Referensi 02a
Pelajaran 02 | Pertanyaan 02 | Referensi 02b | Referensi 02c
Nama Kursus | : | DASAR PENGAJARAN ALKITAB |
Nama Pelajaran | : | Allah, Yesus dan Roh Kudus |
Kode Pelajaran | : | DPA-R02a |
Referensi DPA-R02a diambil dari:
Judul Buku | : | Teologi Sistematika 1 |
Pengarang | : | Louis Berkhof |
Penerbit | : | Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1993 |
Halaman | : | 150 - 157 |
Garis Besar:
- Dalam keberdaan Ilahi hanya ada satu esensi yang tidak terbagi (ousia essentia).
- Dalam Keberadaan Ilahi yang satu ini ada tiga pribadi atau subsisten-subsisten individual, Allah Bapa, Allah Putra dan Allah Roh Kudus.
- Keseluruhan esinsi yang tidak terbagi dari Allah secara seimbang dimiliki oleh ketiga pribadi.
- Subsistensi dan tindakan dari ketiga pribadi ditandai oleh satu tingkatan yang jelas dan tertentu.
- Ada atribut-atribut personal tertentu yang dengannya tiga pribadi dibedakan.
REFERENSI PELAJARAN 02a - ALLAH, YESUS DAN ROH KUDUS
PERNYATAAN DOKTRIN ALLAH TRITUNGGAL
Doktrin Allah Tritunggal paling tepat dibicarakan secara ringkas dalam kaitannya dengan berbagai proposisi, yang akhirnya membentuk satu ringkasan iman gereja tentang hal ini.
Allah adalah satu dalam esensiNya atau dalam natur konstitusional- Nya. Sebagai Bapa Gereja masa awal memakai istilah "substantia" sebagai kata yang sinonim dengan kata "essentia", tetapi para penulis berikutnya menghindari pemakaian ini berkenaan dengan fakta bahwa dalam gereja Latin kata "substantia" dipakai untuk menunjuk pengertian "hupostasis" dan juga "ousia" dan dengan demikian menjadi amat membingungkan. sekarang ini istilah "substantia" dan "esensi" sering dipakai bergantian. Tidak ada keberatan akan hal ini, sejauh kita senantiasa ingat bahwa sebenarnya kedua kata ini mempunyai sedikit perbedaan arti. Shedd membedakan kedua kata itu demikian: "Esensi berasal dari kata esse, yang artinya 'ada' atau 'adalah' (to be) dan menunjuk kepada keberadaan yang energik. kata "substansi" berasal dari kata "substare" dan menunjukkan arti menerangkan Allah sebagai sum-total dari kesempurnaan yang tidak terbatas; Istilah "substansi" menggambarkan Allah sebagai dasar terpenting dari kegiatan yang tidak terbatas. Jika dibandingkan maka esensi adalah satu kata yang aktif, sedangkan substansi adalah kata yang pasif. Esensi adalah istilah spiritual, dan substansi adalah istilah material. Kita membicarakan tentang substansi material dan bukannya materi esensial." Karena kesatuan Allah telah dibicarakan dalam bagian sebelumnya, sekarang tidak lagi perlu kita membicarakan hal ini lagi. Proposisi berkenaan dengan kesatuan Allah didasarkan atas ayat-ayat seprti Ul 6:4; Yak 2:9 tentang eksistensi diri dan ketidakberubahan Allah, dan berdasarkan kenyataan bahwa Ia diidentifikasikan dengan kesemprunaanNya sebagaimana ketika Ia disebut sebagai hidup, terang, kebenaran dan sebagainya.
Hal ini dibuktikan oleh berbagai ayat yang mensubstansikan doktrin tentang Allah Tritunggal. Untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan ini dalam diri Allah, para penulis Yunani biasanya memakai istilah hupostatis, sedangkan para pengarang Latin memakai istilah persona dan kadang-kadang substantia. Karena istilah hupostatis bisa menyesatkan dan istilah persona bisa menimbulkan kebingungan, orang- orang terpelajar memilih satu kata lain yaitu subsistentia. Perbedaan dari istilah-istilah yang dipakai menunjukkan kenyataan bahwa ketidaklengkapan mereka selalu dirasakan. Pada umumnya disetujui bahwa istilah "person" hanya merupakan pengungkapan yang tidak sempurna dari ide ini. Dalam pemilihan kata yang umum dari subsitentia ini menunjukkan arti rasional dan moral individual yang terpisah, memiliki kesadaran diri, dan sadar akan identitasnya walaupun terjadi berbagai perubahan. Pengalaman mengajarkan bahwa di mana kita memiliki seseorang, kita juga memiliki esensi individual yang berbeda. Setiap orang adalah individu yang berbeda dan terpisah, yang di dalamnya natur manusia diindividualkan. Akan tetapi dalam diri Allah tidak ada tiga individu bersama-sama dan terpisah satu dengan yang lain, tetapi hanyalah perbedaan diri pribadi dari esensi Ilahi, yang bukan saja secara generik tetapi juga secara numerik adalah satu. Sebagai akibatnya banyak orang lebih suka berbicara tentang tiga hipostasis dalam diri Allah, tiga cara keberadaan yang berbeda, bukan manifestasi, seperti dikemukakan oleh Sabelius, akan tetapi tentang eksistensi atau subsistensi. Itulah sebabnya maka Calvin berkata: "dengan menyebut istilah "person", aku maksudkan adalah satu subsistensi dari esensi Ilahi, - satu subsisten yang sementara terikat pada dua yang lain, berbeda dari keduanya dalam sifat-sifat yang tidak saling tukar- menukar." Hal ini jelas diperkenankan dan dapat mencegah terjadinya kesalahpahaman, tetapi pernyataan ini tidak boleh menyebabkan kita kehilangan pandangan akan adanya fakta bahwa perbedaan diri dalam Keberadaan Ilahi mengandung pengertian berbeda antara "Aku" dan "Engkau" dan "Dia" dalam Keberadaan Allah, yang menunjukkan hubungan-hubungan pribadi dari satu kepada yang lain, Mat 3:16; 4:1; Yoh 1:18; 3:16; 5:20; 14:26; 15:26; 16:13-15.
Hal ini berarti bahwa esensi ilahi tidaklah dibagi-bagi di antara ketiga pribadi, tetapi secara penuh dengan segala kesempurnaannya dalam setiap pribadi, sehingga mereka memiliki kesatuan numerik dalam esensi. Natur Ilahi berbeda dengan natur manusia dalam hal bahwa natur ilahi dapat hadir secara subsisten sepenuhnya dan tidak terbagi dalam lebih dari satu pribadi. Jika tiga pribadi di antara manusia hanya memiliki satu kesatuan spesifik dari natur atau esensi,yaitu saling membagi dalam jenis natur atau esensi, pribadi- pribadi dalam diri Allah memiliki kesatuan numerik dari esensinya, yaitu mempunyai esensi yang identik. Natur atau esensi manusia dapat dianggap sebagai spesies yang dengannya setiap manusia mempunyai bagian individual, sehingga ada kesatuan spesifik (dari kata spesies); tetapi natur ilahi tidaklah terbagi dan dengan demikian identik dalam pribadi-pribadi Allah Tritunggal. Natur ini secara numerik adalah satu dan sama, dan dengan demikian kesatuan esensi dalam setiap pribadi adalah kesatuan numerik. Dari sini kemudian berlanjut bahwa esensi ilahi bukanlah eksistensi yang berdiri sendiri seiring dalam ketiga pribadi. Natur itu tidak memiliki eksistensi di luar dan terpisah dari ketiga pribadi. Jika seandainya memiliki, maka tidak mungkin ada kesatuan yang benar, tetapi suatu pemecahan sehingga dapat membawa ke arah tetratheisme. Perbedaan personal adalah satu dalam esensi ilahi. Sebagaimana biasa disebutkan, memiliki tiga macam cara subsistensi. Kesimpulan lain yang mengikuti yang sebelumnya, adalah bahwa tidak mungkin ada subordinasi dalam hal keberadaan esensial bagi satu pribadi dari Allah Tritunggal kepada pribadi yang lain, dan dengan demikian tidak ada perbedaan dalam kemuliaan pribadi. Posisi ini harus senantiasa kita pegang dalam menghadapi ajaran subordinasianisme dari Origen dan Bapa-Bapa Gereja abad mula-mula, dan dalam menghadapi pandangan Arminian, Clarke, dan teolog Anglican yang lain. Satu-satunya subordinasi yang boleh kita bicarakan adalah subordinasi berkenaan dengan tingkatan dan hubungan. Terutama ketika kita memikirkan tentang hubungan dari ketiga pribadi dalam esensi ilahi, di mana kita tidak dapat memberikan analogi sama sekali dan kita sepenuhnya sadar bahwa Tritunggal adalah suatu misteri jauh di luar jangkauan pemahman kita. Itulah kemuliaan Allah yang tidak terjangkau. Sebagaimana natur manusia terlau kaya dan terlalu penuh untuk dimasukkan dalam diri satu individu tunggal, dan mencapai ekspresi cukup hanya dalam kemanusiaan saja sebagai satu keutuhan, demikian juga keberadaan Ilahi membuka diri-Nya sendiri dalam segala kepenuhan dan hanya dalam tiga bentuk subsistensi yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Ada satu tingkatan tertentu dalam Tritunggal ontologis. Dalam subsistensi personal Allah Bapa adalah yang pertama, Allah Putra yang kedua dan Allah Roh Kudus adalah yang ketiga. Tak perlu dikatakan bahwa tingkatan seperti ini sama sekali tidak berurusan dengan prioritas waktu atau kemuliaan esensial, akan tetapi hanya pada tingkatan logis derivasi. Allah Bapa tidak diperanakkan dari atau mendahului pribadi-pribadi yang lain; Allah Putra secara kekal diperanakkan oleh Bapa dan Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak dari kekal sampai kekal. 'Dihasilkan' dan 'dikeluarkan dari' terjadi dalam Keberadaan Ilahi, dan menyiratkan seolah-oleh ada subordinasi dari cara subsistensi personal, tetapi sesungguhnya tidak ada subordinasi jika ditinjau dari kepemilikian esensi ilahi. Tritunggal ontologis ini dan juga tingkatan setaranya adalah dasar metafisik dari Tritunggal ekonomis. Itulah sebabnya wajar saja bahwa tingkatan yang ada dalam eksistensi Tritunggal esensial harus senantiasa tercermin dalam opera ad extra yang lebih tertuju dari masing-masing pribadi. Alkitab dengan jelas mengungkapkan tingaktan ini dalam apa yang disebut sebagai praepositiones distinctionales: ek, dia dan en, yang dipakai untuk mengemukakan pemikiran bahwa segala sesuatu keluar dari Bapa, melalui Putra dan di dalam Roh Kudus.
Pernyataan ini disebut juga sebagai opera ad intra, sebab mereka adalah karya-karya dalam Keberadaan Ilahi yang tidak terjadi dalam makhluk ciptaan. Kesemuanya adalah tindakan pribadi yang tidak dilaksanakan oleh ketiga pribadi secara bekerja sama. Opera ad intra berbeda dengan opera ad extra atau kegiatan-kegiatan dan akibat-akibat di mana Allah Tritunggal dinyatakan keluar. Tindakan seperti ini tidak pernah merupakan pekerjaan dari satu pribadi secara eksklusif, tetapi selalu merupakan karya dari Keberadaan Ilahi secara keseluruhan. Pada saat yang sama benar juga bahwa dalam tingkatan kecermatan dari karya Allah sebagian dari opera ad extra disebut dengan lebih tertentu pada satu pribadi, dan sebagian lagi lebih tertentu pada pribadi yang lain. Walaupun semuanya adalah karya dari ketiga pribadi secara bersama-sama, penciptaan terutama dikatakan sebagai karya dari Allah Bapa, penebusan adalah karya Allah Putra dan pnyucian adalah karya Roh Kudus. Tingkatan dalam karya Ilahi ini menunjuk kemabali dari tingkatan esensial dalam diri Allah dan membentuk dasar bagi apa yang secara umum dikenal sebagai Tritunggal yang cermat.
Tritunggal adalah satu misteri, bukan semata-mata dalam pengertian Alkitabiah bahwa Tritunggal adalah satu kebenaran, yang semula tersembunyi tetapi sekarang diungkapkan: akan tetapi dalam pengertian bahwa manusia tidak dapat memahami sepenuhnya dan menjadikannya sulit dimengerti. Pengertian tentang Tritunggal ini sulit dipahami dalam sebagian dari hubungan-hubungan dan cara pengungkapannya, akan tetapi mudah dipahami dalam natur esensialnya. Banyak usaha yang dilakukan untuk menjelaskan misteri ini lebih bersifat spekulatif daripada teologis. Usaha-usaha ini dihasilkan dalam perkembangan dari konsep-konsep triteistik dan modalistik tentang Allah, dalam penyangkalan baik kesatuan dari esensi ilahi atau kenyataan dari perbedaan-perbedaan pribadi dalam esensi itu. Kesulitan sesungguhnya tetrletak pada hubungan di mana pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal berhadapan dengan esensi ilahi dan dalam berhadapan satu dengan lainnya; dan ini adalah kesulitan yang tak dapat disingkirkan oleh gereja, tetapi gereja hanya dapat mengurangi sampai pada proporsi yang tepat dengan definisi yang tepat dari istilah itu. Gereja tak pernah mencoba menjelaskan misteri dari Tritunggal dengan suatu cara sehingga kesalahan-kesalahan yang mungkin membahayakan dapat dihindari.
Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA