Rangkuman Diskusi DIK Januari/Februari 2008


Inilah hasil rangkuman Diskusi Dasar-Dasar Iman Kristen (DIK) Periode Januari-Februari 2008. Topik-Topik yang didiskusikan adalah:
1. Alkitab dan Penciptaan
2. Asal-Mula Iblis
3. Akibat Dosa
4. Tentang Keselamatan
5. Kelahiran Baru - Regenerasi
6. Kehilangan Keselamatan
7. Kerohanian yang Stagnan
8. Doktrin dan Praktek

Selamat Membaca.

Topik I. ALKITAB DAN PENCIPTAAN

[?] Apakah informasi tentang bagaimana Allah menciptakan dunia dan manusia menurut Alkitab tidak bertentangan dengan teori-teori penciptaan yang ditemukan oleh manusia?

Alkitab mengatakan bahwa Allah adalah Pencipta alam semesta beserta segala isinya dengan Firman-Nya. Khusus penciptaan manusia, dikatakan, "Tuhan menciptakan manusia dengan membentuknya dari tanah liat, membuatnya segambar dengan Allah sendiri, dan menghembuskan nafas kehidupan, maka jadilah manusia." Allah menciptakan manusia secara langsung.

Bagi yang mempercayai bahwa penciptaan (manusia) dilakukan oleh Allah, umumnya memiliki empat cara pandang, yakni: (1). Penciptaan langsung. Allah menciptakan segala sesuatu dalam waktu enam hari tanpa menggunakan bahan dasar yang sudah ada. (2). Evolusi Deistik. Allah menciptakan segala sesuatu dan mengatur hukum-hukum alam serta serta mengembangkan energi dan materi itu. Tetapi aktifitasnya kemudian berhenti sebab Ia membiarkan proses itu berevolusi pada tingkah laku dan berdiri sendiri. Keterlibatan Allah dalam penciptaan hanya terjadi pada awalnya saja, penciptaan secara tidak langsung dari materi, energi dan hukum-hukum universal. (3). Evolusi Theistik. Mirip pandangan Deistik, tetapi dalam theistik ini, Allah mempertahankan peran-Nya dan melibatkan diri secara lebih aktif di dalam proses evolusi. Ia menanamkan sebuah natur spiritual kepada salah satu primata yang berevolusi tinggi dan menamainya "Adam". (4). Penciptaan progresif. Allah sejak semula menciptakan dan terus menciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada.

Alkitab memang tidak merinci bagaimana teknisnya Allah menciptakan segala sesuatu. Apakah instan, bertahap, atau seperti yang dikemukakan dalam teori "Big Bang", dan sebagainya. Para ilmuwan sedang menyelidiki hal itu. Tetapi, secara tidak terbatas, Allah bisa memakai cara "bagaimana pun". Alkitab hanya memberikan informasi, bahwa "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi". Faktanya, bumi dan segala isinya telah ada. Pernyataan Alkitab ini adalah kesimpulan yang mendorong kepada penelitian yang bersifat detail -- rasional selanjutnya.

Lamanya penciptaan adalah enam hari, ditambah satu hari dimana Allah memberkati ciptaan-Nya. Waktu penciptaan ini ditafsir secara beragam oleh para ilmuwan (secara ‘saintifik’) dan para teolog dikaitkan dengan umur bumi. Meskipun sudah ada beberapa teori yang berusaha menyimpulkannya, secara biblika ataupun secara rasional; namun masih dianggap belum final. Kesimpulan yang valid sampai saat ini adalah, bahwa "Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya selama enam hari." Dengan rincian-rincian kasar dalam Kitab Kejadian 1. Kesimpulan ini memotivasi kita untuk menyelidikinya dan menemukan kebenaran Allah sambil mengingat keterbatasan manusia dalam berbagai aspek, "Hal-hal yang tersembunyi adalah bagian Allah dan apa yang telah dinyatakan-Nya adalah bagian kita." (Ul. 29:29).

Jadi, Allah mampu menciptakan sesuatu dari yang tak Ada menajdi ada. Walaupun demikian, manusia bebas untuk menyelidiki seluruh karya Allah, bahkan dengan cara yang tidak terbatas.

Teori Darwin atau Naturalisme

Tentang teori Evolusi atau Naturalisme; teori ini didasari pada dua pendekatan, yaitu Observasi dan Arkeologis. Teori ini menemukan adanya seleksi alam -- makhluk hidup harus berevolusi agar dapat ‘survive'. Kesalahan umum teori ini adalah menolak adanya Oknum Pencipta, tetapi menekankan proses alamiah; dari bentuk sederhana ke bentuk yang kompleks dan menghasilkan keturunan yang secara genetis- hereditas beragam dan selektif dalam jangka waktu tertentu.

Naturalisme Darwin dengan metode Observasi yang didukung fakta Arkeologi "bisa" membuktikan adanya eksistensi kehidupan, tetapi sulit untuk membuktikan proses perkembangannya secara komprehensif. Pendekatan ini belum selesai dan masih berkembang dan seringkali terjadi ketidakcocokan dalam berbagai sisi. Inilah yang disebut oleh Darwin sendiri sebagai "Difficulties of the Theory". Terutama dalam "missing Link" fosil dan perkembangan organ-organ rumit makhluk hidup, termasuk naluri.

Teori ini tidak salah total, hanya ada saja keterbatasan dalam melakukan "pengamatan" terhadap ciptaan Allah yang berujung pada kesimpulan yang gegabah atau tidak valid. Selain itu, tidak dapat disangkali bahwa fakta-fakta Ilmu Pengetahuan yang sangat maju dan bermanfaat telah mendorong kemajuan dalam berbagai hal. Dengan Ilmu pengetahuan, kita tahu berbagai fakta, walaupun masih sangat terbatas.

Teori apapun memang seringkali bersifat relatif dan terkadang kontroversial. Itu artinya "tidak dapat diandalkan", kecuali sebatas metodologi atau alat pengembangan Ilmu Pengetahuan. Pertentangan antara iman dan Ilmu Pengetahuan terjadi ketika menolak fakta keberadaan Allah berdasarkan pengamatan manusia yang sangat lemah dan terbatas. Jadi, Kekristenan dan Ilmu Pengetahuan telah dipandang sebagai bagian dari bidang yang sama, yaitu "pencarian" dan "pembuktian" kebenaran. Bukankah pengetahuan kita adalah pemberian Allah?

Ke Atas


Topik II. ASAL-USUL IBLIS

[?] Siapakah setan itu sebenarnya? Apakah setan itu diciptakan oleh Tuhan?

Sebutan Lucifer tidak muncul di bahasa asli Alkitab, kecuali di beberapa versi bahasa Inggris, terutama KJV. Sebutan ini berasal dari bahasa Latin yang digunakan oleh Jerome ketika menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Latin, Vulgata. Arti Lucifer adalah 'bintang timur' atau 'bintang fajar'.

Dalam bahasa Indonesia, istilah 'Iblis' umumnya dipakai untuk "menyatakan" si Lucifer, yaitu pemimpin para malaikat yang jatuh (setan-setan).

Apakah Iblis itu diciptakan oleh Tuhan?

Awalnya, sebelum disebut Iblis, Lucifer adalah malaikat di "pihak" Tuhan (Yes. 14:12). Karena Lucifer adalah malaikat, maka dia juga ciptaan Tuhan. Tuhan menciptakan Lucifer yang kemudian menjadi musuh. Dari semua malaikat yang ada di Surga, Lucifer-lah yang paling pintar, cantik dan berkuasa (Yeh. 28:12). Karena kesombongannya, Lucifer membelot dan mengakibatkan kejatuhannya. Ungkapan "Aku hendak", secara berulang-ulang di Yesaya 14:12-15; menunjukkan bahwa Lucifer ingin seperti "Tuannya". Keinginan ini berujung pada kejatuhan dan pengusirannya dari Surga dan berubah status menjadi "Iblis", "pemberontak", "musuh Allah", dll.

Nama Iblis dan para pengikutnya (setan-setan) adalah sebutan terhadap para malaikat yang sekaligus menunjukkan sifat mereka sebagai musuh, bukan menunjukkan "keberadaan" mereka sebagai ciptaan. Iblis atau setan-setan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan atau personifikasi dari kejahatan mereka. Dari Namanya saja sudah berarti musuh atau "yang menentang", "pemfitnah" atau "si jahat."

Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah Tuhan tidak mengetahui kalau nantinya, malaikat yang bernama Lucifer itu akan memberontak dan menjadi setan? Kalau Tuhan Mahatahu, kenapa Dia mau menciptakan malaikat tersebut sebaliknya kalau dia tidak tahu bukankah Allah Mahatahu?

Jawabannya: Jelas bukan karena Allah telah gagal. Allah tidak pernah gagal dalam hal apapun, bahkan dalam penciptaan. Kegagalan terletak pada keputusan Lucifer dalam menentukan pilihannya, yaitu memberontak. Ingat, bahwa malaikat dan manusia diciptakan lengkap dengan kehendak bebas -- "free will". Allah tidak pernah menciptakan keduanya seperti "robot-robot" terprogram, yang tidak punya kehendak, tetapi "dikendalikan". Kehendak inilah yang disalahgunakan oleh Lucifer; yang seharusnya untuk taat, sebaliknya ia gunakan untuk memberontak. Lucifer tidak bisa hidup sesuai dengan tujuan Penciptanya. Lucifer yang sediakala diciptakan untuk memuji dan memuliakan Allah, malah mencari pujian untuk dirinya sendiri. Lucifer, mahluk Tuhan itu secara leluasa memilih sesuai kehendaknya untuk tidak taat atau memberontak di luar "tanggung jawab" Allah.

Karena tidak ada kesempatan bagi Iblis dan pengikutnya, setan-setan untuk bertobat dan kembali pulih statusnya menjadi malaikat Tuhan; itu artinya mereka akan binasa bersama pemberontakkan mereka. Mereka tidak bisa mengubah pilihan mereka setelah Allah menetapkan bahwa mereka sebagai "lawan" -- Sama halnya ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, maka semua manusia keturunan Adam berdosa. Mereka tidak berdalih ketika diusir dari Taman Eden. Demikianlah, semua orang telah berdosa -- Satu-satunya yang bisa dilakukan oleh Iblis dan pengikut-pengikutnya adalah tetap dalam keadaan mereka ‘memusuhi" Allah. Sekalipun karena pemberotakkan itu, Lucifer dan pengikutnya sudah dibuang dari surga, dia masih berusaha meninggikan tahtanya melampaui Tuhan. Dia mampu meniru atau memalsukan apa yang Tuhan perbuat, Berusaha mendapatkan pujian dan suka disembah oleh dan dari dunia ini dan membangun kerajaannya di bumi ini untuk membangkitkan perlawanan terhadap kerajaan Allah.

Iblis adalah sumber utama di balik semua ajaran sesat dan agama dunia, dia juga membutakan mata manusia dari ajaran Tuhan dijuluki Rasul Paulus sebagai ilah zaman ini (2 Kor. 4:4). Iblis akan melakukan apa saja dalam kuasanya untuk melawan Tuhan dan para pengikut-Nya. Namun, nasib Iblis sudah dimeteraikan ­- kekekalan dalam lautan api (Wah. 20:10). Pada akhirnya iblis dan setan-setan, termasuk manusia yang mengikutinya akan dibinasakan dalam hukuman kekal.

Ke Atas


Topik III. AKIBAT DOSA

[?] Apakah yang terjadi ketika manusia pertama (Adam) jatuh dalam dosa? Apakah akibat dari kejatuhan ini bagi seluruh manusia keturunannya? Apakah bedanya dosa manusia pertama dengan dosa yang kita perbuat sekarang? Dosa manakah yang ditebus Kristus ketika kita menerima Dia sebagai Juruselamat?

Apakah yang akibat terjadi ketika Adam jatuh dalam dosa?

Ketika manusia pertama, Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, maka “gambar Allah” di dalam diri mereka menjadi rusak. Maksudnya, “mereka kehilangan kemuliaan Allah,” “tidak kudus,” “berdosa,” “terputusnya hubungan persekutuan (Allah yang kudus > ‘bertolak’

Selain itu, dalam kejatuhan ini, Adam dan Hawa diusir dari Taman Edan dan menanggung kutuk dari Allah (baca, Kej. 3:17-19); Adam susah mencari nafkah, Hawa sakit bersalin, tetapi birahi yang tinggi dan “semua mahluk” hidup dalam berbagai-bagai kesusahan dan penderitaan (Rom. 8:20). Dosa Adam berakibat buruk secara universal dan efektif mempengaruhi segala hal. Segala kesusahan dan sakit-penyakit di muka bumi ini adalah akibat dosa Adam. Karena dosa dan pelanggaran Adam, semua orang menjadi berdosa; termasuk bumi ini menjadi tandus dan penuh dengan semak-belukar.

Apakah bedanya dosa Adam dan dosa karena Perbuatan kita?

Dosa pertama disebabkan oleh tipu daya Iblis terhadap Hawa dan kemudian kepada Adam. Iblis menggoda mereka untuk tidak taat dan melawan perintah Allah. Akibatnya, mereka jatuh dan berdosa terhadap Allah. Dosa akibat pelanggaran pasangan manusia pertama ini, disebut “dosa warisan”. Artinya, dosa yang ditanggung oleh “semua ras manusia” yang secara biologis lahir dari keturunan manusia. Karena masing-masing orang adalah bagian dari ras manusia (‘human being’), maka, semua orang, secara ‘korporat’ ada di dalam Adam; anak cucu Adam, adalah pewaris sah yang menurunkan dosa itu. Semua orang, baik dahulu, sekarang, dan yang mendatang, ada di dalam Adam. Semua orang tidak bisa memilih untuk tidak mewarisi dosa dan akibatnya itu.

Dosa warisan, dari Adam ini berdampak luas dan bersifat mengikat sehingga berpotensi menyebabkan semua orang cenderung berdosa lagi secara individual. Dosa-dosa (‘plural’) individual ini adalah dosa-dosa karena tindakan pribadi; manusia, orang per orang (baik ‘man’ atau ‘women’). Dosa-dosa individual ini adalah akibat pelanggaran terhadap Hukum Allah; baik yang tertulis (“Taurat”) dan yang tidak tertulis (“hati nurani”, Rom. 2:15).

Kecenderungan dosa-dosa pribadi ini timbul akibat “buah pengetahuan baik dan buruk” dan efek dosa warisan yang cenderung mengarahkan semua orang kepada tindakan buruk, ketidaktaatan dan dosa. Selain itu, perbuatan berdosa ini juga seringkali dimotivasi oleh keinginan dari pribadi manusia yang sudah rusak itu sendiri.

Semua orang, “seharusnya” dapat memilih untuk “tidak berdosa” secara individual. Tetapi, Alkitab telah mengklaim bahwa semua orang telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rom. 3:23); jadi, semua orang tahluk kepada kondisi berdosa. Namun, bagaimana pun juga, dosa-dasa pribadi ini akan dipertanggungjawabkan secara pribadi pula.

Dosa manakah yang ditebus Kristus ketika kita menerima Dia sebagai Juruselamat?

“Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa.” (1 Yoh. 3:5)

Dosa yang ditebus oleh Kristus ketika kita menerima Kristus adalah semua dosa; termasuk dosa warisan dan dosa individual. Mat. 9:6, "Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa," secara komplit! Bukankah, karena Adam yang pertama, semua manusia berdosa, maka, karena Adam yang Kedua, yaitu Kristus, semua orang yang mau, yang pindah kewarganegaraan ke Kerajaan Sorga, beroleh pembenaran! Rom. 5:18-19, “Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.”

Catatan:

Kasus 1: Orang percaya jatuh ke dalam dosa lagi; apakah masih diampuni?

Kalau mereka bertobat, mereka pasti diampuni dan tidak, sebaliknya. Alasannya, adalah “Tuhan itu kasih”, sehingga semua orang yang dengan sungguh memohon ampun kepada-Nya pasti akan diampuni. Pernyataan kasih dan peringatan ada di Ibr. 6:4-7 ini, “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus,dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum.

Namun, jangan lupa, bahwa di Gal. 6:7, tertulis: "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya." Artinya, walaupun Allah Maha Pengampun, bila kita sengaja mengulangi perbuatan dosa setelah mengenal kebenaran, maka sama artinya mempermainkan Allah dan melecehkan penebusan Kristus.

Kasus 2: Mengapa orang percaya perlu meminta pengampunan setiap hari?

Tindakan selalu memohon pengampunan dosa bermakna: (1) mengakui bahwa kita orang bersalah, baik karena dosa warisan maupun karena dosa sehari-hari. (2) memohon agar Allah mengampuni kegagalan kita yang terjadi tiap-tiap hari. (3) memohon damai sejahtera serta sukacita, sambil menambahkan keyakinan kita akan pengampunan yang telah kita terima. (4) sebagai proses pembaharuan. "...karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.” (Kol. 3:9-10).

Kasus 3: Apakah kita menanggung dosa ‘perbuatan’ orang lain –- Selain dosa warisan?

Kecuali karena kondisi korporat -– solidaritas mahluk manusia -- yang menyebabkan semua orang menanggung dosa warisan karena Adam, maka, dalam hal dosa-dosa individual, setiap orang akan mempertanggung-jawabkannya secara pribadi. Tidak bisa mewakili atau diwakili oleh pihak lain. Seperti dikatakan dalam Yeh. 18:20, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya.”

Tetapi, karena begitu besar kasih Allah akan manusia, dan Ia tahu bahwa manusia tidak berdaya karena dosa-doanya, maka Yesus rela menjadi kutuk karena dosa-dosa dan pelanggaran kita. Ia menggantikan hukuman kita secara penuh. Gal. 3:13, Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"

Namun, sebagai peringatan! Ada ‘kutuk’ akibat “dosa tertentu” yang harus ditanggung beberapa generasi. Biasannya karena pelanggaran atas suatu “perjanjian” atau “kesepakatan” tertentu oleh dua pihak –- masalah yang besifat kasustik. Baca, misalnya di: Ul. 5:9 dan 23:2.

Ke Atas


Topik IV. TENTANG KESELAMATAN

[?] Mengapa manusia perlu diselamatkan? Mengapa hanya di dalam Kristus saja kita dapat diselamatkan? Dan, adakah jalan lain, selain percaya kepada Kristus?

Pada awalnya Allah bergaul bersama manusia. Suatu ketika, manusia jatuh ke dalam dosa. Akibat dosa ini, manusia harus berpisah dengan Allah. Dosa telah menjadi penghalang antara manusia dengan Allah.

Karena dosa, semua manusia, dalam keturunan Adam, telah jauh dari Allah. Keberdosaan Adam telah menyebabkan bencana kemanusiaan secara total -- mati rohani dan jasmani. Adam dan keturunannya telah ditahlukkan ke dalam maut dan ketidakberdayaan (Rom. 3:23; 5:12). Manusia sudah tidak berdaya, bahkan untuk menyelamatkan diri sendiri. Manusia sudah “mati” di dalam dosa-dosanya. Kondisi “mati” inilah yang membuat manusia sangat membutuhkan keselamatan. Manusia perlu untuk diselamatkan. Diselamatkan, artinya, “tidak dibiarkan mati” atau “dibebaskan dari penghukuman” yang berakibat kematian.

Bersyukur kepada Allah, karena tidak selamanya manusia yang telah berdosa dibiarkan dalam ketidakberdayaannya. Alkitab mengatakan, “Allah begitu mengasihi manusia...”(Yoh. 3:16). Atinya, Allah tidak membiarkan ketidakberdayaan manusia karena pelanggarannya itu. Allah masih mengasihi dan simpati kepada manusia. Karena kasih-Nya ini, Allah merencanakan tindakkan penyelamatan. Allah mengetahui bahwa manusia memerlukan keselamatan; itu artinya, hanya Allah yang dapat memberikan pertolongan itu. Tindakan Allah menurut Alkitab adalah, “Ia mengutus Yesus sebagai Pengantara antara Bapa dengan manusia.”

Yesus Kristus adalah pengantara untuk jalan penyelamatan manusia (1 Tim. 2:5). 1 Yoh. 2:1, “…jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.” Pengertiannya, bahwa Allah sendiri yang menjadi manusia dalam Kristus Yesus. Allah menjadi manusia agar tindakkan penyelamatan itu dipahami oleh manusia. Kristus datang untuk menyediakan dua perkara yaitu pengampunan dosa dan Kemerdekaan atas dosa. Kemerdekaan itu kita peroleh dengan menerima Kebenaran yang memerdekakan kita dari dosa (Ams. 12:28, Yoh. 8:31-32).

Yesus Kristus sebagai Pengantara dan Penebus yang adalah manusia sejati dan benar, tetapi yang kekuatan-Nya melebihi segala makhluk, artinya yang juga Allah yang sejati. Yesus adalah Pengantara kita, dan wujud nyata tindakan kasih karunia Allah untuk penyelamatan manusia. Tidak ada cara lain lagi! Kitab suci merangkum tindakan penyelamatan ini, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16). Yesus Kristus, yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada kita untuk menjadi hikmat, kebenaran, pengudusan, dan penebusan yang sempurna bagi kita. Demikian, keselamatan adalah tindakan anugerah Allah melalui perantaraan Yesus Kristus; bukan yang lain.

Keselamatan hanya bisa diperoleh dengan percaya dan dilahirkan kembali di dalam Kristus oleh Roh Kudus. Keselamatan ini harus diresponi dengan iman yang sejati. Iman yang sejati adalah keyakinan atau pengetahuan yang pasti yang membuat kita mengakui sebagai kebenaran segala sesuatu yang dinyatakan Allah kepada kita di dalam Firman-Nya, dan juga kepercayaan yang teguh, yang dikerjakan dalam hati kita oleh Roh Kudus, melalui Injil. Isi iman kita ialah bahwa pengampunan dosa dan kebenaran serta keselamatan yang kekal telah dikaruniakan tidak hanya kepada orang lain saja, tetapi juga kepada diri kita sendiri, oleh rahmat Tuhan semata-mata, hanya berdasarkan jasa-jasa Kristus saja.

Tidak semua orang akan diselamatkan, tetapi hanya mereka yang oleh iman yang sejati dijadikan anggota tubuh-Nya dan menerima seluruh karunia-Nya. Allah sudah mengetahui sebelumnya, bahwa ada individu yang menolak anugerah keselamatan dan mereka itu telah ditentukan untuk binasa. Dasarnya adalah, “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mark. 16:16)

Keselamatan itu tetap dan selamanya. Orang yang benar-benar dilahirkan kembali, tidak mungkin kehilangan keselamatannya. Jika seseorang yang “dinyatakan” telah bertobat dan lahir baru serta telah menerima segala “berkat rohani”, tetapi jatuh dan terhilang; hal itu menunjukkan bahwa, memang sejak semula ia adalah seorang yang tidak percaya atau tidak termasuk dalam rencana keselamatan Allah. Artinya, kelihatannya saja, ia adalah orang percaya, tetapi pada dasarnya, Allah tidak berkenan kepadanya.

Renungan Tentang Keselamatan

(1). Keselamatan kita semata-mata karena "pemberian sepihak" oleh Allah. Dengan catatan yang harus selalu kita ingat, bahwa "Allah tidak wajib atau harus menyelamatkan kita." Ia hanya menyelamatkan sesuai kesenangan-Nya.

(2). Lahir baru adalah bukti keselamatan yang sesuai dengan janji Allah dalam diri pribadi yang telah ‘terselamatkan’. Manusia yang setelah dilahirbarukan oleh Allah akan diberikan kemampuan untuk 'merubah arah' dan mengenal pencipta-Nya secara pribadi, takut akan Nama-Nya, taat pada-Nya, rindu menjalankan semua hukum dan ketetapan-Nya, mencari-Nya dengan sungguh-sungguh dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta menjauhi larangan-Nya. Dia akan mampu mengambil keputusan untuk mematikan segala keinginan daging dan bertekad untuk hidup senantiasa mengikuti kehendak-Nya. (2 Kor. 15:7).

(3). Keputusan Allah untuk menyelamatkan sebagian orang dan membiarkan sebagian lagi binasa bukan karena Allah tidak adil, tetapi untuk menunjukkan bahwa keputusan-Nya adalah di atas segala-galanya; mutlak dan berdaulat -- keputusan keadilan tertinggi dan "tak terselami". Bukankah pada Hari Penghakiman, akan ada dua golongan manusia; golongan yang "diselamatkan" dan "yang dihukum"? Apakah kita bisa berdalih? Tidak! Selain karena kita memang "pantas" menerima hukuman, namun, kita juga karena kita hanyalah "tanah liat" di tangan Penjunan, Allah sendiri. Kita, di satu pihak mengharapkan belas kasihan, tetapi di pihak lain sedang menunggu keputusan kekal dari Allah.

Realitasnya, kedua golongan ini bukanlah tidak terdeteksi saat ini. Bukankah Firman Tuhan jelas, "yang percaya Yesus diselamatkan dan yang tidak, akan dihukum." Selebihnya, untuk menilai apakah orang tersebut "sudah" masuk dalam hidup dan rencana keselamatan Allah? Lihatlah dari perbuatannya. Apakah ia berkenan kepada Allah atu tidak. "dari buah-buahnyalah engkau menilai, apakah pohon itu baik atau jelek."

(4). Jika seseorang yang "dinyatakan atau terlihat" telah bertobat dan lahir baru serta telah menerima segala "berkat rohani", tetapi jatuh dan terhilang; hal itu menunjukkan bahwa, memang sejak semula ia adalah seorang yang tidak percaya atau tidak termasuk dalam rencana keselamatan. Artinya, kelihatannya saja, ia adalah orang percaya, tetapi pada dasarnya hatinya menjauh dari Allah dan hidup dalam dosa. Dengan demikian, Allah tidak berkenan Menyelamatkannya. Dengan ini, "Hendaklah masing-masing orang menguji dirinya sendiri; apakah ia berkenan kepada Allah atau tidak?"

(5). Keselamatan yang kita responi berdasarkan dorongan Roh Kudus itu harus dikerjakan dengan benar. Karena sikap dan tindakan benar yang keluar dari hidup orang percaya seringkali menunjukkan bahwa ia 'setuju' dengan kehendak Allah.

(6). Kesulitan orang Kristen menerima 'misteri' pengajaran tentang keselamatan Alkitab ini adalah karena "ia memang merasa tidak pantas untuk diselamatkan". Selain itu, "karena ada juga yang tidak mampu menyelami betapa murah hati-Nya Allah di satu pihak", ketika Ia menyelamatkan seseorang.

(7). Pertanyaan "Apakah aku selamat?" adalah renungan yang memotivasi kita untuk bersungguh-sungguh dengan keyakinan dan tanggungjawab kita di hadapan Allah, Pencipta kita. Apalagi setelah kita mengetahui kebenaran itu!

Jadi, semua orang memerlukan keselamatan. Keselamatan adalah kasih karunia Allah. Keselamatan datang melalui dan disediakan oleh Yesus Kristus.

Ke Atas


Topik V. KELAHIRAN BARU – REGENERASI

[?] Apakah pentingnya kelahiran baru bagi seorang Kristen? Adakah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mengalami kelahiran baru? Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah lahir baru, apakah ada tanda-tanda khusus?

Secara definitif, kelahiran baru adalah tindakan rahasia Allah di dalam diri manusia melalui firman dan Roh dimana Allah menanamkan dasar kehidupan rohani yang baru yang terjadi “seketika dan sekaligus” (‘simultaneously’), melahirkan sebuah kehidupan yang menggerakkan “ke arah” Allah sehingga memiliki persekutuan dengan Allah dan memperoleh hidup yang kekal. Terjadinya kelahiran baru merupakan karya rahasia Allah yang tersembunyi dari manusia, sesuatu yang kita tidak ketahui (Yoh. 3:8).

Meskipun, di satu pihak, peristiwa kelahiran baru adalah rahasia pekerjaan Allah -- tanpa tuntutan apapun di pihak manusia -- tetapi di lain pihak, manusia “harus” menunjukkan sikap berdasarkan dorongan Roh Kudus, untuk meresponi karya Allah itu secara sukarela. Ilustrasinya: ”Seorang bayi tidak berperan apapun waktu dilahirkan, kecuali atas dasar “alamiah”, sudah waktunya lahir. Yang dilahirkan itu adalah bayi dan individu, secara ‘seketika dan sekaligus’ -- bayi bergantung kepada pihak lain sedangkan individu adalah pribadi yang utuh dan mandiri. Sebagai bayi, ia tidak berjasa melahirkan dirinya sendiri; tetapi sebagai individu, ia harus melakukan sesuatu setelah lahir agar bertumbuh dengan baik dan sempurna." Maksudnya, bahwa kelahiran baru menunjuk pada suatu "permulaan baru" yang diinisiatif oleh Allah saja yang ‘mempengaruhi’ kehidupan rohani seseorang secara radikal dan konstruktif.

Kelahiran baru hanya dapat dialami oleh mereka yang “ada di dalam” Kristus sebagai Juruselamatnya. Kelahiran baru merupakan pekerjaan Roh Kudus atas orang percaya yang sudah mati secara rohani (Ef. 2:1-10). Roh Kudus menciptakan kembali hati manusia, membangkitkannya dari kematian rohani kepada kehidupan secara rohani. Orang yang mengalami kelahiran baru disebut "ciptaan baru". Jika sebelumnya, ia tidak memiliki posisi, kecenderungan, atau kerinduan untuk hal-hal yang berasal dari Allah, maka, sekarang, sebagai ciptaan baru, ia memiliki kecenderungan kepada Allah. Kelahiran yang pertama adalah kelahiran manusia lama yang berdosa di dalam Adam. Sedangkan kelahiran kedua adalah kelahiran sebagai manusia baru di dalam Kristus. Kelahiran yang menyebabkan roh kita yang dulu mati dan terpisah dari Allah menjadi hidup dan memungkinkan kita memiliki hubungan kembali dengan Allah.

Kelahiran baru TIDAK sama dengan pertobatan dan BUKAN buah dari iman. Kelahiran baru “mendahului” pertobatan dan iman. Sebab, "...siapa yang [telah] ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2 Kor. 5:17, [KJV: “Therefore, if anyone [is] in Christ, [he is] a new creation; old things have passed away; behold, all things have become new.]). Dilahirkan baru sama artinya ‘proses’ meninggalkan cara hidup lama ke hidup yang baru menuju kesempurnaan; seperti Kristus. Kelahiran baru merupakan titik awal dari kehidupan rohani kita. Kelahiran baru BUKAN buah dari iman, maksudnya, karena kelahiran baru mendahului iman; yaitu sebagai kondisi yang dibutuhkan oleh seseorang untuk beriman.

Kelahiran baru diperlukan agar orang percaya ”…dapat melihat dan masuk ke dalam kerajaan Allah." (Yoh. 3:3, 5); syarat yang mutlak untuk penyelamatan. Mengapa demikian? Karena tanpa kelahiran baru dari Firman dan Roh, manusia akan tetap tinggal di dalam Adam dan berada di bawah murka Allah. Kelahiran baru adalah “cara” untuk keluar dari keluarga Adam (manusia dalam natur dosa) dan menjadi keluarga Allah, yang mana, Kristus (Adam yang baru) sebagai Kepalanya; yang menyediakan pembenaran dan keselamatan kelal.

Paling tidak, ada tiga “indikator” yang memastikan kelahiran baru, yaitu: (1). Kesaksian Roh Kudus. “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita…” (Rom. 8:16). Kita sendiri secara pribadi dapat mengetahuinya secara pasti. (2). Firman Tuhan. Roh Tuhan akan menjadikan Firman Tuhan itu nyata di dalam hati kita dan kita akan dapat mengetahui dari Firman Tuhan bahwa kita telah diselamatkan (1 Yoh. 5:13). (3). Tingkah laku pribadi. Tingkah laku atau tindakan kita akan berubah. Kita mulai menyukai hal-hal yang baik dan benar namun membenci dosa dan keduniawian. Kita juga akan memiliki kasih dan saling mengasihi (1 Yoh. 3:14). Jaminannya, Roh Kudus akan memampukan orang percaya untuk menjadikan Firman Tuhan hidup dan mengubah tingkah laku kita menjadi seperti Kristus, teladan kita (2 Kor. 5:17). Tentu saja perubahan itu tidak terlihat secara drastis! Secara praktis, seseorang yang telah lahir baru “rindu” untuk membaca Firman Tuhan, memberitakan Injil, melakukan kebenaran, memuji Tuhan dan melakukan disiplin rohani lainnya. Lahir baru membangun rasa percaya dan taat sejati.

Pengajaran utama tentang kelahiran baru adalah: (a). Semua yang benar-benar orang Kristen pasti sudah lahir baru. (b). Semua orang yang sudah lahir baru pasti orang Kristen. (c). Kelahiran baru merupakan kondisi yang harus ada supaya orang dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga. (d). Kelahiran baru merupakan pekerjaan Roh Kudus yang didasarkan atas kedaulatan dan anugerah Allah. (e). Kelahiran baru mendahului iman. Hal ini merupakan inisiatif Allah di dalam keselamatan.

JADI, kelahiran baru sepenuhnya adalah pekerjaan Allah. Peristiwa ini baru merupakan permulaan bukan merupakan akhir dari maksud Tuhan bagi orang percaya. Tetapi, kelahiran ini harus menghasilkan hidup baru, dan kehidupan itu harus bertumbuh.

Lahir baru adalah bukti janji Allah akan anugerah keselamatan bagi manusia. Manusia yang setelah dilahirbarukan oleh Allah akan diberikan kemampuan untuk “mengarah kepada” dan mengenal pencipta-Nya secara pribadi, takut akan Nama-Nya, taat pada-Nya, rindu menjalankan semua hukum dan ketetapan-Nya, mencari-Nya dengan sungguh-sungguh dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta menjauhi larangan-Nya. Dia akan mampu mengambil keputusan untuk mematikan segala keinginan daging dan bertekad untuk hidup senantiasa mengikuti kehendak-Nya. (2 Kor. 15:7).

Pastikan bahwa orang percaya harus lahir dua kali, dengan menampakkan “bukti-bukti” kehidupan Rohani, seperti buah-buah rohani (Gal. 5:22-23) dan atau menerapkan “disiplin” rohani, seperti: berdiam diri dan bersaat teduh bersekutu bersama Allah, memperlajari dan merenungkan Firman-Nya, mengakui dan memuji-Nya, bersekutu dan beribadah bersama dengan orang-orang lain."

Ke Atas


Topik VI. KEHILANGAN KESELAMATAN?

[?] Jika Kita telah menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi, tapi Kita masih sering jatuh dalam dosa, apakah Kita bisa kehilangan keselamatan Kita? Atau kalau Kita ternyata mengerti konsep keselamatan secara salah, apakah Kita masih diselamatkan?

Pertanyaan Doktrinal ini mengingatkan perdebatan yang tidak berkesudahan antara Arius dan Athanasius... Hingga terjadinya berbagai gejolak dan perpecahan hingga adanya Konsili Nicea yang menengahi... Kedua hipotesis Doktrin Keselamatan ini memiliki kekuatan dan prinsip yang sama-sama Alkitabiah. Jadi, tidak perlu diperdebatkan, namun perlu dipelajari, diuji dan direnungkan dalam lingkup anugerah Tuhan yang tidak terselami.

Dari diskusi, paling tidak, ada tiga pendapat dominan. Seperti di bawah ini:

Pendapat Pertama: “Keselamatan itu Tidak Akan Hilang”

Jika seseorang yang jatuh ke dalam dosa karena kelemahan dan kealfaannya setelah percaya Kristus dan diselamatkan, maka dosa-dosanya itu tidak akan mengakibatkan ia kehilangan status keselamatan yang telah ia terima sebelumnya. Selain karena keselamatan orang-orang pilihan sudah ditetapkan sejak semula (‘pre-destinasi’), namun juga, karena anugerah Allah lebih besar dari pelanggaran-pelanggaran umat-Nya.

Tentunya, tidak berhenti sampai di sini saja. Jika karena berbagai faktor dan “ketidaksengajaan” atau karena ketidakberdayaan, yang mana orang percaya tidak sanggup menanggung sesuatu tekanan, sehingga “terjatuh” ke dalam dosa, segeralah bertobat dan memohon belas kasihan Tuhan dalam doa dan permohonan –- “Ampunilah kami akan segala kesalahan kami, seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” –- jika tidak, ia “menipu” dirinya sendiri (1 Yoh. 1:8). Jalan kemurahan, “minta pengampunan” ini tidak berlaku bagi “kambing-kambing” nakal yang sengaja menghianat anugerah Allah; sebaliknya, mereka akan digiring ke penghakiman.

Perlunya pertobatan setiap waktu bagi orang percaya, juga mengingatkan status keberadaannya yang sedang menjalani “proses ‘Sanctification’”. Orang percaya dituntut hidup kekudusan, semakin serupa Kristus dengan cara membenci Dosa dan hidup dalam kebenaran. Sebaliknya, jika seseorang yang "dinyatakan atau terlihat" telah bertobat dan lahir baru serta telah menerima segala "berkat rohani", tetapi jatuh dan terhilang (“tidak bertobat”); hal itu menunjukkan bahwa, memang sejak semula ia adalah seorang yang tidak percaya atau tidak termasuk dalam rencana keselamatan. Dengan demikian, Allah tidak berkenan menyelamatkannya..." Lagipula, di Yoh. 10:25-30, Yesus mengatakan, orang yang “bukan domba-Nya".

Pengertian “Tetap Selamat”, tidak berarti kondisi itu “melegalkan” dan “membenarkan” pelanggaran dan dosa serta sikap-sikap yang tidak bertanggungjawab untuk hidup semaunya bagi setiap orang percaya. Sebaliknya, justru semakin bersungguh-sungguh. Orang yang telah diselamatkan wajib melakukan segala sesuatu yang baik dan benar sebagai wujud “ucapan syukur” dan “kesakasian”. Jika tidak, maka, periksa diri masing-masing apakah sudah menjadi milik Allah?

Pendapat Kedua: “Keselamatan Bisa Hilang”

Alasannya: (1). Tuhan itu MAHA ADIL sekalipun Ia adalah Allah yang rahmani. Kekudusan-Nya tidak bisa dipisahkan dengan keadilan-Nya. Kasih Allah berbanding lurus dengan keadilan Allah. Allah tidak senang dengan manusia yang terus hidup dalam ketidakkudusan setelah diselamatkan. (2). Allah menyelidiki hati manusia. Apabila orang percaya “sengaja” hidup berdosa semaunya karena alasan sudah diselamatkan, maka Tuhan Yang Maha Kudus tidak akan tinggal di dalam hati manusia lagi! (3). Keselamatan bukan Jaminan ke Sorga! Sebab setiap manusia suatu hari akan menghadap Tahta Putih, Pengadilan yang jujur dan adil dimana semua orang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya selama dalam “waktu anugerah” ini. Penghakiman inilah yang akan memutuskan apakah manusia “selamat” atau “dihukum”. (4). Selain itu, berdasarkan Kitab Suci: (a). Adanya orang yang murtad, yang “meninggalkan kepercayaan”. (b). Kemurahan Tuhan menuntut kekudusan dan kesempurnaan, tidak untuk dipermainkan. (c). Ibr. 10:26, 27, menyatakan, "...jika kita sengaja berbuat dosa, sedudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikankan, penghakiman dan api...” (d). Demikian juga, jika orang percaya melakukan dosa yang mendatangkan maut, ia tidak akan diampuni! (1 Yoh. 5:16-17).

Pendapat Ketiga: “Ragu-Ragu!”

Berikut, presentatif dari pernyataan yang menunjukkan suatu “keraguan” dalam menjawab pertanyaan: “Apakah keselamatan bisa hilang...?”

(1). Konsep keselamatan: “jika seseorang sudah menerima Kristus pasti diselamatkan.” Itu adalah yang keliru. Alasannya, meskipun seseorang sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya, tetapi hidupnya tidak mencerminkan kehidupan yang berkenan sesuai ajaran-Nya, “sepertinya” tidak akan diselamatkan? (2). Keselamatan itu adalah anugerah dari Tuhan, benar! Tetapi manusia juga harus mengusahakan perbuatan baik dan menaati perintah-Nya. (3). Keselamatan itu bisa hilang dan bisa tidak. Tidak! Jika kita tidak peduli terhadap dorongan Roh Kudus untuk bertobat. Ya! Karena Roh Kudus mempunyai banyak cara untuk membuat kita bertobat.

Akibat Pemahaman Konsep Keselamatan yang Salah

Jika seseorang memiliki konsep, bahwa “ada keselamatan” di luar Yesus, maka konsep itu “SALAH TOTAL” dan berakibat pada kebinasaan kekal. Allah telah menunjukkan cara yang ajaib namun sederhana untuk menyelamatkan orang yg dikasih-Nya melalui Yesus Kristus. Di luar itu, tidak!

Bila orang Kristen memiliki konsep keselamatan dalam pengertian doktrinal, yang salah! Ia tetap diselamatkan? Alasannya: Doktrin tidak menyelamatkan, hanya Yesus saja! Jika pernyataan ini meragukan, maka... “Biar Yesus yang mengadili!” Namun, alasan paling mendasar dalam pernyataan ini adalah, bahwa Allah tidak menghakimi karena “ketidaktahuan” manusia. Tetapi, Allah menghakimi berdasarkan Firman dan segala pernyataan tentang Dia yang telah diwahyukan sejak purba kala -– berdasarkan Kitab Suci.

Dalam hal ini, orang percaya tidak dibenarkan “melegalkan” dan “bertekun” dalam mempertahankan “Konsep yang Salah”, misalnya ajaran doktrin yang bersumber dari: filsafat-filsafat manusia, dongeng nenek-nenek tua, tradisi-tradisi kekafiran dan juga “kebenaran-kebenaran” yang bersumber dari yang tidak kudus (Iblis atau Antikritus). Sebaliknya, seseorang berpegang pada konsep yang benar atas dasar penyelidikan Kitab Suci dan kesaksian iman sepanjang zaman. Namun, hendaknya ia mengujinya dan mendapatkan kebenaran yang sejati berdasarkan bimbingan Firman Tuhan dan Roh Kudus saja. Di luar Kitab Suci, konsep iman adalah RELATIF, sebaliknya konsep iman yang Alkitabiah, secara MUTLAK membimbing pada keselamatan. Alkitab “CUKUP” untuk memberikan informasi untuk keselamatan. Jadi, ujilah konsep iman kita, selebihnya, “...bertekunlah, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan-Nya itu.”

JADI, Keselamatan adalah "pemberian sepihak" dari Allah. Meskipun "Allah tidak wajib atau harus menyelamatkan kita." Ia hanya menyelamatkan sesuai kesenangan-Nya. Keputusan Allah untuk menyelamatkan sebagian orang dan membiarkan sebagian lagi binasa bukan karena Allah tidak adil, tetapi untuk menunjukkan bahwa keputusan-Nya adalah di atas segala-galanya dan mutlak dan berdaulat -- keputusan keadilan tertinggi dan "tak terselami". Bukankah pada Hari Penghakiman, akan ada dua golongan manusia; golongan yang "diselamatkan" dan "yang dihukum"? Apakah kita bisa berdalih? Tidak! Karena kita memang "pantas" dihukum dan karena karena kita hanyalah "tanah liat" di tangan Penjunan, Allah sendiri. Indikator dua kelompok manusia itu adalah: "yang percaya diselamatkan dan yang tidak, akan dihukum." Selebihnya, untuk menilai apakah orang tersebut "sudah" masuk dalam hidup dan rencana keselamatan Allah? Lihatlah dari perbuatannya. Apakah ia berkenan kepada Allah atau tidak. "dari buah-buahnyalah engkau menilai, apakah pohon itu baik atau jelek."

Jika seseorang yang "dinyatakan atau terlihat" telah bertobat dan lahir baru serta telah menerima segala "berkat rohani", tetapi jatuh dan terhilang (bertekun dalam kejatuhannya!); hal itu menunjukkan bahwa, memang sejak semula ia adalah seorang yang tidak percaya atau tidak termasuk dalam rencana keselamatan. Artinya, kelihatannya saja, ia adalah orang percaya, tetapi pada dasarnya hatinya menjauh dari Allah dan hidup dalam dosa. Dengan demikian, Allah tidak berkenan menyelamatkannya. Dengan ini, "Hendaklah masing-masing orang [kita] menguji dirinya sendiri; apakah ia berkenan kepada Allah atau tidak."

Keselamatan yang kita responi berdasarkan dorongan Roh Kudus itu harus dikerjakan dengan benar. Karena sikap dan tindakan benar yang keluar dari hidup orang percaya seringkali menunjukkan bahwa ia “setuju” dengan kehendak Allah.

Kesulitan “orang Kristen” menerima “misteri” pengajaran tentang keselamatan Alkitab ini adalah karena "ia memang merasa tidak pantas untuk diselamatkan". Selain itu, "karena ada juga yang tidak mampu menyelami betapa murah hati-Nya Allah di satu pihak", ketika Ia menyelamatkan seseorang dari kerusakkan totalnya. Pengajaran ini seharusnya memotivasi kita untuk bersungguh-sungguh dengan keyakinan dan tanggungjawab kita di hadapan Allah, Pencipta kita. Apalagi setelah kita mengetahui kebenaran itu!

Ke Atas


VII. PERTUMBUHAN ROHANI YANG ‘STAGNAN’

[?] Setelah seseorang menerima Kristus dan hidup menjadi seorang Kristen, mengapa seringkali kehidupan rohaninya semakin lama menjadi semakin kaku dan membosankan sehingga tidak lagi memiliki pertumbuhan rohani sebagaimana ketika pertama kali menerima Kristus? Bagaimana mengatasinya?

I. Mengapa Kerohanian Menjadi Kaku dan Membosankan?

Pertumbuhan rohani adalah “proses menjadi” serupa dengan gambar khalik-Nya (Bacalah 2 Pet. 1:3-8). Roh Kudus akan berdiam di dalam diri orang percaya (Yoh. 14:16-17), menjadikannya sebagai “ciptaan baru” di dalam Kristus (2 Kor. 5:17). Pribadi lama orang percaya akan diubah menjadi baru (Rom. 6-7), yakni kehidupan rohani yang menampakkan buah-buah roh (Gal. 5:22-33), dan menenggelamkan “perbuatan-perbuatan kedagingan” (Gal. 5:19-23).

Pertumbuhan rohani juga berlangsung seumur hidup, sejak dilahirkan baru. Proses ini memerlukan pemeliharaan melalui praktek-praktek dan disiplin-disiplin rohani (2 Tim. 3:16-17), atas bimbingan Roh Kudus (Gal. 5:16-26). Proses ini pasti akan terasa berat, membosankan dan melelahkan. Penyebabnya, selain karena kelemahan tertentu dalam diri orang percaya itu sendiri dan Iblis juga akan berupaya menggodanya. Ketika orang percaya bersatu dengan Kristus, ia akan menjadi musuh Iblis. Iblis tidak senang dan akan berupaya menjatuhkannya dengan berbagai-bagai cara, termasuk menggunakan berbagai masalah, kedukaan, kelemahan dan kelalaian pribadinya. Selain itu, orang percaya dibuat “terpesona” dengan dunia ini atau justru karena “pola pikirnya” belum berubah secara total sehingga mudah dimanfaatkan oleh Iblis.

Menerima Kristus dan hidup sebagai orang Kristen belumlah cukup apabila tidak menjadi pelaku Firman dan menanggalkan atribut keduniawian dan manusia lama kita. Beberapa orang mungkin teringat dengan pengalaman rohaninya pada masa lalu, ketika dibaptis dan sebagainya. Mereka merasa “berapi-api” dan bahagia karena merasa sudah “diselamatkan”. Mereka aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani serta menerapkan disiplin rohani pribadi secara teratur dan terencana. Tetapi, dalam waktu tertentu, beberapa di antara mereka akan diuji dan seringkali berakibat pada kemunduran dalam semangat rohaninya dan tidak sedikit juga yang “jatuh”.

Kemunduran ini mungkin disebabkan karena mereka “telah kehilangan kasih yang mula-mula”. Atau, mungkin juga karena merasa “sudah cukup dan merasa lelah” atau karena telah berpikir secara sempit, “cukuplah hanya menjadi Kristen, ‘diselamatkan’ dan ‘sedikit mengerti’ kekristenan”. Gejala ini semakin nyata, ketika mereka tidak lagi melakukan praktek-praktek dan disiplin-disiplin rohani yang praktis secara terencana.

Seseorang yang mengalami kemunduran rohani akan menunjukkan perilakunya yang pasif, lesu, kecewa, terluka, cepat tersinggung, dan sebagainya. Untuk menyembunyikan perasaan dan perilaku ini, seringkali mereka akan mencari tempat pelarian, misalnya, tenggelam dalam kesibukan pekerjaan, atau mengerjakan hobi secara berlebihan. Jika mereka “terjebak” dalam kegiatan atau percakapan “rohani”, mereka justru “menunjukkan” kekecewaan mereka karena kegagalan kehidupan rohani pihak lain. Ia, kemudian mengharapkan kehidupan rohani “hayalan”; menginginkan semua orang seperti yang ia inginkan! Harapan yang “menghayal” ini seringkali berujung pada sikap "MENGHAKIMI" sesamanya. Kegagalan kehidupan rohani pihak lain adalah “pembenaran” bagi kemunduran rohani pribadinya. Intinya, mereka sudah melupakan semua kebaikan Tuhan dan tidak lagi menjadi pelaku Firman, namun “mengasihani” diri sendiri atau sebaliknya, ia sudah kehilangan orintasi hidup yang berimbas pada kerusakan komunikasi dengan Tuhan dan dengan sesamanya.

Gejala-gejala ini teridentifikasi dalam perilaku-perilaku seperti berikut: (1). Kesombongan rohani: Merasa sudah dewasa secara rohani. (2). Kesibukan: Kesibukan kerja, keluarga bahkan ‘pelayanan’ membuat seseorang lupa dengan hal-hal rohani. (3). Kejenuhan: Terlalu sibuk bekerja dan melayani bisa berakibat pada pengabaian hal-hal rohani.

II. Solusi Mengatasi Kejenuhan Rohani

A. Solusi Pertama: “Disiplin Rohani”

Disiplin rohani adalah sebuah sikap dari dalam diri orang percaya yang bertekad -– commited -– untuk mau dan bertekun memanfaatkan atau menggunakan “alat-alat anugrah” yang direkomendasikan oleh Allah sendiri, yakni: Gereja (secara institusional), Alkitab, Doa-Doa dan Sakramen. Inlah sarana yang telah Allah khususkan untuk orang percaya.

Disiplin rohani secara praktis antara lain:

(1). Belajar Firman: mendengar khotbah-khotbah, mengikuti diskusi-diskusi, seminar-seminar dan kursus-kursus.

(2). Berdoa: mengaku dosa, berpuasa, minta hikmat, minta penguatan iman dan pengetahuan, dan “berdiam diri” -- mendengarkan suara Tuhan.

(3). Beribadah: Ibadah pribadi -- saat teduh, Ibadah keluarga (‘family altar’), dan Ibadah raya termasuk KKR dan sejenisnya.

(4). Pergaulan yang baik: Saling memperhatikan terutama dengan saudara seiman, interaksi dengan sesama secara positif dan mengerjakan pekerjaan yang baik.

(5). Bertekun: Ingat “kasih yang mula-mula”. Jangan berpuas diri. Jangan lelah. Jangan membanding-bandingkan dengan “rumput” tertangga. Jangan dipengaruhi situasi dan kondisi pelayanan Gereja.

(6). Rendah hati: Jangan "sombong", dalam arti, merasa mengethui banyak mengenai Firman Tuhan, bersikap senioritas, mencari popularitas, bersikap meremehkan pendapat orang. Jangan cepat tersinggung. Tidak “sok” rohani dan “sok” tahu Firman Tuhan.

(7). Konsultasi rohani: Pemberesan kepahitan, terbuka terhadap kelemahan-kelemahan pribadi, meninjau ulang (‘review’) aktivitas pribadi.

(8). Toleransi: Jangan memandang pekerjaan atau status seraya memaknai juga keperbedaan kualitas iman dan pengetahuan antar pribadi.

(9). Kesaksian: Membagikan kesaksian – ‘sharing’. Mengambil bagian dalam pelayanan dan melakukan tugas penginjilan pribadi serta mengunjungi saudara seiman yang sedang dalam kesusahan mereka dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial.

(10). Bergereja: Berjemaat, kebaktian, terlibat melayani, memberikan persembahan dan mengikuti Sakramen (Perjamuan Kudus) secara teratur dan memberikan pertolongan.

B. Solusi Kedua: “Keseimbangan Rohani”

Sebaliknya, orang Kristen memang terpanggil untuk BERSEKUTU tetapi juga terpanggil untuk membuat prioritas rohani.

Sejujurnya, kebanyakan orang (Kristen) adalah 'sok' sibuk dalam dua sisi kehidupan. Seperti Maria dan Marta, kita semua terjebak dalam dua pilihan, antara 'mendesak' dan 'perlu'. Ketika Yesus berkata bahwa apa yang dikerjakan oleh Maria itu perlu, baik, dan kekal, Ia memperlihatkan tiga bahaya yang timbul sebagai akibat dari kesibukan yang berlebihan.

(1). Yang "mendesak" dapat menyisihkan yang "perlu". Jika kita ingin setia kepada Yesus dan melakukan apa yang wajib kita lakukan, kita harus memisahkan hal-hal yang meminta perhatian kita dari satu hal yang benar-benar perlu, semua sasaran, cita-cita, kegiatan, dan keinginan pribadi kita harus diimbangi oleh satu hal yang paling penting -- hubungan kita dengan Tuhan.

(2). Yang "baik" dapat menyisihkan yang "terbaik". Terbaik berarti yang berharga. Kita dapat melakukan segalanya. Karena itu, kita harus pandai memilih supaya kita mengerjakan hal-hal terbaik.

(3). Yang "sementara" dapat menyisihkan "yang kekal". Kebanyakan orang Kristen lebih mendahulukan hal-hal yang perlu, hal-hal terbaik, tetapi menyisihkan hal-hal yang rohani, hal-hal yang kekal.

JADI, agar kerohanian tidak stagnan, penuhilah hidup kita dengan tiga unsur di bawah ini, yaitu:

(1). Penuhi hidup kita dengan Allah. Tragedi dalam kehidupan banyak orang adalah bahwa mereka memisahkan diri dari Allah. Tanpa Allah akan selalu ada kekosongan dalam hidup kita. Melalui iman kita dapat menyerahkan hidup kita kepada Allah sebagaimana Ia dikenal dalam diri Yesus Kristus. Allah kemudian datang untuk mengisi hati kita dan kekosongan pun hilang. Sementara kita hidup dengan Dia, kita menikmati damai sejahtera, tujuan, dan kuasa yang membuat hidup ini berharga.

(2). Penuhi hidup kita dengan kasih. Tidak ada sesuatu pun yang dapat lebih membawa kepuasan abadi dalam hidup ini daripada sukacita menolong orang lain. Harus ada waktu yang diluangkan untuk beristirahat, untuk bersantai, untuk meningkatkan diri, untuk beribadah, dan untuk pelayanan sukarela. Kita harus mengisi hidup dengan kasih dan pelayanan.

(3). Penuhi hidup kita dengan pengharapan. Pengharapan adalah penantian yang penuh sukacita. Kristus tidak hanya memberikan pengharapan yang akan datang, tetapi juga memberi kita pengharapan saat sekarang. Jika seseorang mempunyai alasan-alasan untuk hidup, maka ia dapat tahan menanggung hampir semua segi kehidupan. Jika tidak, kehidupannya akan runtuh.

C. Kasus: “Bahaya Kemunafikan”

[?]“...Dari pada saya kecewa karena melihat banyak kemunafikan terjadi di Gereja, maka saya lebih baik menggantungkan hidup saya pada Tuhan saja, masih mendingan melihat kemunafikan yang terjadi di luar Gereja...”

Kasus ini mengingatkan, bahwa kemunafikan adalah bahaya “laten”; mengancam semua orang. Dalam ancaman ini, orang Kristen terpanggil untuk bersikap JUJUR atau TULUS! Penyerahan diri yang benar membuat kita menjadi pengikut Kristus yang sejati. Dalam pengajaran-Nya, Yesus memberitahukan kepada kita tiga hal mengenai kemunafikan yang akan menolong kita untuk waspada terhadapnya.

(1). Tidak ada seorangpun yang kebal terhadap kemunafikan. Artinya, ADA kemunafikan tertentu dalam diri semua orang.

(2). Kemunafikan adalah jenis dosa yang paling buruk. Kemunafikan merupakan dosa yang dikutuk Yesus sangat keras. Janganlah hendaknya ada kepura-puraan dalam diri anda. Jadilah seorang yang tulus, sejati dan konsekuen.

(3). Anda tak dapat bebas dari hukuman. Kita tidak dapat membohongi Allah, semua akan disingkapkan, termasuk kemunafikan. Allah mengetahui semuanya. Oleh sebab itu, orang Kristen sejati adalah pengikut Kristus yang tulus dan tidak munafik.

Ke Atas


Topik VIII. DOKTRIN DAN KEHIDUPAN KRISTEN

[?] Apakah pentingnya mempelajari doktrin Kristen yang benar? Apakah jika kita memiliki doktrin yang benar otomatis hidup Kristen kita juga benar? Bagaimana supaya doktrin Kristen dan hidup Kristen kita bisa berjalan seiring?

Doktrin dari akar kata “pengajaran”. Dalam tradisi Kristen, menyampaikan ajaran sama artinya dengan menyampaikan “Kehendak Allah” -– hasil pengenalan yang baik dari Kitab Suci –- bukan secara abstrak, bukan pula demi memperkembangkan kemampuan berpikir seseorang, tetapi bertujuan, agar yang diajarkan memutuskan untuk taat kepada Allah. Di Gereja, pada prinsipnya, pengajaran atau doktrin termasuk karunia dan isi utamanya adalah “PENGARTIAN” Kitab Suci serta dorongan untuk hidup baik. Pengajar utama doktrin gereja adalah Roh Kudus. Doktrin Kristen harus berdasarkan Kitab Suci, sehat, baik dan menyelamatkan.

Dalam perkembangannya, doktrin dapat dipahami sebagai prinsip-prinsip kebenaran yang “ditemukan” dan diajarkan secara konsisten di dalam dan oleh Alkitab. Oleh para teolog atau rohaniawan, prinsip-prinsip itu diselidiki dan disusun secara sistematis dan akumulatif, sehingga membentuk tema-tema tertentu sebagai "pokok-pokok kepercayaan" yang dapat diajarkan secara konsisten, bertangungjawab dan benar. Pusat doktrin adalah Kristus dan pengajaran-Nya. Boleh juga dikatakan, bahwa doktrin merupakan hasil kesimpulan yang sistematis dari apa yang tertulis dalam Alkitab dalam pokok pembahasan tertentu untuk dipercayai sebagai pengakuan iman dan kehidupan praktis. Doktrin dalam kehidupan orang Kristen adalah panduan untuk memahami pesan Alkitab secara keseluruhan dan sebaliknya menjadi panduan kehidupan praktis. Memiliki doktrin yang benar jelas sangat penting karena membimbing kepada KESELAMATAN.

Belajar Doktrin tidak sekadar untuk “mengetahui” tetapi untuk “memahami” secara mendalam dan komprehensif mengenai dasar-dasar kekristenan yang benar dan dapat dipertanggung-jawabkan. Secara praktis, memahami doktrin bertujuan agar hidup orang percaya mempunyai pedoman yang pasti dan terhindar dari kesesatan atau diombang-ambingkan oleh Setan dan sumber-sumber pengajaran palsu lainnya yang tidak sesuai dengan firman Tuhan (Ef. 4:4). Pengetahuan doktrin yang baik akan memerdekakan (Yoh. 8:32); itulah sebabnya, doktrin yang benar harus “dipertahankan”. Karena doktrin yang benar dan pasti akan digunakan untuk “mengevaluasi” setiap ajaran lain yang “menyusup”.

Memiliki doktrin yang benar, adalah dasar untuk mempunyai hidup yang benar. Doktrin itu tidak hanya menjadi pengetahuan secara ‘cognitive’, tetapi juga secara ‘psychomotoric’; harus dicerminkan dalam sikap dan perbuatan. Doktrin harus ditunjukkan secara konsisten dalam tindakan-tindakan atau disiplin rohani. Supaya doktrin dan hidup Kristen bisa berjalan seiringan, diperlukan sikap “berketetapan hati” dan “bertekun”. Kedua sikap ini akan membentuk kerohanian pribadi Kristen yang “tidak munafik”, namun konsisten. Sambil tetap waspada, bahwa sebagai manusia, orang percaya masih mempunyai sifat kedagingan yang rentan. Itulah sebabnya, orang percaya harus mengandalkan Roh Kudus sebagai “Pembimbingnya” untuk melaksanakan doktrin dengan benar, seperti yang dikehendaki-Nya.

Doktrin dapat dipahami dengan kekuatan ‘cognitive’ / pikiran, tetapi hidup benar merupakan perjuangan ('passion'); perpaduan antara pikiran, perasaan, perbuatan, perkataan dan tingkah laku yang menuju kepada kekudusan pribadi.

Mengetahui doktrin dengan baik dan benar “memang” tidak serta-merta menjadi “jaminan” bahwa hidup orang Kristen menjadi benar. Tetapi sebaliknya, seseorang tidak mungkin mengetahui dan dapat melakukan kehendak Tuhan dengan benar tanpa memahami dan memiliki doktrin yang baik dan benar. Memahami doktrin Kristen yang benar mengarahkan iman kita kepada kehendak Tuhan yang menyelamatkan. Dengan memiliki doktrin Kristen yang benar, kita mengenal siapa Allah kita yang sebenarnya. Doktrin mempengaruhi cara pandang kita terhadap hidup, Tuhan, diri sendiri, dan orang lain.

Kelemahan dan kelalaian manusia sering menjadi halangan untuk kita menjadi orang percaya yang konsisten dengan pengajaran dokrinal yang benar. Meskipun seseorang memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang doktrin-doktrin Kristen yang alkitabiah, namun jika hatinya tidak taat dan tidak mau tunduk di bawah bimbingan Roh Kudus untuk hidup sesuai dengan kebenaran-Nya, maka tidak mungkin seseorang dapat memiliki hidup yang benar. Tanpa memiliki pedoman hidup yang benar dan menjalani pola hidup yang benar, maka hidup kita akan tidak menentu. Alangkah bijaknya Allah! Ia memberikan pengajaran agar kita mengenal Dia dan hidup di dalam Dia.

Ke Atas


Kontributor atau Peserta Diskusi:

Anton Priyadhi - Chatty Mintje - Christian Yanto - David Ho - Dedy Yanuar - Dwi Wong - Ivan Hariman – Iwan – Joshua - Lilik Sulistiawati - Loudy Rauan – Oktavianus - Victor Prahara - Yohanna Prita Amelia – Yuli - Yulien Djong - Yuli Rahayu - Evelyn Natalia - Gerard Binilang

Sola Gratia,
Riwon Alfrey

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA