NATAL: PENYATAAN ALLAH YANG SEMPURNA

"Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini, Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta" (Ibr. 1:1-2).

Sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, hubungan yang dahulu begitu harmonis antara Allah dan manusia, telah menjadi rusak karena dosa. Sebagai akibatnya, manusia harus diusir dari Taman Eden Allah. Allah juga menempatkan para malaikat-Nya untuk menjaga tempat itu agar manusia tidak bisa kembali ke Taman Eden (Kej. 2:23-24). Allah yang Kudus menjadi terpisah dari manusia karena dosa. Manusia yang berdosa tidak mungkin dapat bertemu secara langsung dengan Allah yang kudus karena manusia pasti mati. Perhatikan ayat-ayat di bawah ini.

Kemudian TUHAN berfirman kepada Musa: "Turunlah, peringatkanlah kepada bangsa itu, supaya mereka jangan menembus mendapatkan TUHAN hendak melihat-lihat; sebab tentulah banyak dari mereka akan binasa (Kel. 19:21).

Mereka berkata kepada Musa, "Engkaulah berbicara dengan kami, maka kami akan mendengarkan; tetapi janganlah Allah berbicara dengan kami, nanti kami mati" (Keluaran 20:19).

Oleh karena itu, Allah selalu memakai nabi-nabi-Nya jika hendak berbicara kepada umat manusia. Jadi, di era Perjanjian Lama, pelayanan nabi menjadi sangat penting dalam sejarah umat pilihan Allah (Israel). Seorang nabi menjadi salah satu tokoh yang sangat menonjol selain imam dan raja. Suharyo, dalam bukunya yang berjudul "Mengenal Alam Hidup Perjanjian Lama", mengatakan bahwa kehidupan umat Allah Perjanjian Lama tidak dapat dilepaskan dari para nabi, imam, dan raja. Memang pada akhir periode zaman Perjanjian Lama ada juga para ahli kitab. Namun, peranan kelompok ini lebih menonjol dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Selain itu, ada juga para orang bijak yang menuliskan tulisan-tulisan kebijaksanaan. Salomo dikenal sebagai tokoh utama dari antara para orang bijak itu. Maka dapatlah disebutkan bahwa sejak zaman Salomo para orang bijak itu sudah berperan dalam kehidupan bangsa. Namun, informasi mengenai kelompok itu juga tidak banyak (2 Sam. 14:2; 20:16) bila dibandingkan tentang para nabi, imam, dan raja.

Pelayanan para nabi dalam Perjanjian Lama selalu diawali dengan sebuah panggilan ilahi. Contohnya saja, Yesaya (Yes. 6:8-13); Yeremia (Yer. 1:4-19); Yunus (Yun. 1:1-3); Mikha (Mi 1:1); dll. Dalam studinya mengenai kitab nabi-nabi kecil, Frank Boyd, mengutip pernyataan Kyle M. Yates, mengungkapkan sembilan tanda seorang nabi Allah. Salah satu tandanya, "Seorang nabi sadar akan panggilan ilahi yang mengikatnya kepada tugas yang telah ditunjukkan oleh Allahnya. Ia harus senantiasa insaf bahwa ia adalah juru bicara Allah. Panggilan ilahi itu harus ditaati."

Namun, sebagaimana disebutkan dalam Ibrani 1:1-2 di atas, pada zaman akhir ini, Allah tidak lagi berbicara kepada kita melalui nabi-nabi-Nya. Tapi Ia sendiri datang ke dalam dunia dalam rupa manusia untuk menyelamatkan manusia dari penghukuman dosa. Yang menjadi pertanyaan berikutnya ialah mengapa harus menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia? Seorang dosen saya pernah memberikan gambaran demikian. Kalau memerhatikan burung-burung pipit yang hinggap di tanaman padi guna mencari makan, mereka tampak begitu tenang ketika teman-temannya yang lain berdatangan. Mereka tidak merasa terganggu oleh kedatangan teman-temannya. Tetapi jika penjaga sawah yang datang, mendengar derap langkah kakinya saja mereka langsung berlarian. Mereka merasa bahwa yang datang itu tidak sejenis dengan mereka. Ilustrasi tersebut ingin mengungkapkan beberapa hal. Pertama, Allah menjadi sama dengan manusia dengan tujuan agar Ia dapat dikenal dan diterima oleh manusia. Kedua, keselamatan itu ditujukan untuk manusia, bukan malaikat ataupun ciptaan yang lain. Ketiga, tujuan kedatangan-Nya ialah untuk mati menjadi tebusan (pengganti) bagi manusia. Dengan demikian, inkarnasi Kristus adalah karya penebusan Allah yang sempurna.

Peristiwa Natal mengingatkan kita akan peristiwa di mana Allah yang kudus itu telah menyatakan diri-Nya secara sempurna di dalam Yesus Kristus. Oleh sebab itu, penulis Ibrani mengatakan bahwa Allah tidak menyatakan diri-Nya lagi melalui nabi-nabi karena Ia sendiri telah datang di dalam diri Yesus Kristus. Firman Tuhan mengatakan bahwa barangsiapa yang percaya kepada Kristus, maka ia akan ada di dalam Kristus dan tubuhnya menjadi Bait Roh Kudus (1 Kor. 6:19; band. Why. 3:20). Manusia dapat langsung berkomunikasi dengan Allah tanpa harus melalui seorang perantara (imam), demikian pula Allah akan langsung hadir tanpa melalui seorang perantara (nabi). Peristiwa Natal merupakan penyataan Allah yang sempurna (Christmas is God`s perfect revelation).

Bahan diambil dari sumber:
Penulis: M. Iksantoro

Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA