DAL - Pelajaran 02

Nama Kelas : Doktrin Alkitab Lanjutan
Nama Pelajaran : Kanonisasi Alkitab
Kode Pelajaran : DAL-P02

Pelajaran 02 -- Kanonisasi Alkitab

Daftar Isi

  1. Pengertian "Kanon"
    1. Arti Etimologis
    2. Arti Teologi
      1. Kitab-Kitab yang Memenuhi Standar Kanonik Gereja
      2. Kitab-Kitab yang Diterima sebagai Firman Tuhan yang Tertulis
    3. Mengapa Kanonisasi Alkitab Penting?
      1. Menetapkan Otoritas Firman Tuhan
      2. Menjamin Keaslian dan Kemurnian Ajaran
  2. Proses Terbentuknya Kanon Alkitab
    1. Pertimbangan atau Kriteria Kanonik
      1. Kejelasan Otoritas Allah
      2. Hubungan dengan Nabi atau Rasul
      3. Kesesuaian Kebenaran
      4. Diterima secara Luas oleh Umat Allah
    2. Pertimbangan yang Salah dalam Penerimaan Kanon
      1. Bukan karena Gereja yang “Menentukan” Kanon
      2. Bukan karena Kitab Itu Populer, Menarik, atau Mudah Dipahami
      3. Bukan karena Nilai Moral yang Tinggi Semata
  3. Sejarah Kanonisasi Alkitab
    1. Kanon Perjanjian Lama
    2. Kanon Perjanjian Baru
      1. Krisis Otoritas
      2. Krisis Pengajaran
      3. Dorongan Misi
      4. Tekanan Penganiayaan

Doa

Pelajaran 02: Kanonisasi Alkitab

Umat Allah pada awal gereja mula-mula menghadapi tantangan dengan banyaknya tulisan rohani dan harus menetapkan tulisan mana yang berotoritas dari Allah dan mana yang bukan. Inilah pertanyaan yang akan dijawab dalam doktrin Kanonisasi Alkitab. Mari kita menelusuri bagaimana umat Allah mengenali, menerima, dan menetapkan kitab-kitab yang diinspirasikan sebagai firman Tuhan yang tertulis, yaitu Alkitab.

  1. Pengertian "Kanon"
  2. Mari memahami arti kata “kanon” secara etimologis dan teologis untuk menjadi dasar kita mengenal Kanonisasi Alkitab.

    1. Arti Etimologis
    2. Kata "kanon" berasal dari kata Yunani "kanon", artinya "tangkai lurus" yang digunakan sebagai pengukur. Dalam bahasa Ibrani, "kanon" merupakan kata jadian dari "kaneh" (buluh). Dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman PL, buluh dipakai sebagai alat untuk mengukur. Jadi, "kanon" bisa dijelaskan sebagai batang tongkat/kayu pengukur atau penggaris atau tombak pengukur (Yeh. 40:3; 42:16).

      Dari makna literal ini, muncul arti teologis yang berarti "standar", "kaidah", "patokan" atau "norma".

    3. Arti Teologis
    4. Dalam konteks Alkitab, istilah "kanon" mengacu pada standar atau ukuran yang digunakan untuk menilai apakah suatu tulisan dapat diakui sebagai tulisan yang diinspirasikan oleh Allah. Pada pertengahan abad ke-4 (dimulai oleh Athanasius), kata "kanon" dipakai untuk menunjuk pada Alkitab dan memiliki dua arti, yaitu:

      1. Kitab-Kitab yang Memenuhi Standar Kanonik Gereja
      2. Daftar naskah 66 kitab yang telah memenuhi standar peraturan-peraturan yang diterima oleh gereja sebagai kitab-kitab kanonik yang diakui sebagai diinspirasikan oleh Allah.

      3. Kitab-Kitab yang Diterima sebagai Firman Tuhan yang Tertulis
      4. Kumpulan 66 kitab yang diterima sebagai firman Tuhan yang tertulis, yang kemudian disebut sebagai Alkitab, memiliki otoritas mutlak untuk menjadi fondasi, batas, dan patok kebenaran bagi iman dan kehidupan orang percaya (2Kor. 10:13-16; Gal. 6:16).

        “Semua Kitab Suci dinapasi oleh Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik dalam kebenaran.” (2Tim. 3:16)

      Jadi, secara teologis, kitab-kitab kanon merujuk pada Alkitab, yaitu kumpulan kitab yang telah diuji, dikenali, dan diterima oleh umat Allah sebagai kitab-kitab yang memiliki otoritas ilahi karena diinspirasikan oleh Allah.

    5. Mengapa Kanonisasi Alkitab Penting?
    6. Kanonisasi adalah proses penetapan kitab-kitab mana saja yang berotoritas dan diakui sebagai firman Tuhan dalam Alkitab. Mengapa kanonisasi penting?

      1. Menetapkan Otoritas Firman Tuhan
      2. Tanpa proses kanonisasi, umat Kristen tidak akan tahu kitab mana yang sungguh berasal dari Allah. Kanon menjadi filter untuk memilah tulisan yang sah (diinspirasikan oleh Allah) dari yang bukan atau meragukan. Tanpa kanon, setiap ajaran bisa mengklaim berasal “dari Tuhan”, dan umat akan tersesat karena tidak ada standar yang baku.

      3. Menjamin Keaslian dan Kemurnian Ajaran
      4. Proses kanon membantu Gereja Mula-mula menjaga kemurnian ajaran dari pengaruh ajaran sesat pada masa itu.

  3. Proses Terbentuknya Kanon Alkitab
  4. Alkitab sendiri dengan tegas menolak pandangan bahwa Alkitab turun atau jatuh dari surga (Luk. 1:1-4). Lalu, bagaimana dan kapan kanon Alkitab itu terjadi? Tidak pernah ada satu peristiwa tertentu yang menandai dimulainya kanon Alkitab. Juga, tidak ada sejarah khusus yang menentukan kapan kanon Alkitab itu ditetapkan (disahkan). Akan tetapi, secara iman, umat Allah mengakui bahwa Tuhan sendirilah yang menentukannya, bukan manusia. Pengesahan terhadap Alkitab datang dari Allah dan dari Alkitab sendiri. Manusia hanya dapat menerimanya dan mengakuinya, dan menetapkannya.

    Jemaat Gereja Mula-mula sudah membaca kitab-kitab PL dalam kebaktian-kebaktian dan menerima otoritasnya. Dengan campur tangan Roh Kudus, jemaat juga menambahkan kitab-kitab dan surat-surat para rasul yang diinspirasikan oleh Allah. Sampai akhirnya, pada tahun 367 M, Uskup Aleksandria, Athanasius, memberikan daftar 66 kitab yang merupakan kanon yang sampai sekarang ditetapkan sebagai Alkitab.

    1. Pertimbangan atau Kriteria Kanonik
    2. Apa yang membedakan Alkitab dari tulisan rohani lainnya? Sejak awal, umat Allah menggunakan beberapa kriteria untuk mengenali tulisan yang diinspirasikan oleh Allah.

      1. Kejelasan Otoritas Allah
      2. Apakah kitab ini menyatakan bahwa ia berbicara atas nama Tuhan?

      3. Hubungan dengan Nabi atau Rasul
      4. Apakah kitab ini ditulis oleh seorang nabi (PL) atau rasul/saksi mata (PB)?

      5. Kesesuaian Kebenaran
      6. Apakah ajarannya selaras dengan Penyataan Allah yang telah diberikan sebelumnya?

      7. Diterima secara Luas oleh Umat Allah
      8. Apakah jemaat Allah/gereja secara umum menerima kitab ini sebagai firman Tuhan?

      "Kami juga semakin diyakinkan oleh perkataan nubuat ...." (2Ptr. 1:19)

    3. Pertimbangan yang Salah dalam Penerimaan Kanon
    4. Ada banyak kitab kuno, tetapi tidak semuanya diterima sebagai kitab kanon. Pertimbangan yang salah adalah:

      1. Bukan karena usia kitabnya.
      2. Bukan karena ditulis dalam bahasa Ibrani.
      3. Bukan karena setuju dengan Taurat.
      4. Bukan karena memiliki nilai moral yang tinggi.

    Peristiwa kanonisasi Alkitab oleh Konsili di Kartago pada 367 M harus dipahami sebagai penerimaan iman oleh gereja bahwa Alkitab kanonik itu diinspirasikan oleh Allah serta diterima sebagai standar iman dan kehidupan. Tangan Tuhanlah yang telah memimpin orang-orang percaya itu untuk mengumpulkan kitab-kitab kanonik hingga disusun menjadi Alkitab.

  5. Sejarah Kanonisasi Alkitab
  6. Salah satu cara terbaik untuk memahami keabsahan dan otoritas Alkitab adalah dengan mempelajari sejarah terbentuknya kanon, baik PL maupun PB. Proses kanonisasi tidak terjadi secara instan, melainkan melalui perjalanan panjang dalam sejarah umat Allah, ketika tulisan-tulisan tertentu diakui sebagai firman Tuhan karena otoritas, keakuratan, dan dampaknya dalam kehidupan iman.

    1. Kanon Perjanjian Lama (PL)
    2. Kanon PL tidak mengalami banyak kesulitan untuk diterima karena pada waktu kitab-kitab PL itu ditulis, saat itu juga langsung diterima sebagai kitab-kitab yang diinspirasikan oleh Allah sehingga otoritasnya diakui. Kitab-kitab (yang berupa gulungan-gulungan) itu disimpan bersama-sama dengan Tabut Perjanjian, yaitu di Kemah Tabernakel dan kemudian di Bait Allah. Para imam memelihara kitab-kitab itu dan juga membuat salinan-salinannya apabila diperlukan (Ul. 17:18; 31:9, 24-26; 1Sam. 10:25; 2Raj. 22:8; 2Taw. 34:14).

      Pada waktu bangsa Yahudi dibuang ke Babel dan Yerusalem dihancurkan pada tahun 587 SM, kitab-kitab itu juga dibawa ke tanah pembuangan (Dan. 9:2). Pusat ibadah mereka saat itu bukan lagi pada Bait Allah di Yerusalem, melainkan pada kitab-kitab itu. Setelah pembangunan kembali Bait Allah, kitab-kitab itu dipelihara dan dipindahkan ke sana (Ezr. 7:6; Neh. 8:1; Yer. 27:21-22).

      Penyusunan seluruh kitab PL selesai pada 430 SM. Iman Ezra memainkan peranan penting dalam proses pengumpulan dan penyusunan kitab-kitab PL ini. Selain kitab-kitab Pentateukh (Kejadian–Ulangan) yang sangat dihargai, kitab-kitab para nabi juga biasa dibaca dalam ibadah orang Yahudi di rumah-rumah ibadah pada zaman PB (Luk. 4:16-19).

      Pada tahun 90 M, para ahli Taurat dan pemimpin bangsa Yahudi mengadakan persidangan di Yamnia. Salah satu keputusan yang diambil dalam persidangan tersebut adalah penerimaan kanon PL, yaitu 39 kitab sebagai kanon Alkitab seperti yang kita pakai saat ini. Jadi, penetapan itu sebenarnya hanya merupakan pengakuan terhadap kitab-kitab yang memang sudah lama dipakai dalam ibadah orang Yahudi.

      - Sudah mulai terbentuk sejak zaman Ezra dan Nehemia (Neh. 8:1-8).
      - Tiga bagian utama: Taurat, Nabi-nabi, Tulisan (Luk. 24:44).
      - Disahkan secara luas oleh komunitas Yahudi sebelum zaman Yesus.

      Kitab-kitab PL ditulis selama sekitar 1.000 tahun, dan sejak awal umat Israel menghormati tulisan para nabi sebagai firman Allah (bdk. Yer. 36:1-4). Kitab-kitab PL diterima dalam tiga bagian utama: Taurat, Nabi-nabi, dan Tulisan-tulisan (lihat Luk. 24:44).

      Proses pengumpulan ini selesai sekitar abad ke-5 SM, setelah masa Ezra dan Nehemia, dan telah diakui dalam bentuk tetap sebelum masa Yesus. Dalam pelayanan-Nya, Yesus sendiri mengutip berbagai bagian PL sebagai firman Tuhan yang sah (Mat. 5:17-18; Luk. 24:27).

    3. Kanon Perjanjian Baru
    4. Penganonan Perjanjian Baru (PB) mengalami lebih banyak pergumulan dibandingkan dengan PL. Masalah penganonan PB, baru dianggap selesai pada pertengahan abad ke-4 M. Kanon PB diawali oleh keadaan dan kebutuhan mendesak yang harus segera ditangani oleh gereja-gereja saat itu, antara lain:

      1. Krisis Otoritas
      2. Dibutuhkannya suatu pedoman iman dan kehidupan yang diakui berotoritas, apalagi setelah Tuhan Yesus dan para rasul sudah tidak ada lagi di antara mereka.

      3. Krisis Pengajaran
      4. Adanya pengajaran sesat yang mulai menyusup ke dalam gereja-gereja sehingga diperlukan adanya satu sumber yang dapat menjadi standar pengajaran yang benar.

      5. Dorongan Misi
      6. Penyebaran pengajaran Injil Yesus Kristus semakin berkembang ke daerah-daerah lain sehingga diperlukan adanya kesepakatan terhadap kitab-kitab standar yang harus diterjemahkan.

      7. Tekanan Penganiayaan
      8. Semakin kuatnya penganiayaan yang dilancarkan terhadap orang-orang Kristen baru mendorong gereja untuk mempertahankan standard pengajaran demi kemurnian iman dan pengajaran yang sehat.

      Setelah kenaikan Tuhan Yesus Kristus ke surga, pengajaran Injil diteruskan oleh para rasul dengan penuh otoritas karena merekalah saksi mata mengenai keselamatan yang diajarkan Yesus. Tulisan-tulisan tentang pengajaran iman Kristen oleh para rasul (antara tahun 50–100 M) sangat dibutuhkan, mengingat bahwa merekalah para saksi mata yang dapat memberitakan pengajaran Injil Yesus Kristus dengan jelas dan menafsirkannya dengan tepat, sesuai dengan pimpinan Roh Kudus atas mereka (Yoh. 14:26).

Dasar kanon PB terletak pada otoritas Kristus sebagai Tuhan, atau pada pribadi Kristus sendiri. Yesus Kristus merupakan fokus dan penggenapan nubuat PL (1Ptr. 1:10-12; 2Ptr. 1:19; Kis. 28:23), yaitu Kitab Suci yang berotoritas pada zaman Yesus. Tuhan Yesus Kristus menyatakan otoritas-Nya sebagai Mesias dan Nabi yang dijanjikan melalui kehidupan, pelayanan, dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati.

Setelah kematian dan kebangkitan-Nya, Bapa mengutus Roh Kudus untuk memperlengkapi mereka menjadi saksi-saksi tentang kebangkitan Kristus, yang biasa disebut sebagai "Amanat Agung". Pengajaran yang mereka terima langsung dari Kristus merupakan "harta yang berharga" bagi gereja (1Tim. 6:20; 2Tim. 1:14), yang harus dipelihara dan diteruskan kepada generasi berikutnya. Isi pengajaran para rasul disebut juga "tradisi" (paradosis) dalam PB, yang menurut konsep Yahudi memiliki arti diteruskan dengan otoritas.

Selama tahun 100-200 M, tulisan-tulisan para rasul itu dipakai dan dikumpulkan oleh sidang-sidang jemaat (Kol. 4:15-16). Pada 200 M, kanon utama PB sebenarnya sudah terbentuk. Kanon itu disebut "Kanon Muratori", yang berisi 21 kitab. Kemudian, enam kitab lain ditambahkan. Memasuki abad ke-5 M, dalam pertemuan konsili di Hippo dan Kartago tercapai kesepakatan di antara gereja Barat dan Timur untuk menerima 27 kitab sebagai kanon PB, seperti yang kita pakai saat ini.

Sejarah kanon, baik PL maupun PB, menunjukkan penyertaan dan pimpinan Allah dalam menjaga keutuhan Penyataan-Nya kepada manusia. Kiranya pelajaran ini menumbuhkan rasa syukur, hormat, dan keyakinan yang lebih dalam terhadap Alkitab sebagai satu-satunya standar iman dan kehidupan kita. Mari bersyukur karena kita memiliki firman Allah yang pasti dan dapat dipercaya.

Akhir Pelajaran (DAL-P02)

Doa

"Terima kasih karena Engkau telah menuntun umat-Mu untuk mengenali, menyaring, dan menerima kitab-kitab yang Engkau inspirasikan. Tolong aku agar bukan hanya tahu tentang kanon, tetapi juga setia membaca dan hidup dalam kebenaran-Mu. Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Firman yang hidup, aku berdoa. Amin."

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA