Sekte-Sekte Yahudi dalam Era Perjanjian Baru

Waktu Yesus lahir, orang-orang Yahudi telah terbagi dalam tiga faksi utama: Farisi, Saduki, dan Eseni. Di dalam setiap faksi itu terdapat kelompok-kelompok kecil orang Yahudi yang bersatu dengan landasan ajaran-ajaran seorang rabi tertentu atau kelompoknya. Jadi, selagi membicarakan ketiga faksi besar dalam agama Yahudi Perjanjian Baru itu, kita juga perlu mengingat bahwa dalam kelompok-kelompok kecil itu orang-orang Yahudi memiliki pandangan yang beraneka ragam.

A. Orang-Orang Farisi: Para Ahli Taurat

Orang-orang Farisi muncul dari kalangan kaum Hasidim pada masa Yohanes Hirkanus. Orang-orang Farisi ini adalah ahli-ahli tafsir tradisi mulut ke mulut yang berasal dari para rabi. Pada umumnya, mereka berasal dari kalangan menengah, yakni para tukang dan kaum pedagang (contoh, Paulus adalah pembuat tenda). Mereka mempunyai pengaruh yang sangat besar di antara para petani. Yosefus mengamati bahwa pada saat orang-orang Yahudi harus mengambil suatu keputusan yang sangat penting, mereka lebih bersandar pada pendapat orang-orang Farisi ketimbang pada raja ataupun imam besar (Antiquities, Bk. XII, Psl. x Bgn. 5). Karena rakyat sangat memercayai mereka, orang Farisi diangkat untuk menduduki jabatan jabatan penting dalam pemerintahan, termasuk untuk duduk dalam Sanhedrin (Senat). Menurut perkiraan Yosefus, dalam zaman Tuhan Yesus, di tanah Palestina hanya ada sekitar 6.000 orang Farisi; karena itu mereka sangat memerlukan dukungan rakyat banyak. Kemungkinan, itulah sebabnya mereka sangat gentar melihat kemampuan Yesus mengumpulkan orang banyak di sekitar-Nya.

Para Farisi mengajarkan bahwa orang yang benar akan mengalami kebangkitan sesudah kematian (Kisah Para Rasul 23:8), sedangkan orang durhaka akan menerima hukuman yang kekal. Tidak banyak kelompok Yahudi yang menerima ajaran itu. Sebaliknya, banyak yang mendukung pendapat Yunani dan Persia bahwa setelah mati, jiwa dan tubuh berpisah untuk selama-lamanya.

Kemungkinan faktor itu juga yang menyebabkan banyak orang datang pada Yesus. Yesus adalah seorang tukang kayu miskin, tetapi dia sangat ahli dalam menjelaskan hukum Taurat (Matius 7:28, 29); selain itu, Ia juga mengajarkan tentang kebangkitan dan kehidupan sesudah kematian (Lukas 14:14; Yohanes 11:25). Pengajaran Yesus mengenai adat istiadat manusia (Markus 7:1-9), penghormatan kepada orang tua (Markus 7:10-13), dan soal memelihara Sabat (Matius 12:2432), cocok dengan pengajaran orang-orang Farisi. Yesus juga sering berbicara mengenai malaikat-malaikat, setan-setan, dan berbagai macam roh seperti yang digambarkan dalam mistik Yahudi. Ini menarik minat orang banyak.

B. Orang-Orang Saduki: Para Penjaga Taurat

Setelah wangsa Makabeus berhasil memaksa Siria untuk angkat kaki dari bumi Palestina, orang-orang Yahudi Helenis tidak berani lagi menunjukkan diri mereka. Bagi para sarjana Yahudi, menyokong pemikiran-pemikiran Yunani sudah menjadi tidak aman. Namun, kaum intelektual Yahudi ini tetap menerapkan jalan pemikiran mereka terhadap berbagai masalah pada masa itu dan mereka membentuk suatu sekte Yahudi baru yang dikenal sebagai Saduki.

Dari mana asalnya nama itu tidak lagi diketahui dengan pasti. Banyak ahli bahasa Ibrani yang menganggap kata itu diambil dari kata saddig ("benar"), atau kemungkinan juga berasal dari nama imam Zadok, karena orang-orang Saduki terkait erat dengan keimaman di Bait Allah.

Orang-orang Saduki menolak tradisi para rabi yang diturunkan dari mulut ke mulut itu. Mereka hanya menerima Taurat Musa yang tertulis, dan setiap pengajaran lain yang tidak didasarkan pada firman Tuhan yang tertulis, mereka tolak dengan keras (Yosefus, Antiquities, Bk. XIII, Psl. x, Bgn. 6). Mereka melihat bahwa pengajaran Farisi terlalu banyak mendapat pengaruh dari Persia dan Asyur, dan menganggap orang-orang Farisi sebagai pengkhianat-pengkhianat terhadap tradisi Yahudi. Mereka menolak ajaran orang-orang Farisi mengenai malaikat-malaikat, setan-setan, dan kebangkitan setelah kematian (Matius 22:23-32; Kisah 23:8). Jadi, mereka menentang Yesus ketika dalam hal itu Yesus sependapat dengan para Farisi (Matius 22:31-32).

Orang-orang Saduki mengambil pendapat seorang filsuf Yunani, Epikurus, yang mengatakan bahwa jiwa seseorang ikut mati juga ketika tubuhnya mati (Yosefus, Antiquities, B. XIII, Psl. ii, Bgn. 4). Mereka mengajarkan bahwa tiap orang menentukan nasibnya sendiri.

Orang-orang Saduki gemar berdebat tentang soal-soal teologi dan filsafat-bukti lain dari minat Yunani yang telah menjadi bagian mereka. Ide-ide canggih mereka tidak menarik untuk banyak orang. Karena itu dalam bidang politik, mereka terpaksa bergandengan tangan dengan orang-orang Farisi. Sebetulnya, seandainya tidak terjadi perubahan yang aneh dalam politik Yahudi, pastilah orang-orang Saduki sudah tenggelam sebelum masa Perjanjian Baru.

Orang-orang Farisi menentang keputusan Yohanes Hirkanus untuk menjadi imam besar karena mereka mendengar bahwa dalam masa teror pemerintahan Antiokhus IV, ibu Hirkanus telah diperkosa. Hirkanus membuktikan bahwa cerita itu bohong, tetapi pengadilan Farisi hanya menjatuhkan hukuman beberapa kali pukulan saja bagi si pembuat cerita itu. Hal ini membuat Hirkanus marah besar dan dia memberikan sokongannya kepada orang-orang Saduki.

Anak Hirkanus, Aleksander Yaneus (tahun 104-78 SM), belajar di bawah asuhan para dosen Yunani di Roma. Dia sangat tertarik dengan pemikiran-pemikiran Yunani, dan secara diam-diam menyokong orang-orang Saduki yang intelektual itu. Yosefus mencatat bahwa suatu ketika Yaneus menjadi mabuk pada Hari Raya Pondok Daun, dan menuangkan air persembahan ke kakinya, bukan ke atas mazbah. (Mungkin ini adalah cara Yaneus untuk mengejek orang-orang Farisi, yang menuangkan air ke atas mazbah bila sedang mengharapkan turunnya hujan.) Pemberontakan pun terjadi. Tentara-tentara Yaneus memulihkan keadaan, tetapi mereka baru berhasil setelah jatuh korban sebanyak 6.000 orang (Yosefus, Antiquities, Bk. XIII, Psl. v, Bgn. 13). Orang-orang Farisi mengadakan perang saudara yang sengit dengan Yaneus (tahun 94-88 SM), yang berakhir dengan disalibkannya para pemimpin Farisi bersama 800 pengikut mereka.

Istri Hirkanus, Salome, lebih bertoleransi terhadap orang-orang Farisi ketika dia memegang pemerintahan (tahun 78-69 SM). Namun, orang-orang Farisi maupun Saduki tidak pernah melupakan episode berdarah itu.

C. Orang-Orang Eseni: Para Pemegang Kebenaran Radikal

Orang-orang Eseni juga muncul dari gerakan saleh yang dikenal sebagai Hasidim. Yosefus menginformasikan tentang adanya dua kelompok Eseni (War, Bk. 11, Psl. viii, Bgn. 2), sedangkan Uskup Hippolytus yang hidup pada abad ke-3 mengatakan ada empat kelompok Eseni (lihat karyanya, Refutation of All Heresies). Mungkin saja jumlahnya lebih dari itu.

Nama Eseni berasal dari bahasa Ibrani yang berarti "saleh" atau "suci". Walaupun mereka dinamakan demikian oleh orang-orang Yahudi yang lain, orang-orang Eseni sendiri kemungkinan menolak julukan itu. Mereka tidak memandang diri mereka suci atau saleh; tetapi mereka menganggap diri mereka sebagai para penjaga kebenaran-kebenaran yang misterius, yang akan menguasai kehidupan Israel bila kelak Mesias datang.

Banyak sarjana percaya bahwa naskah-naskah kaum Zadok yang ditemukan di sinagoge di Kairo pada tahun 1896 ditulis oleh salah satu kelompok Eseni. Naskah-naskah tersebut melukiskan pertempuran terakhir antara Baik dan Jahat, yang akan mempersiapkan jalan bagi kedatangan Sang Mesias.

Orang-orang Eseni berencana untuk merahasiakan informasi-informasi seperti itu sampai tiba waktu yang tepat. Kemungkinan mereka melihat diri mereka sebagai maskilim, "orang-orang bijaksana" yang Daniel katakan akan menuntun Israel dalam masa sengsara besar (Daniel 11:33; 12:9-10).

Orang-orang Eseni pada umumnya hidup secara berkelompok jauh di daerah-daerah pedalaman gurun pasir. Sebagian lagi tinggal di suatu pemukiman di Yerusalem dan di sana bahkan ada gerbang yang disebut Gerbang Eseni. Mereka mempraktikkan berbagai upacara yang sangat rumit untuk menyucikan diri mereka, rohani maupun jasmani. Tulisan-tulisan mereka (yaitu Gulungan Naskah Laut Mati yang pada umumnya diakui para ahli sebagai tulisan-tulisan kaum Eseni) menunjukkan bahwa mereka sangat ketat menghindarkan diri agar tidak tercemar oleh masyarakat di sekitar mereka, dengan harapan bahwa Tuhan akan menghargai kesetiaan mereka itu. Mereka menyebut pimpinan mereka sebagai Guru Kebenaran.

Gulungan Naskah Laut Mati tidak mengidentifikasi orang-orang dalam masyarakat Qumran tempat gulungan naskah itu ditulis; tetapi Plinius, sejarawan Romawi, mengatakan bahwa wilayah tersebut adalah markas sekte Eseni. Pada tahun 1947, seorang anak gembala Badui melemparkan sebuah batu ke dalam sebuah gua di Khirbet Qumran (di pantai barat laut Laut Mati) dan mendengar suara tembikar yang pecah. Anak gembala tersebut memasuki gua itu dan menemukan beberapa buah guci berisi naskah-naskah kuno. Para sarjana kemudian mengenali naskah-naskah temuan tersebut sebagai kitab Yesaya, tafsiran kitab Habakuk, dan beberapa dokumen lainnya yang berisi ajaran-ajaran sekte Qumran. Akhirnya, mereka berhasil menemukan sebelas gua, yang di dalamnya terdapat gulungan naskah-naskah kuno. Kecuali kitab Ester, seluruh kitab lainnya dari Perjanjian Lama terdapat di antara naskah-naskah itu, baik secara lengkap ataupun sebagiannya. Sebagian besar dari naskah-naskah itu merupakan salinan-salinan dari zaman wangsa Makabeus. Penemuan itu telah merangsang minat para arkeolog terhadap puing-puing Khirbet Qumran sendiri, tempat mereka menemukan sebuah ruangan besar yang pernah digunakan untuk menyalin berbagai naskah.

Para sarjana masih memperdebatkan apakah benar penghuni Qumran adalah orang-orang Eseni karena beberapa bagian dari tulisan-tulisan mereka ada yang bertentangan dengan ajaran-ajaran yang dikenal sebagai ajaran Eseni. Ada yang percaya bahwa orang- orang Farisi yang melarikan diri dari amukan Yaneus (tahun 88 SM) telah datang dan menetap di Qumran. (Sebuah tafsiran kitab Nahum yang ditemukan di Qumran nampak ada kaitannya dengan cara hidup orang-orang Farisi.) Namun, seandainya masyarakat Qumran hanyalah salah satu pecahan dari orang-orang Eseni, itu akan merupakan penjelasan yang memuaskan tentang adanya penyimpangan-penyimpangan yang kadang-kadang mereka lakukan terhadap ajaran-ajaran Eseni yang utama.

D. Orang-Orang Zelot

Serbuan Pompeius ke tanah Palestina pada tahun 63 SM memupuskan harapan orang-orang Yahudi untuk membangun kembali suatu pemerintahan sendiri. Namun, ada kelompok-kelompok yang tetap bersikeras bahwa orang-orang Yahudi harus berhasil mengusir para penyerbu dari Romawi itu. Orang-Orang "Zelot" ini berupaya membangkitkan pemberontakan di antara orang-orang Yahudi.

Pemimpin Zelot yang paling dikenal adalah Yudas orang Galilea (Kisah 5:37). Ketika Agustus memerintahkan untuk mengenakan pajak kepada "semua orang di seluruh dunia" (Lukas 2:2), Yudas memimpin suatu pemberontakan yang membawa malapetaka melawan pasukan Romawi. Yosefus berkata bahwa pemberontakan ini adalah awal dari konflik-konflik Yahudi dengan Kerajaan Romawi yang berakhir dengan penghancuran Bait Allah pada tahun 70 (Antiquities, Bk. VIII, Psl. VIII).

Yudas dan pengikut-pengikutnya membenci setiap kekuatan asing yang menguasai pemerintahan di negeri mereka. Kemungkinan jalan pikiran mereka yang mendorong seorang Farisi untuk bertanya kepada Yesus, "Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" (Markus 12:14).

Pada masa Feliks menjadi prokurator atas Yudea (tahun 52-60), orang-orang Zelot membentuk suatu kelompok radikal yang terkenal dengan nama Sicarii ("manusia belati"). Pada waktu diadakan upacara-upacara perayaan, para Sicarii disebarkan ke tengah massa. Di sana, mereka membunuh para simpatisan Roma dengan belati yang diselipkan di balik baju mereka. Dalam masa perang dengan Roma (tahun 66-70), para Sicarii menyelamatkan diri ke benteng tua Yahudi di Masada, dan membuat benteng itu sebagai markas besar mereka. Dua tahun setelah jatuhnya Yerusalem, satu legiun Romawi mengadakan gempuran ke Masada. Daripada mati di tangan orang bukan Yahudi, para Sicarii memilih untuk bunuh diri beserta keluarga mereka -- 960 orang tewas dalam peristiwa itu.

E. Orang-Orang Herodian

Sebuah sekte Yahudi lagi yang muncul dalam era Romawi, yaitu sekte yang dikenal dengan nama Herodian. Sekte ini adalah suatu partai politik yang beranggotakan orang-orang Yahudi dari berbagai macam sekte keagamaan. Mereka mendukung dinasti Herodes Agung; sebetulnya mereka tampaknya lebih suka otonomi penuh penindasan oleh Herodes daripada pengawasan asing penguasa Romawi. Orang-orang Herodian ini tiga kali disebut dalam Perjanjian Baru (Matius 22:16; Markus 3:6; 12:13), tetapi tidak ada satu pun dari ayat-ayat itu yang memberi kita gambaran yang jelas mengenai kepercayaan mereka.

Beberapa sarjana percaya bahwa orang-orang Herodian mengira Herodes adalah Mesias. Namun, pandangan tersebut tidak didukung oleh bukti yang kuat.

F. Orang-orang Samaria

Orang-orang Samaria adalah hasil perkawinan campuran antara orang-orang Yahudi yang tetap tinggal di tanah Palestina dengan orang-orang Asyur yang menaklukkan Israel dan menduduki Tanah Perjanjian itu. Jadi, keberadaan mereka merupakan suatu pelanggaran terhadap Taurat Allah. Mereka beribadah kepada Allah di Bukit Gerizim, di lokasi tempat mereka mempersembahkan binatang kurban dan mendirikan tempat ibadah mereka sendiri. Orang-orang Samaria dipandang rendah oleh orang-orang Yahudi yang kembali dari pembuangan. Mereka disebut sebagai "orang bodoh yang tinggal di Sikhem" (Eklesiastikus 50:25-26). Pada tahun 128 SM, Yohanes Hirkanus menghancurkan tempat ibadah di Bukit Gerizim itu. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi dan orang-orang Samaria putus hubungan sama sekali (band. Yohanes 4:9).

Dalam hal-hal tertentu, Yesus juga mengambil jarak dengan orang-orang Samaria. Dia menyuruh murid-murid-Nya agar tidak menyimpang ke tempat orang-orang bukan Yahudi dan ke kota-kota orang Samaria (Matius 10:5-7). Dia juga mencela kebiasaan orang-orang Samaria yang menyembah hanya di Bukit Gerizim (Yohanes 4:19-24). Meskipun demikian Yesus mau berkunjung ke sebuah desa di Samaria (Lukas 9:52), dan berbicara dengan seorang perempuan Samaria (Yohanes 4:742). Bahkan perumpamaan-Nya tentang Orang Samaria yang Murah Hati menunjukkan bahwa dalam pandangan-Nya, orang Samaria bisa jadi lebih setia terhadap Taurat daripada orang Yahudi (Lukas 10:25-37). Ketika Yesus menyembuhkan 10 orang kusta, hanya si pria Samaria yang datang mengucapkan terima kasih kepada-Nya (Lukas 17:11-19). Dan ketika Yesus mengamanatkan murid-murid-Nya untuk melaksanakan misi pemberitaan Injil, Dia secara khusus mengutus mereka untuk pergi juga ke Samaria (Kisah Para Rasul 1:8).

G. Para Pengikut Yohanes Pembaptis

Yohanes Pembaptis, dilahirkan dari pasangan suami-istri lanjut usia keturunan keluarga Imam Harun. Sebagian sarjana beranggapan bahwa setelah orang tuanya meninggal, Yohanes Pembaptis pergi ke padang gurun dan hidup di antara orang-orang Eseni (band. Lukas 1:80). Namun, lebih besar kemungkinannya bahwa orang tuanya yang telah membawa dia ke padang gurun untuk menghindari pembantaian bayi-bayi yang dilakukan oleh Herodes (Matius 2:16). Bagaimanapun juga, orang-orang Eseni tentu sudah memengaruhi keluarga Yohanes Pembaptis.

Yohanes Pembaptis menyatakan bahwa Mesias segera akan muncul di Israel, dan dia menyerukan agar orang Israel mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Sang Penebus itu. Ini menarik perhatian masyarakat umum yang kemudian datang kepada Yohanes untuk dibaptis. Namun, Herodes khawatir kalau-kalau kegiatan Yohanes ini memberi inspirasi kepada masyarakat untuk mengadakan pemberontakan (Yosefus, Antiquities, Bk. XVIII, Psl. v, Bgn. 2).

Pengajaran Yohanes sendiri rupanya bersifat revolusioner. Dia menganjurkan murid-muridnya untuk saling berbagi pakaian dan makanan (Lukas 3:11). Dia mengutuk perkawinan Herodes dengan iparnya karena suami sang ipar, yaitu saudara laki-laki Herodes sendiri, masih hidup. Dia tidak gentar menentang keadaan politik Israel yang status quo. Akhirnya, Yohanes dipancung atas perintah Herodes Antipas.

Banyak dari pengikut Yohanes yang beranggapan bahwa Yohanes adalah Sang Mesias itu sendiri. Walaupun mereka pada hakikatnya tidak membentuk suatu sekte tersendiri. Pada masa Yesus, gerakan mereka merupakan gerakan keagamaan yang penting. Sekarang ini di Timur Dekat, ada suatu kelompok kecil yang dikenal sebagai orang-orang Mandea, yang menyatakan diri mereka sebagai keturunan dari pengikut-pengikut Yohanes Pembaptis.

Diambil dari:
Judul buku : Dunia Perjanjian Baru
Judul artikel : Sekte-Sekte Yahudi dalam Era Perjanjian Baru
Pengarang : J.I Packer, Merrill C.Tenney, William White, Jr
Penerbit : Gandum Mas, Malang, 1993
Halaman : 104 - 117
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA