PKB-Referensi 03a

Pelajaran 03 | Pertanyaan 03 | Referensi 03b

Nama Kursus : Penulis Kristen yang Bertanggung Jawab
Nama Pelajaran : Memulai Kebiasaan Menulis
Kode Pelajaran : PKB-R03a

Referensi PKB-R03a diambil dan disunting dari:

Judul Buku : Panduan Membuat Karya Tulis
Judul artikel : Membina Kegiatan Menulis
Penulis : O. Setiawan Djuharie - Suherli
Penerbit : Yrama Widya, Bandung: 2001
Halaman : 120-125

REFERENSI PELAJARAN 03a - MEMBINA KEGIATAN MENULIS

Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang oleh sebagian orang dianggap sukar. Kita ketahui bahwa ada orang yang dapat mengkomunikasikan gagasannya hanya dengan cara menulis, tetapi ada pula orang yang hanya dapat mengungkapkannya dengan cara berbicara, dan menulis, sebagai suatu ketrampilan berbahasa yang dimiliki seseorang.

Kegiatan menulis merupakan suatu keterampilan yang dapat dibina dan dilatihkan. Menulis memiliki keterkaitan yang erat dengan kuantitas kegiatan membaca. Seperti yang diungkapkan oleh Jos Daniel Parera ketika bertemu dengan penulis dalam kegiatan kongres Bahasa V di Jakarta, "Banyak-banyaklah Anda membaca, biarkan ia mengendap dalam benak Anda, suatu saat pemahaman Anda semakin luas, dan akan tiba saatnya Anda harus menulis". Dari ucapan ini termaksud bahwa kegiatan menulis tanpa dipersiapkan dengan kegiatan membaca, tulisan yang kita buat akan hampa dan kurang "bernas" dan tidak mempunyai bobot. Dengan demikian, orang yang banyak membaca seharusnya mampu menulis dengan baik.

  1. Membina Diri dalam Menulis
  2. Seperti yang telah dikemukakan di muka, kegiatan menulis merupakan kegiatan yang dilengkapi dengan kegiatan membaca. Kegiatan ini memerlukan latihan dan pembiasaan yang sungguh-sungguh sehingga kegiatan yang sulit tetapi berharga tinggi ini dapat diwujudkan. Kegiatan menulis bagi setiap orang merupakan kegiatan yang mempunyai posisi sangat penting, selain untuk mengungkapkan gagasan dan pendapatnya juga dapat mengungkapkan isi hati dan curahan jiwa seseorang. Menulis memang dianggap sulit dilakukan, tetapi apabila dibiasakan kesulitan itu akan teratasi. Kegiatan menulis kadang-kadang dianggap sebagai suatu kegiatan yang hanya dilakukan orang dengan kepentingan masing-masing.

    Bagi sekelompok orang, menulis sangatlah mudah bagai mengepulkan asap rokok, tetapi bagi sekelompok lain menulis bagaikan mengkanvaskan cat pada angin, mudah tetapi sulit untuk dilakukan; selain faktor eksternal seperti situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk menulis. Sedangkan faktor internal di antaranya cakrawala keilmuan yang masih sempit dan faktor psikilogis yang cukup dominan berpengaruh. Adapun kendala faktor psikologis yang dialaminya di antaranya adalah:

    1. Merasa diri tidak mampu untuk menulis. Hal ini menjadi hambatan dalam diri penulis yang paling besar, yang hanya dapat diatasi oleh dirinya sendiri. Ketidakpercayaan terhadap diri sendiri ini merupakan warisan budaya kolonialis yang secara turun-temurun dibiarkan tumbuh subur. Sebaiknya dinyatakan tidak mampu menulis jika telah dicoba berkali-kali. Namun, justru sering terjadi sebaliknya, sebelum mencoba sudah dinyatakan dirinya tidak mampu.
    2. Takut salah atau disepelekan orang lain. Sikap ini dapat menghambat seseorang untuk menuangkan kreativitasnya. Rasa takut atau malu jika tulisannya disepelekan orang lain muncul karena tidak percaya pada kemampuan diri sendiri dan tidak menghargai dirinya sendiri.
    3. Tidak berani mengambil risiko. Memang semua pekerjaan yang dilakukan mempunyai risikonya, termasuk pula menulis. Oleh karena itu, risiko apa pun yang akan terjadi harus siap dihadapi dengan bekal landasan keilmuan atau pengetahuan yang telah dimiliki.
    4. Penyakit malas menulis, penyakit ini merupakan aspek psikologis yang mudah sekali diatasi, yaitu dengan membiasakan diri, seperti halnya, membiasakan melakukan kegiatan-kegiatan sehari-hari yang sudah biasa dilakukan. Kalau penyakit ini sudah menyatu dalam diri, dan tidak dengan segera dibuang jauh-jauh, akan berakibat lebih parah.
    5. Ada anggapan bahwa gagasan cukup dituangkan dengan lisan, anggapan ini sangat tidak beralasan karena pada suatu waktu perlu mengomunikasikan gagasan lewat bahasa tulisan. Jika beranggapan penuangan gagasan cukup dengan lisan, artinya tidak disadari bahwa penuangan gagasan dengan lisan banyak tertolong oleh faktor-faktor nonkebahasan sehingga seolah-olah mudah dilakukan.
    6. Menutup diri dari pengalaman dan gagasan baru. Sikap ini merupakan sikap jelek yang harus dihindari, terutama bagi orang yang tidak bermaksud mengasingkan diri dari peradaban dunia. Setiap menit, bahkan setiap detik, ilmu pengetahuan terus berkembang. Tanpa disadari, semakin banyak ilmu yang dipelajari, ternyata semakin sedikit pengetahuan yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu, sikap menutup diri ini akan berakibat pada pembentukan pribadi konvesional yang bisa menghambat laju perkembangan ilmu.
    7. Merasa cukup sebagai konsumen, sikap ini banyak tumbuh di kalangan akademisi yang belum kreatif. Sikap ini membuat dirinya hanya puas sebagai pemakai dan pemanfaat tulisan-tulisan yang dibuat orang, tidak ada keinginan dan usaha untuk bertukar pikiran lewat tulisan beradu argumen bahkan berpolemik dalam media tulis.
  3. Beberapa langkah Mengatasi Kesulitan Menulis
  4. Beberapa hambatan psikologis seperti diungkapkan di atas dapat menghambat seseorang untuk menulis. Namun, hambatan itu masih dapat diatasi, terutama dilakukan oleh diri sendiri. Untuk itu, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mengatasi hambatan itu, dengan cara:

    Pertama, mulailah mencoba menulis sejak sekarang, jangan membiarkan diri ketika muncul keinginan atau gagasan yang ingin dituangkan ke dalam tulisan. Ketika ingat dan berkeinginan menulis, mulailah! Cara lainnya adalah dengan melatih diri menuliskan semua kegiatan yang akan dikerjakan atau yang telah dikerjakan, seperti "buku harian" kekesalan kepada seseorang, sakit hati, kekecewaan, dan sebagainya dan dituangkan ke dalam tulisan. Dengan cara itu, kebiasaaan menulis mulai ditumbuhkan, bahkan tidak ada sesuatu yang ingin diungkapkan lewat lisan, ungkapkanlah terlebih dahulu dengan tulisan. Menciptakan dialog batin lewat tulisan merupakan salah satu cara melatih dan membiasakan diri untuk mulai menulis.

    Kedua, Menentukan sasaran atau batas waktu penulisan. Dengan cara ini, dibiasakan dan dipaksakan menulis dengan target tertentu, sehingga penulisan tidak memakan waktu yang sangat lama dan gagasan tertunda-tunda untuk waktu yang lama pula pada akhirnya terlupakan. Untuk itu perlu perencanaan waktu sebagai target.

    Ketiga, menghilangkan "sindrome perfeksionistik", sebagai sikap merasa cepat puas dan membuat tulisan dengan asal jadi. Rasa puas yang terlalu dini ini akan berakibat pada kualitas tulisan yang kurang baik. Sebaliknya, setiap tulisan yang pernah ditulis dibaca ulang dan dievaluasi, baik dari isi maupun dari penggunaan bahasanya, yang pada akhirnya diperlakukan verifikasi seperlunya.

    Keempat, meyakinkan diri mampu melakukan menulis seperti yang dilakukan oleh orang lain. Munculah pertanyaan dalam benak "mengapa orang lain mampu sedangkan kita tidak?" dengan cara ini, kita akan terpacu untuk terus berkompetisi yang sehat dalam menuangkan gagasan ilmiah.

    Kelima, jangan mudah putus asa jika ada yang mengkritik. Dengan ada yang mengkritik justru harus bersyukur karena masih ada yang membaca dan menanggapi dibandingkan dengan tulisan yang sama sekali tidak menarik minat orang lain. Kritikan malah akan menambah upaya untuk terus menggali wawasan dan upaya untuk menggapai kritikan tersebut.

    Keenam, menghindari takut salah. Apabila didasari, bukankah yang benar itu ada justru karena ada yang salah, dan yang salah memang harus ada selain yang benar? Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebaiknya seseorang melakukan kesalahan terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan dengan benar. Dengan cara melakukan kesalahan, justru kesalahan itu menjadi cermin sekaligus menjadi guru bagi peningkatan tulisan yang akan datang.

    Ketujuh, memahami mekanisme penulisan sebagai suatu proses kreatif. Pemahaman ini dapat dilakukan dengan cara membaca buku atau tulisan yang berhubungan dengan teknis menulis. Banyak sekali tulisan yang membahas hal ini dan mudah diperoleh terutama berguna dalam memperkaya wawasan dan kemampuan menuangkan gagasan secara tertulis.

  5. Menulis Sebagai Proses Kreatif
  6. Menulis karangan tidak langsung jadi karena menulis merupakan proses kreatif. Proses ini merupakan kemampuan batin seseorang dalam menulis sebagai konsekuensi pematangan suatu tulisan. Adapun langkah yang tergolong ke dalam proses kreatif adalah:

    Tahap pertama, mempersiapkan dengan sering membaca buku-buku dan tulisan atau mengikuti berbagai kegiatan ilmiah, seperti seminar, lokakarya, temu ilmiah, dan sebagainya. Dengan cara ini, kerangka dan wawasan akan terbentuk sekaligus terasah, sehingga jika akan mengungkapkan sesuatu bertolak dari literatur yang telah dibaca atau didengarnya. Dengan cara ini pula akan dapat melatih diri untuk menulis berdasarkan dan bertolak dari pendapat orang lain, bukan berdasarkan dogma dan praduga semata.

    Tahap kedua, mengolah informasi yang diperoleh. Pada tahap ini penulis mengolah, memilah-milah, atau membanding-bandingkan orang lain atau informasi yang telah terkumpul sehingga gagasan yang akan dituliskan mengacu pada suatu kebenaran yang berlandaskan.

    Tahap ketiga, menuangkan gagasan yang ada pada benak ke dalam bentuk tulisan, pada saat ini seseorang akan merasakan kegembiraan yang tiada bandingnya. Pena meluncur dengan derasnya tanpa terbendung, kata-kata seakan merangkai dengan sendirinya tanpa kendali. Saat ini pula, seseorang akan merasakan betapa mudahnya berkreasi. Perlu diingat, pada tahap ini, jangan melakukan pengoreksian terhadap tulisan, biarkanlah tangan merangkai tuangan gagasan pikiran. Jika pada saat yang menggembirakan ini mulai dilakukan pengoreksian, dan mencoret-coret kembali yang salah, maka justru dapat membunuh kreatifitas dan memotong kerangka berfikir. Tidak jarang, akhirnya tulisan seseorang bertumpuk di tong sampah karena melakukan koreksi pada saat yang tidak tepat.

    Tahap keempat, melakukan pengoreksian. Pengoreksian dapat dilakukan setelah tulisan tersebut usai. Pengoreksian ini untuk menyempurnakan tulisan, terutama mengurangi atau menambah bahan tulisan yang sesuai serta menyusun kembali sistematika tulisan. Penambahan, penghilangan, dan perbaikan masih perlu diperbaiki, akan membuat gagasan yang tertuang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan akan terasa bahwa tulisan sudah benar-benar sempurna menurut ukuran penulis.

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA