DAL - Pelajaran 03
Nama Kelas | : | Doktrin Alkitab Lanjutan |
Nama Pelajaran | : | Kitab-Kitab Apokrifa |
Kode Pelajaran | : | DAL-P03 |
Pelajaran 03 – Kitab-Kitab Apokrifa
Daftar Isi
- Apa Itu Kitab-Kitab Apokrifa?
- Pengertian Apokrifa
- Kedudukan Kitab-Kitab Apokrifa
- Gereja Katolik Roma
- Gereja Ortodoks Timur
- Gereja Protestan
- Protokanonika dan Deuterokanonika
- Sejarah Kitab-Kitab Apokrifa
- Latar Belakang
- Apokrifa dalam Septuaginta
- Ditolak oleh Gereja Yahudi dan Gereja Kristen
- Jenis-Jenis Kitab Apokrifa
- Apokrifa Perjanjian Lama (PL)
- Apokrifa Perjanjian Baru (PB)
- Alasan Gereja Kristen Menolak Kitab-Kitab Apokrifa
- Fakta Alkitab
- Perjanjian Lama
- Perjanjian Baru
- Fakta Penolakan dari Bapa-Bapa Gereja
- Jerome (347-420 M)
- Athanasius dari Alexandria (296-373 M)
- Origen (185-253 M)
- Reformator dan Apokrifa
- Manfaat Kitab Apokrifa
Doa
Pelajaran 03: Kitab-Kitab Apokrifa
Setelah kita memahami Kanonisasi Alkitab, adakah kitab-kitab lain yang tampaknya bersifat rohani, tetapi tidak dimasukkan dalam Kanon Alkitab? Kitab-kitab ini dikenal sebagai Apokrifa. Melalui pelajaran ini, kita akan melihat bahwa meskipun kitab-kitab Apokrifa memiliki nilai historis atau moral tertentu, mereka tidak diterima dalam Kanon Alkitab. Mengapa? Mari kita selidiki bersama.
- Apa Itu Kitab-Kitab Apokrifa?
- Pengertian Apokrifa
- Kedudukan Kitab-Kitab Apokrifa
- Gereja Katolik Roma
Konsili Trente (1546) secara resmi menerima Apokrifa sebagai bagian dari kanon (Deuterokanonika). Digunakan sebagai dasar beberapa doktrin Katolik seperti doa bagi orang mati (2Mak. 12:45). - Gereja Ortodoks Timur
Menerima lebih banyak kitab tambahan dibanding Katolik Roma. - Gereja Protestan
Menolak kitab Apokrifa sebagai firman Allah yang setara dengan 66 kitab kanonik. Reformator seperti Martin Luther menyatakan kitab-kitab ini berguna untuk bacaan rohani, tetapi bukan sebagai dasar doktrin. Alkitab Kristen biasanya tidak mencantumkan Apokrifa, tetapi menaruhnya di bagian terpisah. - Protokanonika dan Deuterokanonika
- Protokanonika
Proses kanonisasi pertama (Yunani: "protos") untuk menetapkan atau mengakui kitab-kitab orang Yahudi (yang sekarang menjadi seluruh Alkitab PL) sebagai firman Allah. Jadi kitab-kitab ini sejak awal telah diterima sebagai Firman Tuhan oleh komunitas umat Allah. - Deuterokanonika
Proses kanonisasi kedua dilakukan karena ada bapa-bapa gereja yang tidak puas dengan Protokanonika. Jadi, kitab-kitab ini baru diterima kemudian hari, tapi dengan perdebatan. Akhirnya, tidak diakui oleh Gereja Kristen sebagai bagian dari Alkitab, tetapi diterima oleh Gereja Katolik dan sering disebut "deuterokanonika". - Sejarah Kitab-Kitab Apokrifa
- Latar Belakang
- Apokrifa dalam Septuaginta
- Ditolak oleh Kelompok Yahudi dan Gereja Kristen
- Jenis-Jenis Kitab Apokrifa
- Apokrifa Perjanjian Lama (PL)
- Apokrifa Perjanjian Baru (PB)
- Alasan Gereja Kristen Menolak Kitab-Kitab Apokrifa
- Fakta Alkitab
- Perjanjian Lama
- Perjanjian Baru
- Fakta Penolakan dari Bapa-Bapa Gereja
Penolakan kitab-kitab Apokrifa oleh bapa-bapa gereja:
- Jerome (347-420 M)
- Penerjemah Alkitab Latin Vulgata.
- Menolak Deuterokanonika sebagai bagian dari Kitab Suci karena tidak ditemukan dalam naskah Ibrani.
- Menyebut kitab-kitab itu sebagai ecclesiastical books (kitab gerejawi) — berguna untuk edifikasi, tetapi tidak untuk penetapan doktrin. - Athanasius dari Alexandria (296-373 M)
- Dalam surat Paskah tahun 367, ia mencantumkan daftar 39 kitab PL yang sama dengan Alkitab Kristen saat ini.
- Ia menyebut kitab-kitab seperti Sirakh dan Kebijaksanaan Salomo sebagai "bukan kanonik", tetapi baik untuk dibaca. - Origen (185-253 M)
- Membuat daftar yang mirip dengan Kanon Ibrani.
- Ia mencatat beberapa kitab tambahan, tetapi membedakan antara kitab kanonik dengan non-kanonik.
- Jerome (347-420 M)
- Reformator dan Apokrifa
- Martin Luther dan para reformator kembali ke Kanon Ibrani, menolak Apokrifa sebagai kitab suci.
- Mereka menyebut kitab-kitab itu sebagai "berguna dibaca", tetapi bukan sebagai dasar iman. - Manfaat Kitab Apokrifa
Kitab-kitab Apokrifa menimbulkan banyak perdebatan dalam sejarah gereja mula-mula. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari apa itu kitab-kitab Apokrifa.
"Apokrifa" berasal dari kata Yunani "apokryphos" yang berarti "tersembunyi" atau "disembunyikan". Dalam konteks Kristen, istilah ini digunakan untuk menyebut kitab-kitab keagamaan yang dianggap memiliki nilai rohani atau sejarah, tetapi tidak diterima secara resmi sebagai bagian dari kanon Alkitab, tetapi disisipkan dalam beberapa versi Alkitab.
Kitab-kitab ini yang ditulis pada masa intertestamental (masa antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), yaitu antara tahun 300 sM - 100 M. Jumlah kitab-kitab tersebut tidak jelas karena tergantung dari pengakuan masing-masing kelompok. Kebanyakan kitab-kitab itu ditulis dalam bahasa Ibrani, tetapi kemudian dikenal juga dalam bahasa Yunani, Latin, Etiopia, Kupti, Arab, Siria, dan Armenia.
Sampai pada abad ke-16, pendirian gereja Kristen terhadap kedudukan kitab-kitab Apokrifa sebagai kanon masih sedikit terombang-ambing. Namun sebenarnya, sejak awal mereka sudah menolaknya. Saat itu, gereja menerimanya hanya sebagai kitab-kitab yang boleh dibaca untuk memberi manfaat rohani secara pribadi, bukan sebagai bagian dari kitab-kitab Kanon (Alkitab).
Ada dua istilah lain yang perlu dipahami sehubungan dengan kitab-kitab Apokrifa, yaitu Protokanonika dan Deuterokanonika.
Kitab-kitab Apokrifa ditulis pada masa intertestamental (antara Maleakhi dan Matius), sekitar abad ke-3 SM sampai abad ke-1 M, saat wahyu kenabian berhenti. Masa ini penuh tekanan politik (Yunani, kemudian Romawi), dan banyak orang Yahudi berusaha menafsirkan sejarah dan iman mereka di tengah tantangan itu. Penggunaan awalnya adalah dalam bahasa Yunani, bukan Ibrani. Dihargai secara historis dan rohani, tetapi tidak diakui sebagai firman Tuhan oleh bangsa Yahudi.
Kitab-kitab Apokrifa cukup banyak dibaca, baik di kalangan orang Yahudi maupun di kalangan orang-orang Kristen. Sayangnya, pengarang kitab-kitab itu tidak diketahui namanya. Dari kitab-kitab itu sendiri dikatakan dikarang oleh atau berhubungan dengan salah satu tokoh dari PL atau PB, misalnya Yesaya, Musa, Henokh, Petrus, Thomas dll.
Semua kitab Apokrifa terdapat dalam Kanon LXX (Septuaginta), tetapi dikeluarkan dari Kanon PL Ibrani oleh Sidang di Yamnia. Apokrifa mencakup kitab-kitab yang tidak diakui otoritas keilahiannya dan ditolak dalam Protokanonika. Deuterokanonika beranggapan harusnya ada kitab-kitab lain yang juga diakui sebagai firman Allah. Gereja Katolik menerima Deuterokanonika karena ada 2 ajaran gereja Katolik yang didukung dalam kitab Apokrifa, yaitu:
- Mendoakan orang mati (surat Makabe).
- Keselamatan melalui perbuatan (Tobit).
Septuaginta (LXX), yaitu terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang dikerjakan di Alexandria, Mesir, menjadi medium utama dalam menyebarkan kitab-kitab Apokrifa. Kitab-kitab ini tidak pernah dianggap sebagai kanon oleh orang-orang Yahudi Palestina, tetapi digunakan oleh sebagian orang Yahudi diaspora dan gereja-gereja awal. Seiring waktu, kitab-kitab ini mulai beredar luas di kalangan Kristen awal, tetapi tidak semua gereja menerimanya sebagai otoritatif.
Kitab-kitab Apokrifa ini jelas ditolak dan terpisah dari Kitab Suci Ibrani sehingga orang-orang Ibrani tidak menganggap kitab-kitab Apokrifa sebagai bagian dari kanon PL. Demikian juga gereja Kristen Protestan. Mereka hanya membacanya sebagaimana layaknya buku-buku rohani, tetapi tidak menerimanya sebagai kitab-kitab Kanon.
Kitab-kitab Apokrifa terdiri dari sekumpulan buku yang beraneka ragam.
Apokrifa PL dibagi menjadi 5 jenis, yaitu: Pengajaran (Didaktik), Roman Religius (Romantis), Sejarah, Nubuat, dan Dongeng (Legenda).
Nama-nama kitab tersebut adalah sebagai berikut:
- Tobit (kira-kira tahun 200 SM).
- Yudit (kira-kira tahun 150 SM).
- Tambahan pada Ester (140-130 SM).
- Kebijaksanaan Salomo (30 SM).
- Eklesiastikus (Sirakh) (132 SM).
- Barukh (kira-kira 150-50 SM).
- Surat Nabi Yeremia (300-100 SM).
- Tambahan pada kitab Daniel:
Doa Azaria (abad kedua atau pertama SM) (Kidung Tiga Pemuda).
Susana (abad kedua atau pertama SM).
Dewa Bel dan Naga (kira-kira 100 SM).
Doa Manasye (abad kedua atau pertama SM).
- 1 Makabe (110 SM).
- 2 Makabe (110-70 SM).
Tidak ada daftar yang pasti untuk kitab-kitab Apokrifa PB. Kebanyakan kitab-kitab itu berisi fiksi religius, yang digunakan untuk memenuhi keingintahuan mereka tentang peristiwa-peristiwa kehidupan dan pengajaran Tuhan Yesus yang tidak dituliskan dalam Injil kanon. Juga, cerita-cerita tentang akhir kehidupan para rasul yang tidak diceritakan dalam kitab kanon PB.
Nama-nama kitab Apokrifa Perjanjian Baru di antaranya adalah:
- Injil Apokrifa (Injil Tomas, Petrus, Yakobus, Filipus, Yudas, Bayi Yesus Menurut Tomas).
- Kisah Para Rasul Apokrifa (Kisah Paulus dan Tecla, Petrus, Yohanes, Andreas).
- Surat-surat Apokrifa (Surat Seneca kepada Paulus, Yesus kepada Raja Abgar, Clement, Barnabas, dsb.).
- Wahyu Apokrifa (Wahyu Petrus, Paulus, Maria).
- Dll..
Dokumen-dokumen ini sudah beredar di antara gereja-gereja sekitar tahun 50–150 M. Bentuknya banyak berupa surat, injil, memoar, apokalipsis, homili, dan kumpulan ajaran-ajaran. Beberapa dokumen tersebut berasal dari para rasul, tetapi tidak semuanya. Kebanyakan digunakan untuk merepresentasikan suatu ringkasan ajaran dari gereja tertentu karena tujuannya adalah untuk memperluas, menafsirkan, dan menerapkan ajaran para rasul sesuai dengan kebutuhan umat Kristen saat itu.
Kita mengetahui bahwa kelompok Yahudi tidak pernah mempertimbangkan Apokrifa sebagai bagian dari Kitab Suci dan juga tidak masuk sebagai kitab-kitab Kanon. Beberapa alasan penolakan adalah sbb.:
Jika diselidiki dalam Alkitab, maka kitab-kitab Apokrifa tidak pernah dikutip atau disebutkan oleh penulis-penulis Alkitab, dan tentu ini menjadi salah satu pertimbangan utama atas penolakan terhadap kitab-kitab Apokrifa. Berikut adalah alasan penolakan dari sudut PL dan PB:
- Kitab-kitab itu tidak dimasukkan ke dalam Kanon PL Ibrani.
- Tidak ada bukti bahwa Apokrifa dimasukkan dalam Septuaginta abad ke-2.
- Yesus tidak pernah menyebutkan/mengutip isi kitab-kitab itu.
- Penulis-penulis PB juga tidak ada yang mengutipnya.
- Tidak ada klaim "inilah firman Tuhan" dalam kitab-kitab tersebut.
- Adanya kesalahan-kesalahan dalam fakta sejarah, kronologi, dan peta bumi.
- Kisah-kisahnya bersifat khayalan atau dongeng.
- Ajaran moralnya rendah.
- Hanya dikenal secara lokal.
- Hanya dianggap sem kanon.
Sekalipun gereja Kristen tidak menerima kitab-kitab Apokrifa sebagai kitab-kitab Kanon, tetapi kalau dibaca kitab-kitab ini bisa memiliki nilai dan manfaat, misalnya:
- Menjadi catatan/dokumentasi kekristenan yang paling awal.
- Memberi gambaran gereja secara umum setelah zaman para rasul.
- Sebagai jembatan bagi tulisan-tulisan Perjanjian Baru dengan tulisan bapa-bapa gereja abad ke-3 dan ke-4.
- Mempunyai nilai sejarah untuk hal-hal praktis dan siasat Gereja Mula-mula.- Memberikan informasi mengenai tradisi hikmat Yahudi saat berada pada masa pembuangan di Babel.
Saat ini, gereja-gereja Kristen tidak mendorong jemaat untuk membaca kitab-kitab Apokrifa, bahkan banyak jemaat Kristen yang tidak paham tentang keberadaan kitab-kitab ini. Kitab-kitab ini tidak memiliki otoritas rohani dan tidak boleh dijadikan dasar ajaran atau iman Kristen.
Kitab-kitab Apokrifa adalah tulisan-tulisan religius kuno yang memiliki nilai sejarah, tetapi tidak diinspirasikan oleh Allah dan tidak termasuk dalam kanon Alkitab. Meskipun berguna sebagai bahan bacaan pelengkap, kita harus bersandar hanya pada firman Tuhan yang sejati, yaitu kitab-kitab yang diakui sejak awal oleh umat Allah dan disahkan oleh kesaksian Roh Kudus serta digunakan oleh Yesus dan para rasul.
Akhir Pelajaran (DAL-P03)
Doa
"Tuhan Yesus, kiranya Engkau semakin meneguhkan firman-Mu yang tertulis dalam Alkitab. Tolonglah agar aku terus belajar menaati firman-Mu sehingga hidupku semakin berkenan dan memuliakan-Mu. Amin."
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA