang Yesus Kristus, Kepala Gereja.

Diambil dari:
Judul buku : Pendidikan Agama Kristen
Judul artikel : Pendidikan Agama dalam Alkitab
Penulis : Dr. E.G. Homrighausen
Penerbit : BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993
Halaman : 12 - 20
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA