TANDA-TANDA GEREJA

Pembicaraan mengenai hakikat gereja selalu sangat menarik perhatian saya. Terutama karena sejauh ini saya belum melihat adanya gereja yang secara utuh dan ideal menjalankan fungsi dan panggilannya sebagai gereja. Jika semua gereja boleh dibanding-bandingkan, maka setiap gereja selalu ada saja kekurangannya. Tapi jika saya mulai mengeluhkan kekurangan gereja, biasanya di belakang kepala saya akan ada rasionalisasi yang mengatakan, "Selama gereja ada di dunia dan anggotanya terdiri dari manusia-manusia yang berdosa, maka tidak ada gereja yang sempurna."

Ya, memang betul sih. Tidak ada gereja yang sempurna. Namun, fakta bahwa ada banyak gereja yang memiliki "terlalu" banyak kekurangan, sering membuat saya bertanya-tanya. Apa Tuhan betah, ya ada di sana? Lha wong saya saja tidak betah ... :)

Tuhan yang punya standar kemuliaan dan kesempurnaan yang mutlak, bagaimana mungkin Dia menerima gereja yang kadang begitu "amburadul"? Sering kali "amburadulnya" bukan hanya dalam hal fisik saja (hal-hal yang bisa dilihat/dialami secara konkret), tapi khususnya dalam hal-hal yang filosofis. Misalnya, panggilan gereja dalam memberi pengajaran yang benar atau pelayanan gereja yang sesuai dengan kehendak Tuhan, dll. Kadang gereja tak ubahnya seperti program kebersamaan dan kesejahteraan sosial saja. Gereja jarang terlihat prihatin dengan keadaan kerohanian jemaat. Rasanya belum pernah ada jemaat yang disapa pada hari Minggu dengan pertanyaan, "Bagaimana hubungan cinta kasih Anda dengan Tuhan?" atau "Apakah Anda bertemu Tuhan melalui firman-Nya hari ini?" Bahkan ada gereja-gereja tertentu yang hampir dalam kurun waktu yang cukup panjang tidak pernah membicarakan dosa, kesakitan rohani yang menggerogoti hidup jemaat, atau firman Tuhan! Nama Yesus pun cuma didengungkan karena disebutkan dalam bacaan firman Tuhan minggu itu. Kalau seperti ini, apa masih pantas gereja tersebut disebut gereja?

Tulisan di bawah ini, mungkin perlu menjadi perenungan kita semua dalam menghayati kehidupan bergereja. Kepekaan untuk mengerti panggilan Tuhan atas gereja kiranya menjadi pegangan kita dalam memperjuangkan hidup matinya gereja kita masing-masing.

"TANDA-TANDA" GEREJA

  1. Ada gereja-gereja yang sejati dan gereja-gereja yang tidak sejati (palsu).

    Apa yang membuat suatu gereja disebut sebagai gereja? Apa perlunya memiliki sebuah gereja? Bisakah sekelompok orang yang mengaku Kristen menjadi sama sekali tidak mencerminkan gereja yang sesungguhnya sehingga tidak lagi dapat disebut gereja?

    Pada awal abad berdirinya gereja Kristen, terjadi perdebatan kecil tentang apa yang disebut sebagai gereja sejati. Pada saat itu, hanya ada satu gereja di dunia, yaitu gereja yang "tampak" dan tentunya itulah yang merupakan gereja yang sejati. Gereja ini memiliki majelis, pendeta, dan bangunan gereja yang bisa dilihat oleh semua orang. Penyesat manapun yang didapati memiliki kesalahan pemahaman doktrin yang serius akan langsung dikeluarkan dari gereja.

    Tetapi pada masa Gereja Reformasi, pertanyaan penting muncul. Bagaimana kita mengenali gereja yang sejati? Apakah Gereja Katolik Roma merupakan gereja yang sejati atau bukan? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, orang harus menentukan lebih dahulu apa saja "tanda-tanda" dari gereja yang sejati, ciri-ciri yang membedakan yang menuntun agar kita bisa mengenalinya sebagai gereja yang sejati. Alkitab jelas berbicara tentang adanya gereja-gereja palsu. Paulus misalnya, berkata tentang kuil berhala di Korintus, "bahwa persembahan mereka adalah persembahan kepada roh-roh jahat, bukan kepada Allah" (1Kor. 10:20). Ia berkata kepada orang-orang Korintus, "Bahwa pada waktu kamu masih belum mengenal Allah, kamu tanpa berpikir ditarik kepada berhala-berhala yang bisu" (1Kor. 12:2). Kuil-kuil berhala ini jelas adalah gereja atau jemaah keagamaan yang palsu. Lebih lagi, Alkitab juga berbicara tentang jemaah keagamaan yang benar-benar merupakan "jemaah Iblis" (Wahyu 2:9; 3:9). Di sini Yesus menunjuk pada jemaat Yahudi yang mengaku dirinya Yahudi, tapi bukan Yahudi sejati yang memiliki iman yang menyelamatkan. Persekutuan keagamaan mereka bukanlah persekutuan umat Kristus, tapi orang-orang yang masih menjadi anggota kerajaan kegelapan, kerajaan setan. Ini jelas-jelas merupakan gereja palsu.

    Dalam banyak hal, ada kesamaan pendapat antara Luther dan Calvin dalam menjawab pertanyaan seputar hal-hal apa yang harus ada dalam gereja sejati. Dalam pengakuan iman Lutheran yang disebut Pengakuan Augsburg (1560), gereja didefinisikan sebagai "kumpulan orang-orang kudus di mana Kabar Keselamatan diajarkan dengan benar dan sakramen dijalankan dengan benar" (Pasal 7) [Dikutip dari Philip Schaff, "The Creeds of Christendom", hal. 11-12]. Hampir mirip, John Calvin berkata, "Di mana pun kita tahu firman Tuhan secara murni dikhotbahkan dan didengar, dan sakramen dijalankan sesuai dengan perintah Kristus, maka tidak diragukan lagi, di situlah ada gereja Tuhan" [Calvin, Institutes 4.1.9 (hal. 1023)]. Walaupun Calvin berkata tentang kemurnian khotbah firman Tuhan (Pengakuan Lutheran menyebutkan tentang khotbah Kabar Keselamatan yang benar) dan Calvin menyatakan bahwa firman Tuhan harusnya tidak hanya dikhotbahkan, tapi juga didengarkan (Pengakuan Augsburg hanya menyebutkan bahwa firman Tuhan harus diajarkan dengan benar), pemahaman mereka tentang ciri-ciri yang membedakan gereja sejati adalah hampir sama. [Pada pengakuan iman yang sekarang, ciri ketiga dari gereja yang sejati telah ditambahkan, yaitu menjalankan disiplin gereja. Dulunya, baik Luther atau Calvin tidak menyebutkannya.] Lain dari pandangan Luther dan Calvin tentang tanda-tanda gereja, kelompok Katolik Roma menegaskan pandangannya bahwa "gereja yang tampak", yang diwariskan sejak zaman Petrus dan para rasul, itulah "gereja yang sejati".

    Tepatlah jika kita mengikuti pandangan Luther dan Calvin tentang "karakteristik gereja" sebagai yang benar hingga hari ini. Jika gereja tidak mengkhotbahkan firman Allah, tapi hanya merupakan doktrin palsu atau doktrin manusia, tentunya gereja itu bukan gereja yang sejati. Pada beberapa kasus, kita mungkin sulit membedakan seberapa jauh suatu ajaran yang salah bisa ditoleransi sebelum suatu gereja tidak dapat lagi disebut sebagai gereja yang sejati. Namun, ada banyak kasus yang jelas-jelas dapat dikatakan bahwa gereja yang sejati itu tidak ada. Sebagai contoh, Gereja Yesus Kristus dan Orang-Orang Kudus Zaman Akhir (Gereja Mormon) yang tidak berpegang pada pokok-pokok doktrin Kristen tentang keselamatan atau kemanusiaan Tuhan atau kemanusiaan dan karya Kristus. Ini jelas merupakan gereja palsu. Sama halnya dengan Saksi Yehovah yang mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui perbuatan, bukan karena percaya pada Yesus Kristus saja. Ini adalah penyimpangan doktrin yang mendasar karena jika orang-orang percaya pada ajaran Saksi Yehova, mereka tidak dapat diselamatkan. Jadi, Saksi Yehova juga merupakan gereja palsu. Bila khotbah gereja ternyata menyembunyikan pesan keselamatan untuk para jemaatnya sehingga pesan Kabar Keselamatan tidak dinyatakan dengan jelas dan tidak diberitakan selama beberapa waktu, maka perkumpulan tersebut bukanlah gereja.

    Tanda yang kedua dari gereja adalah dilakukannya sakramen yang benar (baptisan dan Perjamuan Kudus), yang mungkin bertentangan dengan Gereja Katolik Roma yang berpandangan bahwa anugerah yang menyelamatkan diperoleh melalui sakramen. Karenanya, sakramen merupakan "perbuatan" yang akan menghasilkan usaha untuk mendapatkan keselamatan. Dengan cara ini, Gereja Katolik Roma menekankan pada pembayaran keselamatan daripada mengajarkan bahwa iman adalah sarana untuk mendapatkan keselamatan.

    Namun, ada alasan lain mengapa sakramen merupakan tanda dari gereja. Suatu ketika, suatu organisasi mulai mempraktikkan baptisan dan Perjamuan Kudus, ini merupakan organisasi yang berkelanjutan dan yang sedang "berupaya menjalankan fungsinya sebagai gereja". (Dalam masyarakat Amerika modern, suatu organisasi yang mulai bertemu untuk menyembah dan berdoa serta belajar pengajaran Alkitab pada hari Minggu pagi dapat digolongkan sebagai organisasi yang sedang berupaya menjalankan fungsinya sebagai gereja.)

    Baptisan dan Perjamuan Kudus juga bertindak sebagai "pengontrol keanggotaan" bagi gereja. Baptisan adalah sarana untuk mengakui keanggotaan seseorang di suatu gereja dan Perjamuan Kudus merupakan sarana yang menandakan bahwa seseorang melanjutkan keanggotaannya dalam gereja tersebut -- gereja menunjukkan bahwa mereka yang menerima baptisan dan Perjamuan Kudus adalah yang menerima keselamatan. Oleh karena itu, kedua sakramen ini menunjukkan bahwa gereja memikirkan keselamatan dan mereka terdaftar secara jelas, yang juga menjadi tanda dari gereja masa kini. Sebaliknya, kelompok yang tidak melaksanakan baptisan dan Perjamuan Kudus menunjukkan bahwa mereka tidak bermaksud untuk melaksanakan fungsi sebagai gereja. Seseorang mungkin saja berdiri di pojok jalan dengan sekelompok kecil pendengar dan mengkhotbahkan firman Tuhan, tapi kerumunan itu tidak dapat disebut sebagai gereja. Bahkan PA (persekutuan Alkitab) yang dilakukan di rumah bisa saja mengajarkan Alkitab tanpa perlu menjadi gereja. Tapi jika PA mulai membaptis sendiri petobat baru dan secara teratur mengadakan Perjamuan Suci, ini menunjukkan "suatu usaha untuk berfungsi sebagai gereja". Sulit dikatakan mengapa mereka tidak memutuskan saja menjadi gereja. ["Salvation Army" (Bala Keselamatan) merupakan kasus khusus karena meskipun tidak mempraktikkan baptisan dan perjamuan kudus, mereka memenuhi syarat untuk disebut gereja. Organisasi ini telah mengganti fungsi "pengontrol keanggotaan" kedua sakramen ini dengan sebuah cara identifikasi keanggotaan ala mereka sendiri.]

  2. Gereja Sejati dan Gereja yang Tidak Sejati Masa Kini

    Sehubungan dengan pembahasan pertanyaan yang muncul di masa Reformasi, bagaimana dengan Gereja Katolik Roma sekarang ini? Apakah mereka adalah gereja sejati? Kelihatannya untuk memutuskan tentang Gereja Katolik Roma secara keseluruhan tidak mudah karena terlalu beragam. Menanyakan apakah sekarang ini Gereja Katolik Roma merupakan gereja sejati sama dengan mempertanyakan apakah gereja Kristen Protestan saat ini merupakan gereja sejati atau palsu -- ada terlalu banyak aliran sekarang ini. Beberapa jemaat Gereja Katolik Roma secara pasti tidak memiliki dua tanda gereja di atas: tidak ada khotbah murni dari firman Allah dan pesan keselamatan Injil melalui iman dalam Kristus tidak dikenal atau diterima oleh jemaat ini. Keikutsertaan dalam sakramen-sakaramen dipandang sebagai "usaha/perbuatan" untuk memperoleh belas kasihan Allah. Kelompok yang memiliki pandangan demikian bukan merupakan gereja Kristen sejati. Sebaliknya, saat ini ada banyak jemaat Katolik Roma di berbagai belahan dunia di mana pendeta setempat memiliki pengetahuan keselamatan yang benar tentang Kristus dan memiliki hubungan pribadi yang jelas dengan Kristus melalui doa dan pemahaman Alkitab. Khotbah dan ajaran pribadinya tentang Alkitab banyak menekankan pada iman pribadi dan kebutuhan pribadi untuk membaca Kitab Alkitab dan berdoa. Pengajarannya tentang sakramen-sakramen lebih ditekankan pada aspek simbolis dan peringatan daripada tindakan yang dapat mendatangkan anugerah keselamatan dari Allah. Dalam hal ini, meskipun kita harus mengatakan bahwa kita masih memiliki perbedaan yang besar dengan ajaran Katolik Roma tentang beberapa doktrin [Perbedaan doktrin mendasar meliputi kelanjutan dari pengorbanan massal, kekuasaan Paus dan dewan gereja, penyembahan terhadap bunda Maria dan perannya dalam penebusan dosa, doktrin penyucian dosa dan tambahan dalam kitab-kitab kanon], namun tampaknya gereja seperti ini memiliki penafsiran yang sangat dekat dengan dua ciri gereja sehingga sulit untuk disangkal bahwa sesungguhnya gereja tersebut adalah gereja yang sejati. Kelihatannya, jemaat tersebut benar-benar adalah orang percaya dimana Injil diajarkan (meski pun tidak murni) dan sakramen dilaksanakan dengan lebih benar dibandingkan salah.

    Apakah ada gereja-gereja palsu di dalam aliran Protestan? Bila kita melihat ulang pada dua tanda yang membedakan di atas, menurut penilaian penulis lebih tepat bila dikatakan bahwa banyak gereja Protestan liberal saat ini yang sebenarnya adalah gereja palsu. [Kesimpulan yang sama juga dikemukakan oleh J. Gresham Machen sejak 1923: "Gereja Katolik Roma mungkin mewakili suatu perubahan pada agama Kristen; namun Liberalisme naturalistik sama sekali bukan kekristenan" (Christianity and Liberalism, Grand Rapids: Eerdmans, 1923, p.52).] Apakah Injil "perbuatan" dan ketidakpercayaan terhadap Alkitab yang diajarkan gereja-gereja palsu ini lebih menyelamatkan orang daripada apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik Roma pada masa Reformasi? Bukankah pelaksanaan sakramen yang tidak disertai dengan pengajaran yang benar pada orang-orang yang datang ke gereja, sama salahnya dengan Gereja Katolik Roma pada masa Reformasi yang memberi jaminan yang salah tentang pelaksanaan sakramen kepada orang-orang yang belum lahir baru. Apabila ada persekutuan orang yang menyebut diri mereka Kristen, tapi terus-menerus mengajarkan bahwa orang-orang tidak boleh percaya pada Alkitab mereka -- tentu saja pada gereja yang pendeta dan jemaatnya jarang membaca Alkitab atau berdoa dengan sungguh-sungguh, dan tidak percaya atau bahkan mungkin tidak mengerti tentang keselamatan yang hanya didapat dalam Kristus, bagaimana mungkin kita menyebutnya sebagai gereja sejati?



Bahan diterjemahkan dari:



Judul buku : Systematic Theology
Judul artikel : The "Marks" of the Church (Distinguishing Characteristic)
Penulis : Wayne Grudem
Pengantar : Yulia Oeniyati, Th.M
Penerbit : Zondervan Publishing House, Michigan 1994
Halaman:864 - 867
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA