PKB-Referensi 04b

Pelajaran 04 | Pertanyaan 04 | Referensi 04a

Nama Kursus : Penulis Kristen yang Bertanggung Jawab
Nama Pelajaran : Mencari dan Mengembangkan Ide Tulisan
Kode Pelajaran : PKB-R04b

Referensi PKB-R04b diambil dari:

Halaman: 14-19
Judul Buku : Teknik Penulisan Ilmiah-Populer
Judul artikel : Persiapan Menulis Artikel Ilmiah Populer
Penulis : Slamet Soeseno
Penerbit : Gramedia, Jakarta: 1982

REFERENSI PELAJARAN 04b - PERSIAPAN MENULIS ARTIKEL ILMIAH-POPULER

Pelajaran menyusun tulisan ilmiah kepada para mahasiswa itu (apa pun bahannya) jelas tidak diberikan dalam waktu singkat seperti kursus kilat atau penataran crash programme, melainkan secara terarah dan terencana, dalam waktu bertahun-tahun. Paling sedikit, mereka dilatih untuk menyiapkan 4 jenis tulisan dalam masa belajar 4 - 6 tahun di perguruan tinggi masing-masing.

Mula-mula, mereka diajar menulis term paper atau research paper (yang sering diperbincangkan sebagai paper begitu saja), kemudian meningkat ke penulisan technical report (Laporan Teknik) berisi basil Minor study yang mereka lakukan (pada jaman Belanda dulu disebut skripsi, yang berarti tulisan). Kemudian, mereka menulis: tesis tentang Major study yang mereka lakukan untuk mencapai gelar kesarjanaan tingkat Magister Sains. Kalau masih ada waktu, tenaga dan biaya, sarjana itu masih dapat menulis disertasi, untuk meraih gelar Doktor.

Yang dimaksud dengan research paper bukanlah tulisan yang didasarkan atas riset dalam arti penelitian ilmiah, lengkap dengan eksperimen segala, seperti yang diceritakan dalam Bab II di muka, (bila demikian, istilah yang dipakai ialah Research Report- atau Laporan Penelitian), melainkan hanya laporan tertulis tentang suatu penelitian topik tertentu saja. Research dalam hal ini bukan berarti penelitian, tetapi re-search (pencarian kembali). Istilah research paper pun harus diartikan "tulisan hasil pencarian kembali" informasi keilmuan, dalam bentuk literatur di perpustakaan.

Penyusunan tulisan ilmiah populer mirip sekali persiapannya dengan penulisan research paper. Keduanya harus mencari literatur yang berkaitan dengan topik yang hendak digarap, kemudian mengkaji kebenarannya dulu, sebelum menulis ulang menjadi naskah cerita.

  1. Penelahaan tema
  2. Mula-mula, penulis yang bersangkutan harus menelaah dulu tema (pokok bahasan) yang hendak digarapnya. Sebab, sebuah tulisan harus jelas dulu temanya, agar penulis tidak salah tafsir, kemudian salah mengumpulkan bahan dan akhirnya salah arah dalam pengerjaannya, sampai banyak bagiannya yang mubazir. Kadang-kadang, memang penulis itu sendiri yang terpaksa membuat dan menetapkan tema tulisan. Akan tetapi, kadang-kadang sudah ada "pesanan" (bukan pesan sponsor), dari masyarakat pembaca, lengkap dengan tema yang sudah disiapkan.

    Menelaah tema tidak cukup dengan hanya mencari jawaban jelas atas pertanyaan "Apa" (yang dimaksud dengan) tema itu, tetapi perlu pula mencari jawaban atas pertanyaan "Bagaimana" (pokok bahasan yang sudah ditemukan itu terjadi, atau dilakukan?)

    Biasanya, dengan uji kedua pertanyaan itu, tema yang hendak ditelaah sudah mulai jelas. Lebih jelas lagi, kalau tema itu mudah memberi jawaban atas pertanyaan "Apa sebab" (sampai terjadi begitu, atau harus dilakukan demikian?)

    Kadang-kadang, tema itu sudah jelas, tetapi rumusannya yang tidak tepat, sehingga menimbulkan salah tafsir. Kalau seseorang menulis tentang sukses Bimas Ayam misalnya, padahal yang harus disusun adalah tulisan tentang "Bagaimana cara meningkatkan hasil telur ayam melalui Bimas", penulis itu salah tafsir. Apalagi, kalau dalam tulisan itu tidak diceritakan langkah apa saja yang harus diambil pada usaha peningkatan produksi telur ayam secara intensif dan massal, melalui Bimbingan Massal.

    Ketidaksesuaian antara tema dan hasil garapan juga dapat terjadi kalau penulis, yang bersangkutan tidak taat pada tema karena ia merasa bahwa karya tulis yang "mencari jalannya sendiri" itu justru lebih alamiah bagusnya, daripada karya tulis yang dipaksakan agar patuh pada tema. Itu memang bisa (dan biasa) terjadi. Namun, lebih bagus lagi, kalau yang bagus itu terjadi pada tulisan yang temanya dikehendaki semula.

    Ada pula seorang penulis yang menghasilkan "Perkelahian sengit antara nelayan pukat harimau yang melanggar peraturan dan nelayan udang dogol", padahal seharusnya ia menyusun tulisan bertema: "Penangkapan udang dengan pukat harimau".

    Dalam sayembara penulisan, ketaatan pada tema itu dipakai sebagai patokan penilaian secara objektif. Betapapun bagusnya tulisan, kalau ia tidak taat pada tema, tulisan itu akan disisihkan. Dan, yang dimenangkan untuk memperoleh hadiah adalah tulisan yang sama bagusnya dengan yang pertama itu, tetapi yang taat pada tema.

    Dalam menelaah tema itu, penulis yang bersangkutan harus senantiasa ingat, bahwa tema yang terlalu luas jangkauannya selalu sulit digarap. Kalau dipaksa digarap juga, hasilnya pun terlalu mengambang sampai tidak mungkin dapat mendalam. Padahal, sebuah tulisan ilmiah populer tidak boleh menjalar kian kemari, melainkan khusus membatasi diri membahas topik tertentu itu saja yang mendalam.

    Karena itu, tema harus dapat dibayangkan ke arah "wilayah" pembahasan manakah penulisan akan ditujukan, agar jangkauan pembicaraan menyempit, sehingga dapat mendalam. Misalnya tema "Partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional". Mula-mula masih sulit digarap karena luasnya wilayah pembahasan. Akan tetapi, dengan menegaskan (sampai menjadi sempit) ke arah "peranan generasi muda dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat", mudahlah tema itu digarap lebih mendalam.

  3. Pola penggarapan dan jenis penuturan
  4. Untuk memudahkan penggarapan tema, penulis yang bersangkutan harus memilih salah satu atau dua pola penyusunan bahan di bawah ini, sebagai dasar penggarapan.

    1. Pola pemecahan topik
    2. Yang memecah topik yang masih berada dalam lingkup pembicaraan yang ditemakan, menjadi subtopik atau bagian-bagian yang lebih kecil dan sempit - tetapi tegas - kemudian menganalisa masing-masing. Misalnya, dengan memecah topik "Ekspor bekicot ke Perancis", menjadi subtopik jenis bekicot (yang mana yang dipilih untuk diekspor), pengolahan daging bekicot (dalam bentuk beku) dan peternakan (untuk menjaga kelestarian jenis, jangan sampai punah), penulis dapat membahas dan menganalisa tiap subtopik itu sampai mendalam sekali.

    3. Pola masalah dan pemecahannya
    4. Pola ini mengemukakan masalah (bisa lebih dari satu) yang masih berada dalam lingkup pokok bahasan yang ditemakan, secara jelas dulu. Kemudian, menganalisa pemecahan masalah yang dikemukakan oleh para ahli di bidang keilmuan yang bersangkutan.

      Misalnya, dengan mengemukakan masalah sejelas-jelasnya yang timbul pada topik "Pemupukan tanaman", kemudian mengemukakan mengapa memupuk tanaman kadang-kadang tidak berhasil dan malahan membunuh tanaman yang bersangkutan, dan bagaimana cara mengatasi (memupuk yang benar) supaya tidak gagal, penulis dapat mengemukakan petunjuk cara pemupukan yang dianjurkan oleh para ahli dan teknisi pemupukan tanaman.

    5. Pola kronologi
    6. Pola ini menggarap topik menurut urut-urutan peristiwa yang terjadi. Misalnya, dengan menggunakan topik "Perkembangan perkolaman di Indonesia", penulis dapat menceritakan riwayat usaha perkolaman sejak jaman Majapahit dulu sampai jaman kemerdekaan, kemudian menjelaskan lebih mendalam arah perkembangan teknik perkolaman yang terjadi dalam periode tertentu.

    7. Pola pendapat dan alasan pemikiran
    8. Pola ini baru dipakai, kalau penulis yang bersangkutan hendak mengemukakan pendapatnya sendiri tentang topik yang digarapnya, dan kemudian menunjukkan alasan pemikiran yang mendorong ke arah pernyataan pendapat itu.
      Pola ini sangat langka penggunaannya karena sulitnya mengumpulkan bukti dan evidensi (kenyataan yang mendukung kebenaran sesuatu pernyataan). Namun, kalau memang berhasil, tulisan itu merupakan sumbangan pemikiran yang asli. Nilainya lebih tinggi daripada tulisan yang digarap dengan pola lain.

    9. Pola pembandingan
    10. Pola ini mengemukakan dua aspek atau lebih dari sesuatu topik, dan menunjukkan persamaan dan perbedaannya. Pola dasar ini paling sering dipakai untuk menyusun tulisan, sampai kadang-kadang menjemukan. Padahal, pembaca sebenarnya ingin menikmati bahan bacaan santai yang menarik. Karena itu, sebaiknya dipakai secara hemat, kalau perlu benar saja.

    Agar lebih menarik lagi, biasanya penulis memakai gabungan dari dua pola penggarapan, atau lebih. Misalnya, dengan menggunakan pola kronologi pada pembahasan topik "Perkembangan perkolaman di Indonesia" di muka, penulis juga menggunakan pola pemecahan topik pada pembahasan tiap periode.
    Dari kelima pola dasar itu, pola "pemecahan topik" dan "pola masalah dan pemecahannya" dapat menghasilkan tulisan yang paling enak dibaca.
    Lalu apa jenis penuturan yang dihasilkan dengan menggunakan pola penggarapan di atas? Itu dapat berupa:

    1. Deskripsi atau gambaran tertulis
    2. Tulisan yang disajikan menggambarkan bagaimana wujud benda atau gejala dengan kata-kata dan kalimat. Kemahiran melukiskan sesuatu dengan kata-kata ini bergantung pada kemampuan penulis yang bersangkutan untuk mengamat-amati semua hal secara terperinci, dan kemudian mengungkapkannya kembali secara cermat pula dengan kata-kata yang tepat. Seorang penulis yang berhasil selalu memberi gambaran demikian rupa, hingga pembaca memperoleh kejelasan yang begitu jernih dan meyakinkan, meskipun ia sendiri belum pernah melihat benda atau mengalami kejadian yang dilukiskan itu.

      Deskripsi yang baik akan menunjukkan sesuatu kepada pembaca, dan menyentuh perasaannya yang peka. Untuk itu, selain pengetahuan umum yang memang harus luas, dimiliki oleh penulis, masih diperlukan pula kecermatan menggunakan kata-kata kerja yang aktif dan kata benda yang nyata. Membiasakan diri menyusun kalimat yang nyata dan aktif ini menolong benar memahirkan "menggambar" dengan tulisan, secara baik.

      Untuk melatih diri, sebaiknya menulis alinea lukisan dengan sesedikit mungkin menggunakan kata sifat yang umum dan keterangan tambahan yang bertele-tele. Kalau berhasil membuang sebanyak mungkin keterangan tambahan, dan hanya meninggalkan kata nyata yang sudah dengan sendirinya memberi gambaran yang jelas, maka kita berhasil sebagai penulis deskriptif.

      Kemahiran itu cenderung menghasilkan alinea yang hemat kata, tetapi cukup berbicara menyiratkan makna. Kata "lumpuh" misalnya, jelas lebih memudahkan para pembaca membayangkan seorang tua lanjut usia, daripada keterangan "berjalan tertatih-tatih". Dan kata "besar" lebih jelas daripada "tidak kecil".

    3. Narasi atau kisah
    4. Tulisan jenis ini menyajikan cerita rangkaian kejadian dalam jangka waktu tertentu. Dapat beberapa jam, beberapa minggu, atau beberapa tahun: Ciri
      narasi sering mengandung kata pembantu "sebelum", "sesudah", dan "ketika", serta ungkapan "dalam beberapa hari", atau "selesai anu, maka..."

      Yang menjadi dasar untuk menyajikan jenis penuturan narasi ialah aksi atau kegiatan nyata (bukan gagasan, rencana, motivasi, asumsi, alasan, dan lain sebagainya). Karena biasanya dipakai dalam penulisan karangan fiksi, maka dalam penulisan artikel ilmiah populer, cara ini hanya dipakai secara terbatas dalam menampilkan contoh dan urut-urutan kegiatan saja.

      Alinea yang diperlukan harus pendek, tanpa alasan mengapa dan bagaimana kejadian yang diceritakan itu berlangsung.

    5. Expose atau penjabaran
    6. Tulisan jenis ini menerangkan dan menafsirkan fakta, gejala atau kejadian. Alinea yang digunakan boleh saja berupa alinea deskripsi dan narasi, tetapi kemudian disusul dengan alinea penjelasan dan tafsiran, sehingga fakta itu memperoleh makna baru dan memegang peranan baru yang sebelumnya mungkin tak tertangkap "siratannya" oleh pembaca. Misalnya prosedur pembuatan telur asin; cara mengawinkan kodok, dan sebagainya. Sudah tentu perlu informasi teknis yang cukup dan teliti, agar dapat mengekspos kejadian, gejala, atau fakta itu.

      Penulisan artikel ilmiah populer biasanya menggunakan jenis tuturan expose ini, digabung dengan deskripsi dan sedikit narasi, bila hendak mengemukakan
      contoh.

    7. Argumentasi atau pencarian alasan
    8. Jenis ini erat sekali berhubungan dengan ekspos. Tujuan utamanya ialah mengemukakan pendapat atau bahan pertimbangan mengenai sesuatu pokok bahasan tertentu. Biasanya, sebagian besar dari artikel semacam itu mengemukakan fakta yang mendukung pandangan seseorang atau pandangan penulis yang bersangkutan sendiri, tetapi selalu diusahakan agar pandangan itu tidak subjektif, melainkan tetap objektif. Contohnya sebagai berikut:

      Kita tidak dibenarkan membenci dan mengritik pejabat sebagai perorangan, tetapi kita wajib membenci dan mengritik penyalahgunaan wewenang oknum pejabat, yang menyengsarakan rakyat.

      Kalau dirasakan, pendapat di atas bukan hanya pendapat penulis yang bersangkutan saja, tetapi pendapat umum yang objektif. Namun, bahayanya kalau kita mengemukakan hal-hal yang bersifat umum semacam itu, bahan bacaan itu tidak akan menarik. Apalagi kalau tidak disertai argumentasi yang didukung oleh evidensi yang dapat diandalkan kebenarannya. Sebab, meskipun penulis yang bersangkutan yakin bahwa pendapat yang dikemukakan itu benar, tetapi belum tentu berarti bahwa semua pembaca akan setuju. Karena itu, evidensi yang dipakai untuk mendukung argumentasi itu harus disajikan dengan pendekatan yang simpatik, masuk akal dan mudah diterima.

  5. Pengumpulan penunjuk literatur
  6. Informasi keilmuan yang cermat tidak mungkin kita peroleh dalam bentuk lisan. Walaupun itu disampaikan oleh seorang mahaguru atau pejabat tinggi departemen yang tangguh, ketepatannya masih belum juga dapat diandalkan. Informasi lisan sering kali salah ucap, atau ditutupi sebagian karena pertimbangan tertentu.

    Karena itu, sumber informasi keilmuan yang paling dapat diandalkan untuk dipakai sebagai landasan penulisan adalah sumber literatur (bahan bacaan), yang biasanya disimpan di perpustakaan. Itu dapat berupa dokumen Surat Keputusan, artikel dalam majalah, atau tulisan dalam buku, yang asli dan dapat dipercaya, tentunya.

    Untuk memperoleh informasi berbentuk bacaan, yang berkenaan dengan topik garapan, penulis yang bersangkutan harus mencari penunjuk literatur yang bersangkutan, dalam indeks beranotasi, atau Abstracts; katalog perpustakaan, dan daftar isi majalah, yang lazimnya dapat dipinjam dari perpustakaan yang bersangkutan, untuk diteliti di ruang baca.

    Indeks beranotasi ialah daftar nama judul dan penulis publikasi bidang tertentu, yang diberi catatan (berupa abstract atau sari) masing-masing. Biasanya indeks demikian diterbitkan secara berkala oleh perpustakaan pusat besar tertentu. (Lihat Daftar perpustakaan sumber informasi keilmuan).

    Judul publikasi yang diberi catatan itu disusun berdasarkan subyek (perihal) atau rubrik. Dan subyek itu dapat kita temukan dalam Daftar Isi, penunjuk nomor anotasi. Tetapi untuk mempercepat pencarian, lazimnya tersedia pula indeks pokok (dalam "Indeks beranotasi" itu), yang menunjuk nomor anotasi pula.

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA