Negeri Para Leluhur

Allah menyatakan kepada para bapa leluhur kebijakan penaklukan Israel. Sejarah Alkitab terus berkisar keliling kota-kota, daerah- daerah, dan tempat-tempat suci di mana bapa-bapa leluhur itu tinggal dan beribadah. Tuhan memerintah kepada Abraham, "Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu" (Kej. 13.17). Sebelum mereka dapat menguasai Kanaan, bapa-bapa leluhur menaati perintah itu dan dengan iman mengambil negeri tersebut untuk keturunan mereka.

Keluarga bapa leluhur terpaksa meninggalkan Sikhem setelah Simeon dan Lewi, anak-anak Yakub, dengan gegabah membunuh setiap laki-laki dalam kota tersebut. Yakub menegur mereka, "Kamu telah mencelakakan aku dengan membusukkan namaku kepada penduduk negeri ini ... padahal kita ini hanya sedikit jumlahnya; apabila mereka bersekutu melawan kita, tentulah mereka akan memukul kita kalah, dan kita akan dipunahkan, aku beserta seisi rumahku." (Kej. 34:30) Allah menyuruh mereka ke Betel, di mana Yakub mendirikan sebuah mazbah lagi. Sebagai persiapan untuk pengalaman kudus itu, seisi rumah Yakub menguburkan semua dewa asing mereka di bawah pohon yang besar dan menyucikan diri mereka. Mereka mengikuti jalan Pohon Tarbantin Peramal ke Betel, tempat Allah telah menyatakan diri-Nya dalam mimpi Yakub tentang tangga 20 tahun sebelumnya (Kej. 28). Di Betel, Tuhan menjamin kepada Yakub bahwa keturunannya akan menduduki negeri itu (Kej. 35:12).

Betel dan Sikhem bukanlah satu-satunya tempat di mana para bapa leluhur berdiam dan mendirikan mazbah. Langkah-langkah mereka membawa mereka sampai ke Hebron dan sejauh Bersyeba di selatan di Gurun Negeb. Mereka memeriksa dengan teliti daerah yang kemudian hari akan ditaklukkan oleh Yosua.

Sungguh, para bapa leluhur meletakkan dasar-dasar untuk pengalaman yang baik dan juga yang buruk bagi keturunan mereka Kanaan. Keterlibatan Abraham dan Ishak dengan raja Gerar di dataran Filistea (Kej. 20:1-18; 26:17-22) memberi pertanda dari konflik-konflik di kemudian hari, ketika orang Filistin berusaha keras untuk mendesak orang Israel di daerah perbukitan itu. Akan tetapi, banyak tempat suci orang Israel dalam kurun waktu ini menjadi kota-kota penting. Yerusalem, di mana raja-imam Melkisedek memberkati Abraham, menjadi tempat kediaman Raja Daud dan pusat agama Yahudi setelah Salomo membangun Bait Suci di sana.

Yusuf, putra Yakub, membawa orang Israel ke Mesir. Mereka memasuki Mesir sebagai bani (klan) Israel (Yakub); tetapi di sana Tuhan menggembleng mereka hingga menjadi suatu bangsa. Orang Mesir merasa terancam oleh "ledakan populasi" orang Israel. Untuk menghalangi kekuatan mereka yang bertambah besar, orang Mesir memaksa mereka untuk mengabdi sebagai budak di tanah Gosyen. Namun pada waktu yang telah ditentukan, Tuhan berjanji kepada mereka, "Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah TUHAN." (Kel. 6:8). Tuhan mengutus Musa untuk memimpin umat itu " .. keluar dari kesengsaraan di Mesir menuju .. suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya" (Kel. 3:17).

Allah bermaksud agar umat-Nya akan memasuki "negeri perjanjian" itu dan menjadi suatu bangsa yang berbeda dengan bangsa-bangsa di sekelilingnya. Mereka akan menunjukkan iman mereka kepada Allah dengan ketaatan yang penuh syukur. Kepatuhan kepada hukum-hukum Allah akan menjamin keberhasilan mereka, "Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak ...." (Ul. 6:3)

Allah telah memilih orang Israel untuk menjadi saksi-Nya di "negeri perjanjian" itu. Mereka akan memperlihatkan iman para bapa leluhur, yang telah berhasil menghadapi bangsa-bangsa di sekitar mereka. Umat pilihan Allah akan menyemarakkan negeri yang terpilih itu. Inilah janji ketiga Allah kepada Abraham bahwa oleh dia dan keturunannya semua bangsa akan mendapat berkat (Kej. 12:3).

Kemungkinan-kemungkinan Israel di "negeri perjanjian" itu - masa depannya - bergantung pada dua hal: penggunaan negeri itu secara bertanggung jawab dan ketaatan yang setia kepada ketetapan-ketetapan Perjanjian dengan Allah. Tuhan menantikan hari itu ketika kepatuhan Israel kepada hukum-hukum Tuhan akan menyebabkan segala bangsa berkata, "... Memang bangsa yang besar ini adalah umat yang bijaksana dan berakal budi." (Ul. 4:6)

Luasnya "Negeri Perjanjian"

Kita tidak tahu batas-batas yang tepat dari "negeri perjanjian". Tuhan menyatakan kepada Abraham bahwa ia dan keturunannya akan menerima negeri Kanaan, tetapi pada mulanya Ia menjanjikan daerah yang jauh lebih besar kepada mereka. Ketika gembala-gembala Lot dan Abraham bertengkar mengenai tanah, dengan bijaksana Abraham menawarkan kepada Lot, keponakannya, untuk lebih dahulu memilih daerah yang akan ditempatinya. Lot memutuskan untuk menetap di bagian timur, di Lembah YOrdan yang banyak airnya. Pada saat itu Tuhan berfirman kepada Abraham, "Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kau lihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya" (Kej. 13:14-15). Garis-garis batasnya tidak ditetapkan, meskipun jelas daerah Abraham berakhir di mana kawanan ternak Lot makan rumput.

Tuhan menjadikan "negeri perjanjian" itu sebagian dari perjanjian-Nya dengan Abraham. "Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." (Kej. 15:6) Sebagai balasan, Tuhan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk memberikan kepada keturunannya negeri ini, "mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat" (Kej. 15:18 ).

Beberapa ratus tahun kemudian, ketika Musa mengingatkan orang Israel akan janji itu, ia menjelaskan batas-batas "negeri perjanjian": Araba-Yordan, Pegunungan, Daerah Bukit (Shepela), dan Tanah Negeb, dan dataran tepi pantai dekat Laut Tengah, dari batas selatan Kanaan terus ke gunung Libanon sampai Efrat, sungai besar itu (Ul. 1:7).

Pada waktu ini, orang Israel sudah mendiami daerah Transyordan. Tuhan mengizinkan suku Ruben dan Gad, dan juga sebagian suku Manasye, menetap di tanah orang Amori yang baru diduduki di sebelah timur Sungai Yordan (Bil. 21:21-35:32). Daerah ini memperluas batas-batas "negeri perjanjian" lebih jauh lagi. Akan tetapi, Musa masih belum menetapkan batas timur yang pasti.

Tuhan memerintah Yosua untuk merebut seluruh daerah yang telah ditentukan oleh Musa, "Dari padang gurun dan gunung Libanon sebelah sana itu sampai ke sungai besar, yakni sungai Efrat, seluruh tanah orang Het, sampai ke Laut Besar di sebelah matahari terbenam semuanya itu akan menjadi daerahmu." (Yos. 1:4) Akan tetapi, selama penaklukan Kanaan orang Israel gagal merebut seluruh daerah yang telah dijanjikan kepada mereka, sebagian karena mereka tidak setia kepada Allah. Allah menghukum orang Israel dengan menahan mereka untuk mencapai kemenangan sempurna. "... Aku bersumpah dalam murka-Ku, 'Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku'" (Mzm. 95:11). Tiap suku kekurangan sebagian dari warisannya.

Usaha-Usaha untuk Memperluas Daerah

Selama waktu para hakim, Israel berusaha untuk memperluas daerah suku- sukunya, tetapi tidak berhasil. Bahkan Saul, raja yang pertama tidak cukup berkuasa untuk mengusir atau menaklukkan bangsa-bangsa lain.

Akan tetapi, Allah mengizinkan pengganti Saul, Raja Daud untuk menguasai tanah perjanjian kecuali "tanah orang Het" (bdg. Yos. 1:4). Daud adalah seorang "yang berkenan di hati Allah". Oleh sebab, ia menghormati Tuhan dalam tugas-tugas militernya, maka Tuhan mengaruniakan kemenangan kepadanya atas orang Amon, orang Moab, dan orang Edom di bagian timur, atas orang Filistin di bagian barat, dan atas gerombolan-gerombolan perampok yang hidup mengembara di bagian selatan. Sebenarnya, penaklukannya mencapai hampir ke Sungai Efrat, ke utara sejauh kota Hamat (2Sam. 8).

Salomo mewarisi kerajaan yang berada pada puncak kekuasaannya. "Sebab ia berkuasa atas seluruh tanah di sebelah sini sungai Efrat, mulai dari Tifsah sampai ke Gaza, dan atas semua raja di sebelah sini sungai Efrat; ia dikaruniai damai di seluruh negerinya." (1Raj. 4:24) Namun, sejak bagian akhir pemerintahan Salomo, keadaan bangsa Israel terus-menerus bertambah buruk. Mula-mula, kerajaan itu terbagi menjadi dua bangsa: Israel dan Yehuda. Perang merusak kedua kerajaan ini sampai musuh-musuh mereka memaksa mereka keluar negeri itu.

Kesuburan Negeri

Seorang dari dataran subur di Amerika yang berwisata ke Palestina mungkin bertanya-tanya dalam hati apakah Musa sedang berpikiran sehat ketika ia menggambarkan keadaan "negeri perjanjian" sebagai ... negeri yang baik, suatu negeri dengan sungai, mata air, dan danau, yang keluar dari lembah-lembah dan gunung-gunung; suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya; suatu negeri dengan pohon zaitun dan madunya; suatu negeri di mana engkau akan makan roti dengan tidak usah berhemat, di mana engkau tidak akan kekurangan apa pun (Ul. 8:7-9). Akan tetapi, perkataan Musa itu ditujukan kepada orang-orang yang baru melewatkan 40 tahun di padang gurun! Para pionir Amerika yang paling awal, yang menyeberangi padang gurun ke daerah dataran pantai California, mungkin menemukan berbagai keadaan tanah dan perbedaan geografis yang serupa. "Negeri perjanjian" mempunyai kemungkinan-kemungkinan yang tidak terbatas dibandingkan dengan daerah kering dan gundul dari Sinai, Negeb, dan Araba.

Bagaimanapun, "negeri perjanjian" itu bukan Taman Eden. Orang Israel mungkin telah membayangkan lembah-lembah tidak berujung penuh hasil bumi dan lereng-lereng bukit yang diperindah oleh berbagai jenis rumput, tumbuhan, dan bunga; tetapi bukan itu yang mereka temukan. Tanaman berduri dan onak meliputi tanah yang berbatu-batu. Selama bulan-bulan musim panas warna coklat kemerah-merahan yang pudar di lereng-lereng menunjukkan tumbuh-tumbuhan yang kering. Namun, tanah itu amat subur dibandingkan dengan padang gurun di sekitarnya.

"Negeri perjanjian" itu menawarkan kesempatan-kesempatan baik untuk mendapat penghasilan dengan airnya dan tanahnya yang dapat diolah dan ditanami. Akan tetapi, orang Israel mendapati bahwa tidak mudah untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan tersebut. Mereka harus menjinakkan tanah itu. Petani Israel harus menghadapi batu-batu, tumbuhan berduri, dan onak. Ia takut terhadap matahari yang menghanguskan semaian yang baru tumbuh, yang akarnya belum cukup dalam untuk mendapatkan air dari dalam tanah. Ia belajar untuk bergantung pada Tuhan "... yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar" (Mat. 5:45).

Dengan baik, Yesus menggambarkan keadaan para petani ketika menceritakan perumpamaan-Nya tentang seorang penabur. Penabur itu menyebarkan benih itu ke seluruh ladang, tetapi hanya benih yang "jatuh di tanah yang baik" yang menghasilkan panen. Benih jatuh di tanah yang berbatu-batu dan di antara semak duri dan tidak lama kemudian mati (Mat. 13:3-8).

Apa yang dapat dikerjakan orang Israel dengan tanah itu sepenuhnya bergantung pada hubungan mereka dengan Tuhan. Ia telah berjanji akan memberkati mereka secara material apabila mereka patuh "TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada dan memberkati segala pekerjaanmu .." (Ul. 28:12). Akan tetapi ketidakpatuhan akan mendatangkan hukuman secara material, ".... Tetapi jika engkau tidak mendengarkan TUHAN, Allahmu ... yang di atas kepalamu akan menjadi tembaga dan tanah di bawah pun menjadi besi. TUHAN akan menurunkan hujan abu dan debu ke atas negerimu" (Ul. 28:15a, 23-24). "Banyak benih yang akan kau bawa ke ladang, tetapi sedikit hasil yang akan kau kumpulkan, sebab belalang akan menghabiskannya. Kebun-kebun anggur akan kau buat dan kau usahakan, tetapi engkau tidak akan meminum atau menyimpan anggur, sebab ulat akan memakannya" (Ul. 28:38-39) Apabila orang Israel tidak mematuhi Tuhan, mereka akan kehilangan negeri yang telah dijanjikan Tuhan kepada mereka, " ... kamu akan dicabut dari tanah, ke mana engkau pergi untuk mendudukinya" (Ul. 28:63b). Sayang sekali, hal itulah yang terjadi.

Tanah

Ketika Israel mula-mula menduduki negeri itu, mereka mendiami daerah perbukitan dekat jajaran pegunungan tengah di Kanaan. Para petani Israel harus belajar bagaimana mencari penghidupan dari bukit-bukit itu, yang sebagian besarnya terdiri dari batu gamping. Meskipun batu gamping dengan lambat sekali menjadi rusak dan hancur sehingga menjadi tanah, tanah itu amat subur.

Hujan dengan mudah sekali menghanyutkan tanah lereng bukit yang subur melalui anak-anak sungai ke lembah-lembah yang letaknya lebih rendah. Untuk mencegah erosi, para petani menanam pohon buah dan tumbuhan yang merambat atau membuat teras-teras.

Teras-teras banyak sekali terdapat di daerah perbukitan. Kadang-kadang lapisan batu gamping tak kunjung hancur dan membentuk sebuah tembok alami. Tembok ini akan menahan tanah yang kemerah-merahan itu sehingga petani dapat menanam gandum, jelai, tumbuhan polong, dan sayur-sayuran, di samping pohon-pohon buah dan pokok anggur. Bila tidak ada tembok alami, petani harus membersihkan daerah itu dari batu-batu yang selalu ada dan kemudian memakai batu-batu itu untuk membangun tembok di bagian yang lebih rendah dari bukit itu.

Palestina juga penuh dengan kebun anggur, dan penulis-penulis Alkitab sering kali menyebutkannya secara simbolis, seperti yang dilakukan Nabi Yesaya, "... Kekasihku itu mempunyai kebun anggur di lereng bukit yang subur. Ia mencangkulnya dan membuang batu-batunya, dan menanaminya dengan pokok anggur pilihan ...." (Yes. 5:1, 2) Dalam ayat-ayat ini, Allah adalah pemilik kebun anggur Israel. Pekerjaan mempersiapkan kebun anggur itu menggambarkan kasih dan kepedulian Allah terhadap Israel. Namun, Israel tidak menghasilkan panen kebenaran yang diinginkan-Nya.

Para petani menanam pohon-pohon buah, pokok anggur, dan berbagai jenis biji-bijian di bukit-bukit yang rendah letaknya, di Shepela, dengan mudah hancur dan bercampur dengan zat-zat organik. Para petani dapat mencangkul tanah ini lebih dalam dan tanahnya ini kurang oleh hujan.

Diambil dari:
Judul buku : Ensiklopedi Fakta Alkitab I
Judul artikel : Negeri Para Leluhur
Pengarang : J.I Packer, Merrill C. Tenney, William White, Jr.
Penerbit : Gandum Mas, Malang, 2001
Halaman : 357 - 366
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA