AUA-I Referensi 06a

Pelajaran 06 | Pertanyaan 06 | Referensi 06b

Nama Kursus : APOLOGETIKA UNTUK AWAM I (AUA I)
Nama Pelajaran : Filsafat Non-Kristen dan Kristen
Kode Pelajaran : AUA I-R06a

Referensi AUA I-R06a diambil dari:

Judul buku : Iman, Rasio dan Kebenaran
Judul artikel : Keterbatasan Rasio
Pengarang : Stephen Tong
Penerbit : Institut Reformed, Jakarta, 1996
Halaman : 37 -- 49

KETERBATASAN RASIO

  1. Natur Rasio

  2. Apakah rasio mempunyai keterbatasan? Untuk ini manusia harus menyadari naturnya yang: dicipta, terbatas dan tercemar, 'created, limited and polluted'. Demikianlah kondisi dari rasio manusia. Rasio manusia tidak datang sendiri. Rasio itu dicipta oleh Allah. Rasio manusia juga terbatas di dalam fungsinya, seturut dengan keterbatasan manusia itu sendiri, sebagai ciptaan Allah. Dan karena manusia telah jatuh ke dalam dosa, maka seluruh manusia rasionya juga telah tercemar.

    Jika seseorang mengerti dan menyadari natur rasio seperti ini, maka bagaimanapun orang itu memperkembangkan rasionya semaksimal mungkin, ia tetap harus mengakui bahwa ia tetap hanyalah manusia yang terbatas. Ia juga akan mengerti dan menyadari bahwa pencemaran dosa juga sudah melingkupi aspek rasio juga. Manusia tidak mungkin dapat membuktikan keberadaan dan diri Allah secara tepat. Manusia hanya dapat menerima Allah yang mewahyukan diri di dalam alam.

    Pencemaran dan kuasa dosa telah melanda sampai ke semua aspek manusia, baik sifat rasio, sifat hukum, sifat moral, juga sifat kekal dan keberadaan manusia. Tidak ada satu aspek pun yang tidak tercemar oleh dosa.

    Bukankah para ilmuwan bukan Kristen dapat menemukan penemuan- penemuan ilmiah yang begitu baik dan cukup akurat, bahkan banyak ilmuwan Kristen yang lebih bodoh daripada mereka? Bukankah ini suatu bukti dan fakta bahwa orang bukan Kristen fungsi rasionya dapat lebih baik? Oleh karena itu, celakalah para pelajar Kristen yang tidak mau belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik. Apakah ini berarti rasio orang bukan Kristen tidak tercemar, atau mungkin juga rasio orang Kristen masih tercemar sehingga tidak berfungsi dengan baik?

    Jikalau ilmuwan-ilmuwan bukan Kristen dapat menemukan penemuan- penemuan ilmiah, yang adalah ciptaan Allah, dengan sangat akurat, karena rasio mereka berfungsi begitu jemih dan begitu baik, mengapa semua itu tidak menjadikan mereka kembali mempermuliakan Allah, yang adalah Sumber serta asal dari semua ilmu pengetahuan? Hal ini disebabkan karena mereka bisa mengerti wahyu umum dan semua yang ajaib di dalam ciptaan ini tanpa bisa mengasosiasikan dengan Kebenaran sebagai sumber dari semua pengetahuan ini, akhirnya mereka tidak sanggup mengembalikan kemuliaan kepada Pencipta, dan mereka kemudian mempermuliakan diri sendiri.

  3. Lingkup Rasio

  4. Kita kini herlu memikirkan apa yang dipikirkan atau dikerjakan oleh rasio. Hal ini meliputi kategori-kategori penjelajahan fungsi rasio. Salah satu tujuannya, manusia diciptakan untuk berpikir. Oleh karena itu, kini kita mempersempit salah satu tujuan penciptaan ini, yaitu hanya di wilayah rasio.

    Hampir tidak ada manusia yang tidak berpikir. Memang ada manusia yang tidak suka berpikir. Tetapi untuk dapat tidak berpikir, manusia harus berpikir bagaimana caranya menghindar dari tugas berpikir. Ketika manusia berpikir, pikiran rasio manusia paling sedikit dapat dibagi menjadi tiga kategori atau bidang pikiran yang besar, yaitu: (1) memikirkan hal - hal di bawah diri manusia, (2) memikirkan hal- hal di dalam diri manusia, dan (3) memikirkan hal- hal yang lebih jauh, lebih besar dan lebih tinggi daripada diri manusia.

    Manusia memikirkan hal-hal yang berada di bawah diri manusia, di dalam diri manusia dan di atas diri manusia. Hal-hal yang berada di bawah diri manusia adalah alam semesta ini, yang di dalam diri manusia, adalah manusia itu sendiri, dan yang di atas diri manusia adalah Allah. Allah - manusia - alam merupakan urutan dari atas ke bawah di dalam kategori pengetahuan manusia. Urutan ini tidak boleh dibalikkan. Mengenal Allah adalah pengenalan sistem terbuka, mengenal alam adalah sistem tertutup. Itu alasan di dalam Kolose 3, Paulus berkata tentang bagaimana mempergunakan rasio dengan baik: "Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi." Jangan pikirkan hal-hal yang di dunia saja, tetapi pikirkan juga hal-hal surgawi.

    1. Lingkup Rasio dan Alam

    2. Pada saat seseorang berpikir ke bawah, ia mempergunjingkan masalah alam. Mungkin ia memikirkan bagaimana bunga bertumbuh. Kemudian menyelidiki jenis bunga itu, menganalisis dan mengkategorikannya. Maka ia menemukan suatu pelajaran yang berkaitan tentang tumbuh-tumbuhan. Jika menyelidiki kucing, harimau, gajah dll., maka saya menemukan satu bidang studi yang disebut sebagai Zoologi. Jika says menyelidiki lapisan-lapisan bumi, sifat-sifat tanah dsb., maka saya akan mengkategorikannya sebagai Geologi. Demikian juga proses-proses kimia dikategorikan di dalam Ilmu Kimia, dalil atau rumus-rumus alam diselidiki di dalam Ilmu Fisika, cara-cara perhitungan di dalam Matematika, dsb. Sistem-sistem pelajaran ini di dalam bahasa Yunani di akhiri dengan akhiran "logi" karena di setiap "logi" ini dituntut pertanggungjawaban rasionil yang disebut sebagai logika. Logika dipakai oleh logikos (manusia) dalam usaha untuk mengerti Logos. Logos adalah kuasa universal yang mengatur segala sesuatu dan merupakan esensi dasar segala sesuatu.

      Semua usaha untuk menyelidiki segala sesuatu yang ada di bawah manusia disebut sebagai 'Sains science' atau ilmu pengetahuan. Istilah science berasal dari bahasa Latin: 'scio' yang berarti "Saya tahu". Apakah yang diketahui? Ketika seseorang mempelajari ilmu fisika, maka ia mengetahui fisika. Pengetahuan yang says ketahui tentang fisika, disebut sebagai ilmu fisika. Tetapi harap kita camkan, bahwa sebelum para ilmuwan menyelidiki ilmu apapun di dalam alam semesta ini, ia harus terlebih dahulu mempunyai satu set pra-anggapan yang didasarkan pada iman bahwa ia bisa tahu! Karena saya percaya saya bisa tabu, maka saya berusaha untuk mengetahui. Kemudian saya mulai menyelidiki dan pada akhirnya saya betul-betul tahu. Semua ini merupakan proses, mulai dari iman sampai pada pengetahuan.

      Tidak ada satu penemuan apapun di dalam bidang ilmu yang tidak didasarkan pada pra-anggapan yang bersifat imaniah. Iman lebih penting dari pada rasio. Ketika seseorang menyelidiki sesuatu, ia yakin dan memiliki kepercayaan bahwa ia dapat mengetahui, sehingga dengan dorongan itu ia mulai menyelidiki. Semua penelitian dan pengujian ilmiah didasarkan pada suatu keyakinan yaitu iman. Maka, iman mendahului pengetahuan. Oleh karena itu, anggapan bahwa jika rasio bekerja maka iman tidak diperlukan, atau jika rasio yang menggarap sesuatu maka iman boleh dibunuh adalah tidak benar. Anggapan seperti ini sama sekali tidak benar, bahkan di dalam bidang ilmiah sekalipun.

      Setiap orang yang melakukan studi, baik menggunakan metode induksi, deduksi atau metode lainnya, tanpa disadari ia telah jatuh kepada hakikat yang paling dasar, yaitu iman. Di dalam menyelidiki, seseorang menginginkan bukti. Tetapi sebelum bukti itu muncul, ia telah memulai dengan suatu pra-anggapan yang bersifat iman.

      Alangkah naifnya orang yang mengatakan, "orang Kristen bodoh, semua harus pakai iman baru mendapatkan bukti. Kalau saya tidak punya bukti, saya pasti tidak mau beriman, karena saya orang rasionil." Kalimat itu omong kosong. "Buktikan baru saya percaya" merupakan kalimat yang sering kita dengar. Padahal kalimat itupun merupakan iman kepercayaan. Kalau terbukti baru dapat dipercaya adalah hal yang belum pernah dibuktikan, sehingga untuk meyakinkan perlunya bukti untuk dapat mempercayai sesuatu; itu merupakan iman.

    3. Lingkup Rasio dan Manusia

    4. Setelah jemu memikirkan hal-hal di bawah diri manusia, maka manusia biasanya mulai memikirkan di dalam dirinya sendiri. Mulai memikirkan bagaimana tubuh dapat bertumbuh dan menampilkan bermacam-macam postur yang berbeda. Di dalam tori ballet, gerakan tubuh mengungkapkan perasaan hati seseorang dan dapat menyentuh mereka yang melihatnya. Kemudian mulai memikirkan mengapa manusia makan nasi, tetapi tumbuh rambut, tumbuh alis, tumbuh kuku. Anehnya, rambut di kepala semakin lama semakin panjang, tetapi alis tidak. Apa jadinya jika terbalik? Lebih jauh Iagi, manusia mulai memikirkan bagaimana pikirannya dapat berpikir. Saya sedang memikirkan pikiran. Jadi saya sedang menggunakan pikiran untuk berpikir bagaimana pikiran saya itu berpikir. Maka yang berpikir adalah pikiran, sedangkan yang dipikirkan juga pikiran. Maka sampai pads tahap ini, tanpa disadari rasio sedang menghadapi jalan buntu, karena subyek dan obyek kini menjadi satu.

      Ketika manusia menggunakan pikiran untuk mengetahui bagaimana pikiran itu berpikir, maka ia sedang masuk ke dalam siklus-diri- sendiri "self-eyclus". Siklus seperti ini tidak akan pernah berakhir. Dalam hal ini kita membuktikan bahwa rasio mempunyai keterbatasan.

      Pada waktu seseorang memakai pikiran untuk memikirkan bagaimana pikiran itu berpikir, maka ia paling banyak hanya dapat menemukan syaraf-syaraf otak yang mana yang dipergunakan untuk berpikir. Tetapi kita tidak pernah akan mengerti bagaimana sel-sel itu memikirkan apa yang kita pikir. Tidak ada satu manusia pun yang dapat sampai pada pengertian terakhir itu, kecuali Pencipta pikiran itu sendiri. Seorang sastrawan Amerika Serikat, Ralph Waldo Emerson (1803-1882), mengatakan: "Ironic terbesar bagi mata adalah ia dapat melihat segala sesuatu, tetapi ia tidak dapat melihat diri sendiri." Bahkan mata kanan tidak dapat melihat mata kiri. Demikian pula ketika pikiran mau memikirkan segala sesuatu, ia sendiri mengalami kesulitan untuk memikirkan diri sendiri. Sebabnya adalah karena adanya limitasi. Rasio telah mengalami jalan buntu, tetapi ia tidak mau mengakuinya, bahkan ia mau melompat lebih jauh lagi.

    5. Lingkup Rasio dan Allah

    6. Rasio bukan hanya mau memikirkan hal-hal di dalam diri manusia atau rasio itu saja, bahkan manusia mau memikirkan hal-hal di atas diri manusia dan iasio itu sendiri. Ia mau memikirkan tentang Allah.

      Manusia, dengan rasio yang dicipta, mau mengerti, mau menganalisis Allah pencipta rasio. Usaha ini merupakan suatu lelucon yang terlampau besar, merupakan keberanian yang terlampau nekad. Usaha ini adalah usaha yang mustahil. Tidak mungkin rasio memikirkan Allah yang mencipta rasio itu sendiri. Tetapi manusia yang bodoh tidak mengerti dan menganggap dapat mengerti Allah dengan rasio.

      Saya tidak ingin mematahkan pengharapan manusia untuk mengerti Allah, tetapi manusia tidak mungkin mengerti Allah melalui rasio yang Allah cipta. Manusia hanya dapat mengerti Allah melalui inisiatif pewahyuan Allah kepada manusia.

      Allah telah mewahyukan diri kepada manusia dan Allah telah menyatakan diri kepada rasio manusia, sehingga rasio manusia yang terbatas dicerahkan oleh cahaya wahyu dan kebenaran itu, sehingga ia dapat kembali kepada kebenaran.

  5. Kesimpulan

  6. Ketika saya memikirkan hal-hal di bawah saya, maka saya menjadi subyek dan alam yang di bawah menjadi obyek. Allah memang memberikan hak kepada manusia untuk boleh mengerti alam yang berada di bawahnya. Manusia memang dicipta lebih tinggi daripada alam. Itulah alasannya sehingga semua penemuan ilmiah adalah hal yang sewajarnya. Tidak ada hal yang dapat dimegahkan. Semua itu adalah usaha yang wajar saja. Dalam hal itu, manusia hanya mempergunakan rasio yang dicipta oleh Allah untuk menemukan kebenaran-kebenaran dan dalil-dalil yang disimpan oleh Allah di dalam alam. Ilmu adalah hal yang wajar dan merupakan hak bagi manusia yang berasio, karena manusia adalah peta dan teladan Allah. Sampai tahap ini, manusia mutlak dapat mengetahui ilmu di dalam alam.

    Pengetahuan akan ilmu adalah pengetahuan yang rendah sifatnya, karena ilmu hanya merupakan sistem-sistem pengetahuan yang diungkapkan melalui rasio manusia yang merupakan anugerah Allah, untuk menemukan dalil-dalil ciptaan yang memang disembunyikan di dalam alam. Ini adalah kebenaran yang paling rendah. Pengetahuan alam merupakan tingkat yang paling rendah diantara tingkatan- tingkatan pengetahuan, karena tahap ini hanya menemukan sesuatu yang telah disimpan oleh Allah di dalam alam. Ilmuwan-ilmuwan tidak boleh sombong setelah menemukan keajaiban ciptaan. Mereka hanya boleh mempermuliakan Allah karena mereka boleh menemukan dalil- dalil yang tersembunyi itu. Penemuan ilmu hanyalah penemuan ciptaan di dalam alam, sehingga penemuan ilmu jauh berada di bawah teologi.

    Istilah "menemukan" perlu ditegaskan, yaitu sebelum ditemukan, dalil itu sebenarnya telah ada. Sebelum Albert Einstein (1879- 1955) menemukan hukum relativitasnya, hukum itu sudah ada dan sudah berlaku di dalam alam. Setelah Einstein menemukan hukum ini, maka manusia baru mengetahui bahwa hukum ini dapat dipakai untuk meledakkan uranium menjadi tenaga yang besar sekali. Namun, bagaimanapun juga dalil ini telah ada di dalam alam, sehingga penemunya tidak berhak menjadi sombong di hadapan Tuhan Allah. Oleh karena itu, biarlah setiap ilmuwan mengembalikan kemuliaan kepada Allah.

Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA