MPK - Pelajaran 04

Nama Kelas : Membina Pernikahan Kristen
Nama Pelajaran : Berbagai Bentuk dari Keluarga
Kode Pelajaran : MPK-P04

Pelajaran 04 -- Berbagai Bentuk dari Keluarga

Daftar Isi

  1. Keluarga Tanpa Anak
    1. Pola Perjanjian Lama
    2. Pola Perjanjian Baru
    3. Prinsip Baru dari Tuhan Yesus
    4. Beberapa Kepercayaan yang Salah
  2. Keluarga dengan Orang Tua Tunggal
    1. Penyebab Menjadi Orang Tua Tunggal
      1. Pasangan Meninggal
      2. Perceraian
      3. Tidak Menikah (Anak di Luar Nikah)
    2. Mengisi Peran yang Hilang
      1. Jika Hanya Ibu
      2. Jika Hanya Ayah
  3. Orang Tua yang Tidak Sepadan (Beda Agama)

Doa

Pelajaran 04 -- Berbagai Bentuk dari Keluarga

Ketika kita berpikir tentang sebuah keluarga, pada umumnya kita berpikir tentang pasangan suami istri dan anak-anaknya. Dalam Pelajaran ini, kita akan melihat pola keluarga yang berbeda. Ada pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak, ada keluarga yang hanya memiliki satu orang tua, dan ada juga pasangan suami istri yang tidak sepadan. Allah mengasihi semua pola keluarga ini jika mereka mau menyerahkan diri kepada Tuhan.

  1. Keluarga Tanpa Anak
  2. Tidak semua keluarga dikaruniai anak oleh Tuhan. Jika kembali kepada prinsip keluarga sejati, yang mengharapkan keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak, kondisi tanpa anak akan membuat keluarga merasakan kekurangan. Kita perlu belajar apa yang dikatakan Alkitab mengenai keluarga tanpa anak dan bagaimana Tuhan melihat kondisi keluarga ini.

    1. Pola Perjanjian Lama
    2. Pada masa Perjanjian Lama (PL), mempunyai banyak anak dianggap sebagai berkat bagi keluarga. Banyak anak artinya Tuhan berpihak pada mereka. "Istrimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN." (Mzm. 128:3-4) Sebaliknya, tidak mempunyai anak dianggap sebagai aib, suatu tanda bahwa Allah tidak memberkati mereka. Namun di pihak lain, kita juga melihat bahwa tanpa anak, keluarga PL sebenarnya masih dihargai. Elkana berkata kepada istrinya Hana yang tidak mempunyai anak, "Bukankah engkau lebih berharga bagiku daripada sepuluh anak laki-laki?" (1Sam. 1:8).

      Bangsa Israel tinggal di antara bangsa-bangsa penyembah dewa-dewa kesuburan. Namun, bangsa Israel memandang Allah sebagai sumber Pemberi hidup dan berkat satu-satunya, "buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu" (Ul. 28:4). Bacalah Kej. 30:1-2 untuk mendengarkan tangisan Rahel yang mengeluh kepada suaminya karena tidak memiliki anak. Yakub dengan marah menjawab "Akukah pengganti Allah yang telah menghalangi engkau mengandung?"

    3. Pola Perjanjian Baru
    4. Dalam Perjanjian Baru (PB), setelah kedatangan Sang Mesias, ada perubahan sikap terhadap ibu. Ada perubahan secara berangsur-angsur tentang pemikiran bahwa hal paling utama bagi wanita adalah memiliki anak. Nilai dari seorang wanita tidak lagi bergantung pada jumlah anak yang dilahirkannya. Namun, titik beratnya beralih dari kelahiran secara fisik menjadi kelahiran secara rohani, yaitu menjadi keluarga Allah melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus.

      Dalam 1Tim. 5 juga disebutkan tentang hal mempunyai anak. Paulus menasihatkan untuk menangani masalah janda-janda yang masih muda, mengikuti apa yang diinginkan oleh budaya setempat, yaitu menikah lagi dan mempunyai anak. Alasannya adalah masalah moral (1Tim. 5:11) dan masalah beban hidup (1Tim. 5:16).

    5. Prinsip Baru dari Tuhan Yesus
    6. Tuhan Yesus menghormati ibu-Nya, Maria. Namun, Ia menunjukkan bahwa dalam pandangan Allah, seorang wanita tidak hanya dihargai karena kemampuannya melahirkan anak, tetapi karena melakukan kehendak Tuhan. Bacalah dalam Luk. 11:27 tentang wanita yang berteriak di antara orang banyak, "Diberkatilah rahim yang telah melahirkan Engkau dan buah dada yang menyusui Engkau." Yesus menjawab, "Berbahagialah orang-orang yang mendengarkan firman Allah dan menaatinya." Ada banyak karunia lain yang sama pentingnya dengan karunia memiliki anak. Seseorang dapat menyenangkan Allah dengan mempunyai anak atau tanpa anak.

    7. Beberapa Kepercayaan yang Salah
    8. Ada beberapa idealisme dalam pernikahan. Salah satunya adalah pernikahan dipandang sebagai alat prokreasi (alat atau sarana untuk mempunyai anak). Anak adalah fokus atau orientasi utama dalam pernikahan. Ini adalah pemikiran yang salah. Pemikiran apa lagi yang salah?

      1. "Tidak punya anak adalah kesalahan istri."
      2. Yang benar: Tidak mempunyai anak bukanlah "kesalahan" suami ataupun istri. Saat ini, ada cara-cara medis yang dapat dilakukan untuk menolong pasangan untuk mempunyai anak, dan mereka hendaknya tidak ragu-ragu untuk meminta nasihat dari dokter yang kompeten.

      3. "Tidak mempunyai anak berarti pernikahannya gagal."
      4. Yang benar: Meskipun tidak ada anak-anak yang dilahirkan, ada banyak alasan pernikahan dapat terus bertahan, berbahagia, dan diberkati. Mempunyai anak hanya salah satu alasan adanya pernikahan. Dapat saling berbagi kasih, membantu untuk menjadi apa yang Allah inginkan, menguatkan, dan menghibur -- semuanya itu dapat memberikan kepuasan yang penuh. Kemampuan melahirkan anak belum membuktikan apa-apa. Masih ada banyak lagi yang bisa ditunjukkan untuk membuktikan bahwa ia adalah seorang ibu atau ayah yang baik.

      5. "Tidak mempunyai anak merupakan hukuman Allah atas dosa."
      6. Yang benar: Tidak dikaruniai anak bukanlah tanda bahwa Allah sedang menghukum dosa kita. Anak adalah salah satu karunia Allah, masih ada banyak karunia lain yang dapat Allah berikan untuk Anda.

      7. "Jika mereka berdoa dengan sungguh-sungguh, mereka pasti akan mendapatkan anak."
      8. Yang benar: Jika sepasang suami istri mengasihi Allah, mereka harus percaya bahwa apa pun yang diberikan Allah kepada mereka adalah yang terbaik, dan bukan terbaik nomor dua. Jika pasangan telah berkonsultasi dengan dokter yang baik, sudah melaksanakan nasihatnya, dan berdoa dengan sungguh-sungguh supaya mendapatkan anak -- tetapi kemudian tidak ada anak yang dilahirkan -- Tuhan mempunyai sesuatu yang lebih baik bagi pasangan tersebut.

  3. Keluarga dengan Orang Tua Tunggal
  4. Ada keluarga yang hanya mempunyai satu orang tua (orang tua tunggal/single parent). Apa penyebabnya? Mari kita simak poin-poin berikut.

    1. Penyebab Menjadi Orang Tua Tunggal
    2. Hal-hal yang bisa menyebabkan orang tua menjadi "single parent" bisa karena kematian, perceraian, atau hidup yang tidak bertanggung jawab sehingga memiliki anak di luar nikah.

      Yang Allah inginkan adalah sebuah rumah tangga lengkap, yang terdiri dari ayah dan ibu yang saling mengasihi. Namun, banyak orang yang akhirnya membesarkan anak-anak seorang diri. Meski demikian, kita patut berterima kasih kepada orang tua tunggal yang rela menerima tanggung jawab ini.

      1. Pasangan Meninggal
      2. Ketika anak-anak kehilangan salah satu dari orang tua karena kematian, orang tua yang masih hidup mempunyai tugas yang berat untuk mengasuh anak-anak sendirian. Sementara itu, ia juga berduka dan hidup menyesuaikan diri setelah pasangannya meninggal.

      3. Perceraian
      4. Perceraian bukanlah dosa yang tidak bisa diampuni. Allah juga mengasihi orang yang telah bercerai. Namun, orang yang bercerai akan sangat bersalah jika dia tidak mencari dan menerima anugerah pengampunan dari Allah. Bagaimanapun perceraian bukanlah cara tepat untuk menangani masalah pernikahan. Perceraian melemahkan semangat, menghancurkan impian-impian, dan mencerai-beraikan keluarga. Perceraian juga melemahkan kehidupan karena mengakibatkan kesepian, kepedihan, dan kedukaan. Perceraian merupakan pengumuman secara hukum di hadapan umum tentang hancurnya sebuah keluarga. Hal ini jahat di mata Tuhan, Pencipta dari keluarga. "Sebab Aku membenci perceraian," TUHAN, Allah Israel, berfirman dalam Mal. 2:16. Bacalah juga Mrk. 10:2-12 untuk belajar apa yang Yesus ajarkan tentang perceraian. Secara positif, Tuhan Yesus mengatakan bahwa pernikahan adalah dari Allah dan tidak boleh dihancurkan manusia.

      5. Tidak Menikah (Anak di Luar Nikah)
      6. Ada juga kehidupan orang tua tunggal yang tidak menikah. Mereka gagal mengikuti rencana Allah dan sekarang harus merawat anak di luar nikah. Ini juga menjadi tugas yang berat. Mereka bergumul mencari kehidupan yang baik bagi anaknya agar dapat bertumbuh sesuai dengan belas kasihan Tuhan. Namun, Allah menerima kita apa adanya dan Dia mengasihi orang-orang yang berbalik dari kesalahannya. Dia mengampuni kehidupan kita yang untuk sementara keluar dari rencana-Nya dan gagal menerima berkat-berkat yang sudah disiapkan-Nya bagi kita. Karena itu, kita harus menerima pengampunan-Nya, dan mulai hidup dalam jalan-Nya, dan mendidik anak menurut jalan Tuhan (Ams. 22:6).

    3. Mengisi Peran yang Hilang
    4. Membesarkan anak seorang diri harus siap dan mampu untuk berperan ganda, menjadi ibu sekaligus ayah. Bahkan, tidak hanya membesarkan dan mendidik anak, tetapi sekaligus harus mencari nafkah. Menjadi orang tua tunggal juga harus bisa mengatur waktu dengan baik, mulai dari menyediakan waktu untuk anak, pekerjaan, pendidikan, sampai bagaimana mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam keluarga. Tugas yang seharusnya ditanggung berdua (ayah dan ibu) sekarang harus diemban seorang sendiri, dan ini tidak mudah.

      Namun, ada janji Tuhan yang menguatkan. Tuhan berjanji akan memelihara para orang tua tunggal dan memelihara anak-anaknya (Yer. 49:11). Allah yang akan menggantikan tempat sebagai Ayah, bagi anak-anak yang harus hidup tanpa ayah (Mzm. 68:6). Kita, sebagai orang percaya dan anggota tubuh Kristus, berkewajiban untuk membela orang tua tunggal dan anak-anaknya (Yes. 1:17).

    1. Jika Hanya Ibu
    2. Sebagai orang tua tunggal, ibu harus menjalankan peran sebagai ayah. Ia tidak hanya mengasuh anak, tetapi juga bertanggung jawab sebagai pencari nafkah bagi keluarga. Ibu juga harus membimbing anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Untuk dapat membimbing anak-anaknya secara rohani, ibunya sendiri harus memiliki kehidupan rohani yang baik sehingga anak-anak-Nya dapat mengenal Tuhan, merasakan kasih-Nya, dan menjadi teladan bagi anak-anaknya.

    3. Jika Hanya Ayah
    4. "Peran ayah sangat penting dalam mendidik anak, memberi teladan yang positif, dan menjadi gembala bagi keluarganya. Ayah memimpin seluruh anggota keluarga untuk beriman dan menyembah Tuhan dengan mengajarkan atau membaca firman Tuhan bagi anak-anak (lih. Ul. 11:19). Selain itu, seorang ayah juga tetap melakukan tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Ia juga harus hadir secara biologis, psikologis, sosial, dan religius bagi anak yang masih membutuhkan bimbingannya. Untuk itu, dia sendiri pun harus memelihara kehidupan rohaninya untuk menjadi contoh bagi anak-anaknya.

  5. Orang Tua yang Tidak Sepadan (Beda Agama)
  6. Dalam 1Kor. 7, Paulus berbicara tentang pernikahan dengan pasangan yang belum percaya. Paulus mengingatkan kita, "Allah sudah memanggil kita untuk hidup dalam damai sejahtera." Orang Kristen yang memiliki pasangan yang belum diselamatkan mempunyai tanggung jawab besar untuk mempraktikkan prinsip-prinsip kekristenan tanpa dukungan pasangannya. Dalam hal ini, orang Kristen tersebut harus ingat untuk tetap mengasihi dan melayani pasangannya dengan baik. Doakan agar melalui kesaksian hidupnya yang baik, ia dapat memenangkan pasangannya. Petrus secara khusus berbicara kepada seorang istri yang suaminya belum diselamatkan, mendorongnya untuk hidup dengan jalan yang memungkinkan bisa membawa suaminya untuk mengenal Tuhan (1Ptr. 3:1).

    Paulus memerintahkan kepada pasangan Kristen untuk tidak menghancurkan pernikahan, tetapi membebaskan pasangannya jika pasangannya yang belum percaya meninggalkannya. Bacalah 1Kor. 7:12-15, ketika pasangannya memilih untuk pergi, Ia membutuhkan kasih yang besar dan dukungan dari saudara-saudara seiman.

Akhir Pelajaran (MPK-P04)

Doa

"Tuhan, terima kasih untuk anak-anak yang Engkau karuniakan kepada kami. Berilah kami hikmat supaya dapat menjadi orang tua yang baik bagi mereka sesuai dengan kehendak Allah. Amin."

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA